Advertisement

Pasar Sepi, Bank Plecit Bersemi

Tim Harian Jogja
Sabtu, 23 Oktober 2021 - 15:57 WIB
Sugeng Pranyoto
Pasar Sepi, Bank Plecit Bersemi Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sejumlah pedagang pasar tradisional di DIY masih banyak yang terjerat rentenir atau bank plecit. Bunga yang dikenakan untuk pinjaman bisa mencapai 20% sebulan.

Meski bunga yang dipatok tinggi, bakul pasar lebih memilih meminjam ke rentenir karena persyaratan yang mudah dibandingkan dengan bank umum.

Advertisement

Pedagang sayur di Pasar Sleman, Rudi, mengungkapkan hingga saat ini, meski sudah ada bank resmi yang juga beroperasi di pasar, praktik bank plecit atau yang sering disebut pedagang pasar sebagai bank harian masih saja terjadi.

Bank harian ini kerap datang ke pasar pada waktu pagi hari. Bank plecit masih eksis hingga saat ini karena keberadaan bank harian memang dibutuhkan oleh sebagian pedagang pasar. “Apalagi di masa pandemi gini, dagangan sepi,” ujarnya, Juamt (22/10).

Selain karena membutuhkan uang segar, pedagang lebih memilih meminjam di bank harian dikarenakan tidak memerlukan syarat berbelit bagi pedagang seperti halnya pinjam di bank.

Rudi tidak bisa memberi keterangan detail berapa besar bunga yang dibebankan dalam sekali pinjaman. Namun dari contoh yang ia berikan, bunga yang dikenakan mencapai 20% dalam sebulan. Bunga ini tentu berlipat-lipat kali dibandingkan bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang kini dipatok 0,25% sebulan atau 3% setahun.

“Misal pinjam Rp500.000, dalam sebulan harus dicicil, per hari Rp20.000, sehingga dalam sebulan, 30 hari, totalnya menjadi Rp600.000. Kalau saya sendiri berat, karena selisihnya Rp100.000, itu jumlah yang lumayan,” katanya.

Koordinator Paguyuban Pedagang Pasar Beringharjo Barat, Bintoro, mengaku sejumlah padagang meminjam uang dari bank swasta dan bank plecit meski. Namun untuk pedagang yang menggunakan layanan bank plecit cukup sedikit. “[Pengguna layanan] bank plecit ada, biasanya untuk yang nominal pinjamannya kecil-kecil. Butuh dana cepat, tapi jumlahnya tidak banyak, bisa dihitung jari,” kata Bintoro. “Sementara kalau pinjam di bank nominalnya besar.”

Adapun bunga pinjaman dari bank plecit bervariasi, tergantung jumlah dan tenor angsuran. “Nominal uang yang dipinjam dari bank plecit biasanya kurang lebih Rp500.000, mengembalikan antara Rp550.000 sampai Rp600.000,” kata Bintoro.

Tangkal Lintah Darat

Dinas Perdagangan Bantul menyiapkan raperda baru yang bisa memberi sanksi kepada lintah darat yang masih nekat masuk pasar rakyat.

Kabid Pengembangan Pasar, Dinas Perdagangan Bantul, Arum Bidayati, menjelaskan aktivitas rentenir telah dilarang dalam Perda Bantul No.21/2018 tentang Penyelenggaraan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan. Dalam Pasal 27 Ayat (2) poin b disebutkan setiap orang atau badan dilarang melakukan praktik rentenir di pasar rakyat. Namun larangan tersebut belum disertai aturan sanksi bagi orang atau badan yang nekat melakukan praktik rentenir.

Oleh karenanya dalam Raperda yang baru, akan diberlakukan sanksi kepada setiap orang yang melakukan praktik rentenir di pasar.

Masih adanya rentenir diduga karena banyak pedagang yang butuh bantuan permodalan. "Cerita dari pedagang Pasar Pleret waktu kami mendapatkan pengaduan dan kami sempat berkoordinasi dengan pemangku wilayah dan APSI [Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia], bahkan bila dalam satu hari tidak banyak yang meminjam di mereka [rentenir], mereka malah memaksa pedagang memakai uang mereka," kata Arum.

