Advertisement

Komunitas di Bantul Ubah Sampah Plastik Jadi Beton hingga Bantalan Rel Kereta

Ujang Hasanudin
Kamis, 18 Agustus 2022 - 19:47 WIB
Bhekti Suryani
Komunitas di Bantul Ubah Sampah Plastik Jadi Beton hingga Bantalan Rel Kereta Ilustrasi. - Everypixel

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Berbagai upaya untuk mengatasi persoalan sampah terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dan juga warga. Salah satunya dilakukan komunitas Kampung Bijak Sampah di Dusun Kanggotan, Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret Bantul.

Komunitas ini berhasil mengubah sampah plastik yang selama ini tidak dilirik oleh pengepul sampah, seperti kantong plastik, bungkus sampo, bungkus mi instan, bungkus deterjen, hingga bungkus makanan ringan. Sampah plastik tersebut mampu diolah menjadi bahan bangunan beton seperti bata beton, separator pembatas jalan, paving blok, bantalan rel kereta api, hingga pemecah ombak.

Advertisement

Bahkan produk yang dihasilkan diklaim lebih kokoh dibanding bata beton yang berbahan semen, “Saya tidak bilang ini sebagai pengganti semen, namun bisa sebagai alternatif pengganti semen,” kata salah satu inventor atau penemu teknologi pemanfaatan residu plastik tanpa pembakaran bernama Agung Wisda, saat menunjukan mesin pencacah plastik menjadi bahan bangunan yang dinamakan Senblok, Kamis (18/8/2022).

Agung mengatakan keunggulan dari mesin tersebut tanpa pembakaran yang bisa menimbulkan polusi seperti yang digunakan di beberapa tempat. Cara kerjanya cukup sederhana, yakni sampah-sampah plastik dimasukkan dalam mesin pencacah hingga hancur. Setelah sampah hancur kemudian dimasukkan dalam mixer atau mesin pemanas dengan tenaga listrik, lalu dicampur dengan pasir.

Setelah residu plastik dicampur pasir kemudian dimasukkan dalam pencetak paving blok, “Alat pencetaknya sesuai apa yang mau diinginkan kebetulan alat cetaknya yang ada baru untuk paving blok sama separator jalan,” katanya.

Perbandingan saat mencampur dengan sistem pemanasan hanya 70% pasir dan 30% plastik. Untuk pasir tidak ada jenis khusus. Pihaknya sudah mencoba berbagai macam pasir mulai dari pasir laut, pasir kali Progo, pasir Merapi, bahkan sudah mencoba pasir dari berbagai daerah. Yang penting pasirnya tidak mengandung debu.

Proses produksinya juga tidak memebutuhkan waktu lama. Dari pencacahan palstik, penggabungan residu plastik dengan pasir hingga pencetakan hanya membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit, bahan bangunan bisa langsung digunakan. “Beda dengan produksi paving blok atau sejenisnya yang terbuat dari semen bisa butuh waktu 2-3 pekan baru bisa digunakan,” ungkapnya.

Menurutnya palstik memiliki daya rekat yang cukup kuat dan tahan banting dibandingkan semen. Harianjogja.com menyaksikan sendiri bahan bangunan yang terbuat dari sampah plastik dan pasir tersebut sempat dibanting-banting beberapa kali ke tembok dan batu dan hasilnya tidak pecah.

Saat ini mesin Senblok tersebut sudah diajukan menjadi hak paten pada 2019 lalu. Teknologi tersebut juga sudah diikutkan dalam lomba di Pertamina Foundation pada 2021 lalu dan hasilnya masuk lima besar dari total sekitar 4.000 peserta.

Koordinator Tim Invertor Tri Setyawati menambahkan, alat ini diciptakan karena keprihatinan warga terhadap banyaknya residu plastik yang belum mampu diselesaikan dengan tuntas. Residu ini kerap menumpuk di bank sampah atau tempat sampah, “Plastik-plastik seperti itu tidak laku dijual, ini mau dikemanakan,” kata Setyowati.

Setelah melakukan riset sejak 2016 lalu bersama Agung Wisda dan Surisyono akhirnya bisa menemukan teknologi yang pas sebagai solusi mengurangi sampah dengan membuatnya jadi bahan bangunan yang cukup kokoh.  Keunggulan dari teknologi tersebut diakuinya tidak ada proses pembakaran sehingga tidak menimbulkan polusi yang dapat mengagngu kesehatan. Dapat dikatakan teknologi tersebut berbasis teknologi hijau.

Pengasuh Kampung Bijak Sampah, Nur Subiyantoro mengatakan bahwa teknologi yang dikembangkan komunitasnya selaras dengan program Bantul Bersih Sampah 2025 atau Bantul Bersama. Menurutnya persoalan sampah tidak bisa hanya menggaungkan regulasi bahwa sampah harus selesai di tingkat kalurahan, namun tanpa solusi yang tepat.

BACA JUGA: Tak Main-Main! Tersangka Perkosaan di Umbulharjo Didakwa Pasal Berlapis

“Teknologi ini saya kira bisa menjadi salah satu solusi apalagi nonpolutan. Program ini kita awali dari Pleret kemudian nanti akan diperluas ke wilayah-wilayah lainnya, terutama kalurahan” kata dia. Pihaknya siap mengupayakan alat tersebut untuk mengolah sampah residu menjadi produk dengan nilai ekonomis tinggi yang bisa dilakukan di kalurahan-kalurahan.

Ia memastikan teknologi tersebut tidak akan dikomersilkan, justeru akan diperluas ke wilayah lainnya agar tiap wilayah bisa mengelola sendiri setelah mendapat pelatihan dan alatnya. Saat ini banyak juga permintaan dari berbagai daerah untuk memperbanyak teknologi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kemendagri Sebut Dana Desa Bisa Digunakan untuk Pemberantasan Narkoba

News
| Selasa, 23 April 2024, 14:27 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement