Advertisement
Geliat Perajin Batik di Kawasan Sumbu Filosofi Jogja
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Seiring dengan meredanya pandemi Covid-19, geliat aktivitas para perajin batik tulis di kawasan Sumbu Filosofi Jogja kembali terlihat. Para perajin yang terpusat di kawasan Kraton seperti Kampung Ngasem dan Kampung Taman kembali menerima kunjungan wisatawan mancanegara dan Nusantara untuk menikmati wisata edukasi membatik.
M. G. Asni Setyowati, salah satu perajin batik di Kampung Taman, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, telah bergelut dengan dunia batik tulis sejak 1995 dengan memproduksi batik tulis tradisional. Selain itu, ia juga membuka praktik pelatihan batik tulis bagi murid-murid sekolah asal luar DIY yang ingin mengenal salah satu warisan budaya dunia itu. Dalam sekali mengajar, ia bisa menerima sebanyak 60 murid. Mereka selama berbulan-bulan nantinya akan tinggal di seputaran Kampung Taman sampai mahir membatik tulis sendiri.
Advertisement
"Saya mengajarkan semuanya, mulai dari mendesain, proses mencanting, pemilihan warna dan lain sebagainya," kata Asni, Jumat (20/8/2022).
Umumnya, proses pengerjaan batik tulis membutuhkan durasi yang panjang. Lama pengerjaan tergantung dengan motif dan pewarnaan yang digunakan, ada yang memakan waktu tiga bulan, setengah tahun, bahkan satu tahun. Prosesnya dimulai dengan membersihkan kain yang akan digunakan sebagai medium membatik. Hal ini untuk menghilangkan kotoran kain yang berasal dari pabrik dan membuka pori-pori kain.
Setelahnya, kain akan dihaluskan kembali untuk merapatkan pori-pori yang sempat diregangkan tadi. Kemudian, masuk ke tahap menuangkan desain ke atas kain dengan membuat pola, lantas mencanting. Pada tahap ini juga dibubuhkan detail-detail sesuai dengan pola yang dibentuk, termasuk di bagian dalam. Setelahnya baru dilanjutkan dengan pengerjaan latar.
"Kemudian kain dibolak-balik, baru masuk ke pewarnaan, kalau yang tradisional langsung warna biru dan kalau misalnya mau kombinasi dengan coretan dengan warna macam-macam," ujar Asni.
Kain batik yang belum sempurna itu masih harus melewati tahap satu kali pewarnaan. Kain itu masih harus dibersihkan dari lilin yang menempel. Kemudian dicanting lagi untuk menentukan bagian yang diberi warna biru ataupun putih. Tahap terakhir adalah pewarnaan kedua dengan warna cokelat, lantas di-lorot.
Menurut Asni, tahapan yang cukup penting dalam proses batik tulis adalah pada saat mencanting kain. Pada proses ini ada aturan yang harus diikuti baik tata letak kompor maupun saat tangan mengambil lilin malam serta menuangkannya ke atas kain. Mestinya kompor diletakkan di sebelah kanan agar lebih aman. Dan tangan digerakkan dengan perlahan saat mengambil lilin malam serta hanya pergelangan tangan yang bergerak saat menuangkannya ke atas kain.
"Tidak boleh menggerakkan tangan secara langsung dengan serampangan. Harus seperti orang menari, hanya pergelangan tangan yang bergerak supaya halus dan tidak cepat capek," ungkap Asni.
Perjalanan perajin batik di Kampung Taman punya cerita yang panjang. Awalnya hanya ada segelintir perajin di tempat itu. Mereka biasanya mengerjakan batik tulis untuk hiasan dinding yang nantinya dipigura. Para perajin juga menerima pelatihan membatik bagi wisatawan asing. Pada periode 1980 an, Asni menyebut sektor itu kemudian booming dan mendatangkan berkah bagi para warga setempat.
Hal ini lantas membuat wilayah lain dan para pendatang ikut tertarik untuk membuka toko, workshop dan produksi batik, lantas menyebar ke kampung-kampung sekitarnya. Pada periode ini juga mulai bermunculan para buruh batik tulis yang mengerjakan kain di rumah masing-masing. Mereka biasanya mendapat pekerjaan saat pesanan batik sedang tinggi-tingginya.
Sekarang Asni tengah sibuk mengembangkan motif khas dari batik tulis Kampung Taman. Ia mempelajari struktur dan ciri arsitektur bangunan yang ada di wilayahnya untuk kemudian menuangkannya ke dalam bentuk pola dan motif baru. Cara ini menurut dia merupakan upaya dalam melestarikan warisan budaya dunia serta dukungan terhadap pengajuan kawasan Sumbu Filosofi ke UNESCO.
