Advertisement

Tanah Bergerak Jadi Penyebab Bencana Paling Banyak di DIY, Ini Solusinya

Triyo Handoko
Minggu, 12 Februari 2023 - 06:27 WIB
Budi Cahyana
Tanah Bergerak Jadi Penyebab Bencana Paling Banyak di DIY, Ini Solusinya Sejumlah pemgendara sepeda motor antre dan berhati hati saat melintas Ruas 21 Jalur Cinomati karena licin akibat adanya material longsor, Jumat (3/2/2023). Sudah ada belasan pengendara motor yang jatuh. - Dok. SAR DIY Distrik Bantul

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menyebut bencana pada 2022 kebanyakan disebabkan tanah bergerak.

Data BPBD DIY menunjukkan dari total 1.817 bencana, lebih dari separuhnya karena longsor di 707 titik dan gempa tak terasa sebanyak 762 kali.

Advertisement

Kondisi tersebut ditanggapi Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno pada Jumat (10/2/2023).

“Di kawasan dengan banyak tanah bergerak ini memang idealnya tidak dibangun bangunan berat-berat. Bangunan jenia ini paling banyak ditemui di objek wisata yang mengeksploitasi kawasan perbukitan, menjual pemandangan tebing. Contohnya di Bukit Bintang, Patuk,” jelasnya.

Tak hanya di kawasan perbukitan, menurut Eko, mulai banyak pembangunan di sempadan pantai yang meningkatkan potensi bencana.

“Abrasi itu juga bagian dari itu [tanah bergerak], kalau banyak yang bangunan beratnya nanti bisa cepet abrasinya,” katanya.

Eko menyoroti perizinan pembangunan objek wisata di daerah rawan bencana tersebut.

“Coba dicek di Bukit Bintang itu ada izinnya tidak, kalau dari RTRW [Rencana Tata Ruang Wilayah] jelas itu kawasan rawan longsor, kalau diberi izin ya berarti sembrono yang memberikan, kalau enggak ada izin mestinya ditertibkan,” ujarnya.

Mitigasi bencana di kawasan tanah bergerak, lanjut Eko, jadi tanggung jawab bersama.

“Tidak hanya pemerintah, tapi dunia usaha dan masyarakat juga. Kalau masyarakat ini biasanya bangun rumah di lereng rawan longsor, itu harus tahu juga resiko-resikonya,” ucapnya.

Penertiban tata ruang, menurut Eko, bagian penting dari mitigasi bencana yang disebabkan tanah bergerak.

“Jangan sampai baru sadar kalau sudah memakan korban, apalagi objek wisata itu tempat banyak orang kalau ada longsor, misalnya, itu kan bahaya sekali,” tegasnya.

Eko menyebut tak perlu menunggu terjadinya bencana, kerugian akibat pembangunan yang tidak tertib tata ruang sudah bisa dirasakan mulai sekarang. “Sebetulnya tidak perlu sampai terjadi bencana, kerugian sekarang bisa dilihat kalau di kawasan karst secara tidak langsung bukit yang dikepras dibangun wisata itu cadangan airnya sudah menipis,” katanya.

PSMB UPN Yogyakarta, jelas Eko, pernah memberikan rekomendasi-rekomendasi pembangunan yang tepat di kawasan rawan bencana.

“Sudah pernah kami sampaikan ke Kepatihan, bagaimana risiko-risikonya. Termasuk pembangunan JJLS di Gunungkidul yang memapras kast itu bawahnya sungai bawah tanah potensi ambles apalagi kalau udah dilewati dan beban bahu jalannya meningkat,” jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata (Dinpar) DIY Singgih Raharjo mengatakan Pemda DIY mengebut peta jalan atau roadmap Responsible Tourism Destination (RTD). Salah satu sektornya mitigasi bencana. “Targetnya 2023 ini roadmap RTD rampung, baru bagian kesehatan, ini sedang bagian keamanan kami koordinasikan dengan Polda DIY,” katanya, Kamis (9/2/2023).

Roadmap RTD menjadi pedoman kebijakan objek wisata yang aman dan sehat. “Ini tanggung jawab bersama. Dinpar bekerja sama dengan dinkes untuk kesehatannya, Polda DIY untuk keamanan, dan BPBD DIY untuk mitigasi bencananya,” jabarnya.

Keselamatan wisatawan, lanjut Singgih, kunci pembangunan wisata yang baik. “Kalau keselamatan wisatawan dari berbagai bidang itu terjamin maka kunjungan wisatawan juga akan meningkat,” ujarnya.

Rencana penyusunan roadmap RTD tersebut diapresiasi Ketua Badan Promosi Pariwisata DIY GKR Bendara. “Lewat RTD ini kebijakan pariwisata DIY jadi lebih terarah dan punya kekhasan,” katanya, Kamis sore saat Media Night Out di Artotel Bianti.

GKR Bendara juga menyoroti pembangunan objek wisata yang harus memotong bukit, baginya hal tersebut tidak bertanggung jawab. “Kekhasan yang hendak dibangun dari pariwisata DIY adalah pengalaman wisata yang alami dan berbudaya, jadi bukan mengikuti tren,” jelasnya.

RTD akan mendukung lama tinggal wisatawan, jelas GKR Bendara, karena layanan wisata yang ada juga menjamin kenyamanan pelancong. “Lama tinggal wisatawan ini jadi tantangan wisata DIY, selain karena menyangkut pihak ketiga juga harus meningkatkan layanan wisata yang ditawarkan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement