Sejarah Peralihan Fungsi Prajurit Kraton Jogja, dari Perang Menjadi Upacara Budaya

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Penampilan prajurit Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dalam suatu upacara budaya. Kondisi prajurit ini ke depan perlu terus dilestarikan. Materi ini dibahas dalam diskusi bertajuk Prajurit Kraton Ngayogyakarta, Bagaimana Melanjutkan Pelestarian dan Pengembangannya di Ndalem Yudonegaran, Sabtu (4/3/2023).
Prajurit kraton memang mengalami peralihan fungsi, jika zaman dahulu menjadi garda terdepan dalam peperangan dan mengamankan lingkungan kraton. Akan tetapi saat ini menjadi sering menjadi pengawal dalam setiap upacara budaya di lingkungan Kraton.
Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat KRT Jatiningrat menjelaskan fungsi prajurit kraton saat ini berbeda dengan zaman dahulu yang digunakan untuk mendukung peperangan melawan penjajah. Pada periode 1945 hingga 1970 melalui Sri Sultan Hamengku Buwono IX, fungsi prajurit kraton mulai diubah dari perang menjadi upacara budaya. Selain itu pakaian prajurit juga turut diubah menjadi lebih berwarna seperti saat ini.
BACA JUGA : Grebeg Mulud Kraton Ngayogyakarta Kali Ini Istimewa
“Karena prajurit Kraton diubah. Saat itu diubah dari perang menjadi untuk upacara. Maka sampai sekarang seperti itu, karena dulu Belanda sangat khawatir terutama setelah Ngayogyakarta bergabung dengan Republik Indonesia. Ini juga mengapa prajurit memiliki pakaian yang menarik, bukan lagi untuk perang tapi upacara,” kata pria yang disapa Romo Tirun ini dalam diskusi tersebut.
GBPH Yudhaningrat menambahkan terciptanya keprajuritan kraton terjadi sejak era Pangeran Mangkubumi bergelar Sri Sultan HB I. Kraton membangun tata kota dengan kampung di mana batalyon atau regu prajurit Kraton tinggal. Di luar itu, ada kampung-kampung pedesaan dan yang paling ujung untuk menghadapi musuh adalah masjid Pathok Negara yang dipimpin Penghulu Kraton.
“Kalau ada musuh, yang mengawali filter adalah di pondok setiap masjid Pathok Negara," ujarnya.
Di Kraton Ngayogyakarta ada prajurit Bugis dan Daeng yang awalnya merupakan pedagang di tanah Jawa memutuskan menetap di wilayah Mataram. Kraton memiliki 10 bregada dengan delapan di bawah Kraton langsung dan dua diberi tugas khusus. Bugis mengawal pemerintahan di Kepatihan dan Surokarso ditugaskan mengawal Putera Mahkota di Mangkubumen.
“Para prajurit sudah diminta Sri Sultan HB I untuk mempelajari budaya adiluhung sejak awal berdirinya Kraton Ngayogyakarta. Prajurit Kraton tugas paling pokok melanjutkan dan melestarikan Kraton. Mereka tidak berperang namun untuk acara budaya, keagamaan seperti Grebeg yang dilaksanakan Kraton,” katanya.
BACA JUGA : Pekan Depan, Labuhan Kraton Kembali Digelar
Founder Indonesiagaya Gayatri Wibisono dalam kesempatan itu menyatakan berbagai hal tentang prajurit Kraton Ngyaogyakarta Hadiningrat memiliki daya Tarik buda tersendiri. Diskusi tentang prajurit kraton sangat dibutuhkan untuk meningkatkan informasi masyarakat. Terutama agar ke depan prajurit kraton ini tetap terjaga kelestriannya.
“Saat ini kami juga fokus pada kerajinan, alam dan budaya yang menjadi unsur penting di Indonesia. Salah satunya di Jogja lewat bincang budaya untuk mendapat informasi. Harapannya prajurit kraton ini tetap lestari ke depan,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Guru Besar UGM Klarifikasi soal Tudingan Gratifikasi Rp7 Miliar
Advertisement

Deretan Negara di Eropa yang Bisa Dikunjungi Bagi Pelancong Berduit Cekak
Advertisement
Berita Populer
- Mobil Hangus Terbakar di Ruas Jalan Saptosari-Paliyan Gunungkidul, Sopir Terluka
- Dua RTHP di Kota Jogja Siap Diintegrasikan dengan Pengolahan Sampah Organik
- Polisi Periksa Kejiwaan Pelaku Mutilasi Sleman
- Tersangka Pelecehan Atlet Gulat di Bantul Resmi Ditahan
- Mahasiswanya Ditemukan Meninggal karena TBC di Indekos, UMY Lakukan Skrining
Advertisement