"Hadirnya kerajinan batik ini berkaitan dengan pengajuan Sumbu Filosofis, tentu harus dipertahankan sebagai ciri khas Jogja. Untuk mendukung Sumbu Filosofi tidak hanya bangunan secara fisik, tetapi bentuk budaya juga perlu dilestarikan," ujarnya.
Nilai Universal
Kepala Kepala Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi DIY Dwi Agung Hernanto menyebut aktivitas batik tulis yang berada di sepanjang kawasan Sumbu Filosofi menjadi salah satu penguat dalam pengajuan Sumbu Filosofi menjadi warisan budaya dunia. Syarat utama sebuah budaya bisa diakui sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO yakni memiliki Outstanding Universal Value (OUV) atau Nilai Universal Luar Biasa dan batik tulis Jogja menjadi salah satu OUV yang ikut diajukan.
Menurut Agung, keberadaan batik tulis mesti terus dilestarikan dan didukung dalam upaya merawat salah satu warisan budaya tak benda atau Intangible Cultural Heritage (ICH). "Khususnya yang berada di area Sumbu Filosofi, itu yang menguatkan OUV (OUV nomor VI) Sumbu Filosofi yang diusulkan sebagai warisan budaya dunia," ungkap Agung.
Dalam pengajuan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia, Pemda DIY menyertakan empat OUV yakni OUV 1, 2, 3, dan 6. Batik menjadi OUV yang keenam. "Meskipun sebenarnya batik sebagai ICH sudah ditetapkan sebagai warisan dunia. Tentu untuk keberadaan para perajin harusnya tetap dilindungi keberadaannya," imbuh Agung.
Beberapa perajin batik di Kampung Taman juga membuka layanan wisata edukasi membatik kepada wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara. Sekarang kampung itu telah ramai dengan aktivitas wisatawan lokal dan mancanegara yang membatik di sejumlah artshop maupun lorong-lorong di Kampung Taman.
Sinesius Iwan Setiawan menyampaikan para perajin batik kini kembali optimistis akibat geliat wisata yang kembali pulih. Setiap hari kawasan itu kini kembali ramai dikunjungi oleh wisatawan, utamanya mancanegara. "Memang sudah mulai tumbuh, karena tamu dari mancanegara sudah mulai ramai apalagi lokal, jadi saya sangat sambut dengan gembira dan optimis bahwa perjain batik sudah kembali pulih," kata Iwan.
Di workshop batiknya, Iwan membuka pelatihan batik untuk wisatawan lokal dan asing. Tarifnya yakni Rp150.000 untuk pengunjung lokal dan Rp200.000-Rp300.000 untuk pengunjung asing. Pelatihan membatik menggunakan kain dengan ukuran 150 cm x 50 cm. Selain batik kain ia juga membuka pelatihan batik kaus dengan harga Rp250.000.
Total ada 30 perajin batik tulis yang tergabung dalam paguyuban itu. Mereka tidak hanya memproduksi batik, tetapi juga ikut melakukan edukasi dan membuka praktik membatik kepada pengunjung baik dengan motif tradisional serta modern.
"Kalau untuk motif di sini saya bikin macam-macam ada tradisional, kontemporer dan lukis flora fauna, teknik gambar topeng, wayang juga ada," ujar dia.
Menurut Iwan, pengajuan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia merupakan momentum yang tepat untuk mengajak anak-anak muda terlibat aktif dalam pelestarian batik. Apalagi Jogja juga telah ditetapkan sebagai kota batik dunia.
"Kalau butuh keberlanjutan agar budaya batik ini lestari, kita bisa membikin inovasi dan kreativitas dengan gaya kita sendiri, jadi tidak kaku dan biar kian digandrungi oleh anak-anak muda," ucap Iwan. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Peringati Sumpah Pemuda, Karang Taruna Rejowinangun Gelar Rejowinangun Fest 2024
- Ruang Melamun Bisa Jadi Rekomendasi Toko Buku Lawas di Jogja
- BKAD Kulonprogo Terbitkan SPPT, Nilai Pajak Bandara YIA Tahun 2024 Rp16,38 Miliar
- Grand Zuri Malioboro Corporate Gathering Nobar Home Sweet Loan
- Pilkada 2024: Politik Uang Tak Pengaruhi Preferensi Pemilih di Kota Jogja
Advertisement
Advertisement