Mengurai Masalah Masyarakat dari Laboratorium
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN — Air merupakan zat yang berunsur murni hidrogen dan oksigen. Di dalamnya bisa saja terkandung beragam mineral, bahkan bakteri pencemar.
Di tangan Fajri Mulya Iresha, laboratorium air milik Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (Prodi TL UII) dikelola hingga menjadi laboratorium dengan peranti canggih yang bisa meneliti secara detail kandungan dalam air.
Advertisement
Salah satu mahasiswa Indonesia yang kuliah di Kyota University sempat bingung. Saat sedang meneliti sampel air di Indonesia, dia tidak mendapat laboratorium yang sesuai standar kampusnya di Jepang.
Dia perlu alat yang canggih serta sudah mendapat sertifikasi internasional. Untungnya, dia menemukan satu tempat di Utara Jogja, tepatnya di Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (TL UII). Hanya laboratorium air di UII yang sesuai dengan kualifikasi yang dia cari.
“Laboratorium air yang sesuai cuma di UII kata senseinya, cuma tempat ini yang alatnya sama dengan yang ada di Jepang,” kata Fajri Mulya Iresha yang merupakan Manager Laboratorium TL UII.
Ada puluhan alat pengujian yang sudah sesuai standar nasional dan internasional. Dua di antaranya Gas Chromatography Mass spectrometer (GCMS) dan Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP MS).
GCMS bisa meneliti senyawa organik sampai pada tahap emerging pollutant. Penelitian di Indonesia belum sampai tahap emerging pollutant, umumnya baru sampai melihat sudah belumnya kualitas air memenuhi baku mutu.
Alat ini bisa melihat kandungan mikroplastik sampai paracetamol yang dikonsumsi manusia. Bisa juga melihat senyawa kompleks yang ada di pencemaran minyak seperti dari SPBU dan lainnya. Penelitian sedetail ini umumnya baru ada di negara maju.
Adapula alat bernama ICP MS, yang bisa meneliti logam berat. Berbeda dengan alat lain yang hanya bisa melihat beberapa partikel, alat ini hampir bisa meneliti semua unsur.
BACA JUGA: Seniman Jogja Ramai-Ramai Melukis di Rumah Mahfud MD
Dalam praktiknya, ICP MS bisa melihat kandungan logam berat dalam air minum yang terlihat bersih.
“Apabila dengan alat lain air minum tertentu tergolong aman, dengan alat yang bisa meneliti sampai sangat detail, bisa terlihat apabila dalam air minum itu ada kandungan logam beratnya,” kata Fajri yang juga dosen TL UII.
Kelengkapan dan kecanggihan alat di TL UII mungkin tidak terpikir saat awal pembentukan program studi ini. Saat 1999, baru ada satu laboratorium air yang secara ruang dan alatnya terbatas. Namun para dosen, termasuk Fajri dan para seniornya, sedikit demi sedikit memperbaiki TL UII dari segala sisi.
Jurusan yang sempat dianggap “duafa” lantaran sedikitnya jumlah mahasiswa, mulai memfokuskan diri menaikkan akreditasi.
Setelah sekitar 2008 mendapat akreditasi prodi A, mahasiswa semakin bertambah. Maka fasilitas juga perlu bertambah, termasuk di dalamnya laboratorium.
“Waktu itu, para dosen senior ingin menaikkan level laboratoirum tidak hanya untuk praktikum. Kalau cuma praktikum tidak akan berkembang,” kata lulusan S1 dan S2 Univeristas Indonesia ini.
Langkah berikutnya berupa pengajuan akreditasi tingkat nasional sampai internasional. Saat ini, laboratorium air TL UII sudah masuk kategori unggul dalam skala nasional. Laboratorium ini juga mendapat dua akreditasi internasional. Kampus yang akreditasi laboratorium airnya selengkap ini baru ada di UII. Laboratorium air di ITB baru mendapat satu akreditasi internasional.
Dari prodi “duafa”, kini jumlah mahasiswa TL termasuk yang terbanyak di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII.
Kepercayaan
Tidak hanya dipercaya orang tua untuk menitipkan anak-anaknya, laboratorium air di TL UII juga mendapat kepercayaan dari berbagai lembaga swasta, pemerintahan, industri, sampai peneliti yang hendak menguji sampel tertentu.
Sebut saja Sucofindo, Pertamina, PLN, Dinas Lingkungan Hidup, sampai PT KAI. Pengujian juga merambak pada air laut. Pertamina salah satu yang meminta UII menguji sampel air laut yang menjadi jalur pelayaran kapal tongkang.
“Pertamina mau memastikan jalur pelayaran mereka tidak mencemari lautan. Enggak banyak yang berani dan bisa meneliti air laut. Air laut itu ibarat kata rewel, karena banyak ion di laut,” katanya.
Dengan alat yang semakin canggih ini, maka penelitian juga bisa semakin detail. Sebagai salah satu fungsi pendidikan dalam penelitian, kampus bisa berkontribusi mengurai permasalah yang ada di masyarakat. Penelitian yang kuat dan kontekstual bisa menjadi pedoman pengambilan kebijakan ke depannya.
Dalam penelitian S3 Fajri misalnya. Dengan memanfaatkan alat ICP MS di UII, dia bisa mengetahui partikel yang ada di lingkungan sekitar tempat pembuangan sampah.
Di tempat pembuangan sampah Gunung Tugel, Banyumas, Jawa Tengah, Fajri mendapati apabila kandungan logam berat terdapat di padi, yang ditanam di sawah sekitar tempat pembuangan sampah.
Bahkan kandungan logam berat ini juga terdapat di rambut warga. Temuan ini memungkinkan apabila dilakukan dengan alat yang memang mumpuni.
“Warga di sekitar sudah bertahun-tahun mengonsumsi air di sekitar situ,” kata laki-laki berusia 31 tahun lulusan S3 Kyoto University ini. “Kalau sudah makin maju sebuah negara, [penelitian] bakal ke arah seperti itu.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kisah Ilustrator, Dari Banguntapan, Gundala dan Gojira Menyala di GBK
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
- Mendorong Pilkada yang Inklusif dan Ramah Difabel
Advertisement
Advertisement