Padahal pengembalian pinjaman tersebut cukup berat karena bunga pinjaman tinggi. Ada pedagang di Pasar Pleret yang kudu mengembalikan utang yang jumlahnya jauh berkali-kali lipat dari jumlah pinjaman yang diajukan. "Tinggi sekali, saya tidak bisa menceritakan dengan detail. Tapi utang Rp10 juta bisa menjadi Rp50 juta lebih [pengembaliannya]. Karena jika tidak bisa mengangsur maka bunga angsuran bisa menjadi pokok pinjaman," ujar Arum.

Kepala Dinas Perdagangan Bantul, Sukrisna Dwi Susanta, menuturkan sampai saat ini belum ada laporan pedagang yang terjerat pinjaman online (pinjol). Kebanyakan pedagang fokus pada pinjaman bank milik pemerintahan. Selain bank milik pemerintah, koperasi milik pedagang masih jadi solusi urusan simpan pinjam.

Tanpa Agunan

Direktur Utama (Dirut) BPD DIY, Santoso Rohmad, mengatakan BPD DIY memberikan fasilitas pembiayaan untuk usaha ultramikro tanpa agunan dengan kredit Pemberdayaan Ekonomi Daerah (Pede). Meski begitu, Santoso mengatakan untuk memberikan pembiayaan, bank harus mempertimbangkan sejumlah hal agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. “Tentu tetap kami lihat dulu [kelayakan] usahanya seperti apa, mengedepankan prinsip kehati-hatian. Melihat usaha punya prospek tidak, bagaimana cash flow, dan tidak tercatat kredit bermasalah,” ucap Santoso, Jumat.

Plafon Kredit Pede maksimal Rp2,5 juta itu banyak diminati pelaku usaha. “Masih berjalan ini kredit PEDE. Banyak peminatnya, ini kan sudah masuk PPKM level 2 juga, ekonomi mulai bergerak, kita dorong terus ini, untuk mendukung pemulihan ekonomi juga,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y. Sri Susilo mengatakan perbankan merupakan lembaga yang mengedepankan kehati-hatian. Sehingga tidak cukup fleksibel untuk memberikan pinjaman atau kredit. Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Yogyakarta itu, mengatakan jika terlalu bebas, memang ada risiko juga. Meksi begitu, Ia juga menilai bahwa perbankan saat ini sudah ada berbagai terobosan yang membantu pelaku usaha produktif. Seperti dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), cukup membantu juga di tengah pandemi ini.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Pasar Modal, Hoesen mengatakan ada peluang kolaborasi Peer to Peer Lending atau Pinjol legal dengan perbankan. “Mungkin dengan BPR, BPD menggunakan teknologi dengan platform. Ini belum ya. Bisa juga aktivitas itu dibangun bank itu juga, atau kita bantu dengan regulasi, menjadi inovasi di bank. Sudah disiapkan, bentuk seperti apa kita lihat nanti,” ujar Hoesen.

Hoesen melihat yang terjadi saat ini, orang yang meminjam di pinjol ilegal lebih banyak untuk keperluan konsumtif, bukan untuk hal yang produktif. “Pinjol legal kan ada juga, kenapa enggak ke sana, karena dikasih filter batasan, lihat profilnya. Bisa bayar enggak, kalau ngemplang enggak kasih lagi. Saya amati memang lebih banyak masyarakat untuk konsumtif,” ujarnya.

Di sisi lain, Polri terus berupaya memberantas pinjol ilegal sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ini, sudah ada 13 kasus pinjol ilegal diusut Polri.

"Kami sudah mengungkap 13 kasus dengan 57 tersangka yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia," kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

Agus mengungkapkan 13 kasus pinjol ilegal yang diungkap itu tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari DIY, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Barat hingga Jawa Tengah.

Agus mengatakan saat ini kasus pinjol ilegal itu masih dianalisis. Nantinya, hasil analisis akan didiskusikan ke seluruh jajaran Polri di wilayah agar pelaku usaha pinjol ilegal bisa ditindak sesuai dengan aturan yang ada.

Menkopolhukam Mahfud Md menyatakan pemerintah telah merumuskan sejumlah alternatif pasal untuk menjerat pelaku pinjol ilegal. Salah satunya penggunaan pasal di UU ITE untuk penyebaran foto porno oleh pinjol saat menagih utang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

AS Disebut-sebut Bakal Memberikan Paket Senjata ke Israel Senilai Rp16 Triliun

News
| Sabtu, 20 April 2024, 17:37 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement