Advertisement
Tak Cerminkan Kebutuhan Hidup Layak, Formula UMP di DIY Ditolak Buruh
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Kabar penggunaan Omnibuslaw UU Cipta Kerja sebagai dasar penetapan upah buruh di DIY dikritik.
Buruh dan pekerja di DIY menolak kebijakan Upah MInimum Provinsi (UMP) 2022 yang akan rencananya akan ditetapkan pekan ini. Penolakan dilakukan karena Pemda DIY disebut menggunakan Omnibuslaw UU Cipta Kerja dalam menetapkan besaran UMP di DIY.
Advertisement
"Kami [para buruh] kan menolak UU Cipta Kerja dan mengusahakan menggugatnya di mahkamah konstusi. Kenapa pemda malah menggunakan aturan itu untuk menetapkan UMP padahal masih bermasalah," ujar Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia(KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan saat dikonfirmasi, Senin (15/11/2021).
Karena regulasi tersebut masih bermasalah, menurut Irsad, seharusnya Pemda tidak menggunakannya dalam menetapkan kebijakan yang berpengaruh pada kehidupan buruh dan pekerja di DIY. Penetapan UMP disebut menggunakan formula yang aneh dan sama sekali tidak mencermikan kehidupan kebutuhan hidup layak dari masyarakat di DIY.
BACA JUGA: Warga Jogja Siap-Siap! Banyak Razia Lalu Lintas hingga 28 November
Pemda tidak melakukan survei di lapangan dalam menetapkan UMP sehingga tidak menggambarkan kebutuhan riil masyarakat. Padahal sesuai konstitusi, setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak.
Dengan formula yang digunakan Pemda untuk menghitung UMP, maka nantinya akan embali terjadi defisit ekonomi seperti pada 2021 ini. Defisit ini yang harus ditanggung oleh buruh dan keluarganya alih-alih pemangku kebijakan.
Berdasarkan survei KHL Permenaker 13/2012, defisit ekonomi di Kota Jogja pada 2021 mencapai Rp 997.518, Sleman Rp 1.128.576, Bantul Rp 1.118.166, Kulon Progo Rp 1.103.031 dan Gunung Kidul Rp 988.281.
"Kalau cuma menggunakan formula-formula aneh itu, tidak bisa mentreatment [kehidupan] layak itu," tandasnya.
Karenanya Arsad menegaskan, DPD KSPSI DIY menolak penetapan UMP DIY. Sebab tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak sehari-hari.
Aturan tersebut juga menghilangkan peran Dewan Pengupahan dalam menetapkan upah. Bahkan menghilangkan collective bargaining yang dipunyai oleh Serikat Pekerja/Buruh melalui perwakilannya dalam Dewan Pengupahan.
"Pengupahan dengan PP 36/2021 tentang pengupahan, kenaikan upah hanya sekitar 3 persen, jadi penetapan upah ini semakin burukk," ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (disnakertrans) DIY, Aria Nugrahadi mengungkapkan Pemda sudah melakukan sidang pleno dengan Dewan Pengupahan. Sidang tersebut sudah menghasilkan rekomendasi untuk penetapan UMP DIY.
"Keluar rekomendasi tersebut untuk penetapan pengupahan dan akan diumumkan bapak gubernur minggu ini. Nanti tunggu diumumkan pak gubernur saja, tidak lama lagi kok," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Desain Besar Otonomi Daerah Perlu Atur Soal Evaluasi Pemda
Advertisement
Wisata Air Panorama Boyolali Jadi Favorit di Musim Libur Natal
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal dan Rute Lengkap Trans Jogja, Transportasi Murah untuk Keliling ke Sejumlah Tempat Wisata
- Remisi Natal 2024, Tiga Napi di Lapas Cebongan Sleman Langsung Bebas
- Prakiraan Cuaca di Jogja Hari Ini 26 Desember 2024: Siang Cerah Berawan, Sore Hujan Ringan
- Top Ten News Harianjogja.com, Kamis 26 Desember 2024, Yasonna Laoly Dicegah KPK, Lonjakan Wisatawan, Kecelakaan Pesawat
- Puluhan Gedung Sekolah di Bantul Butuh Perbaikan, Rata-rata Kerusakan Atap Bangunan
Advertisement
Advertisement