Advertisement

Promo Desember

Dibangun sejak 2007, Tanjung Adikarta Masih Saja Mangkrak

Andreas Yuda Pramono
Minggu, 09 April 2023 - 16:37 WIB
Arief Junianto
Dibangun sejak 2007, Tanjung Adikarta Masih Saja Mangkrak Ilustrasi Pelabuhan Tanjung Adikarto. - Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Pelabuhan Tanjung Adikarta di Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates yang dibangun sejak 2007 dengan menggusur lahan pertanian warga, hingga kini justru mangkrak. Warga terdampak yang sangat berharap dapat bekerja di pelabuhan akhirnya pun tidak pernah terwujud.

Lurah Karangwuni, Anwar Musadad mengatakan bahwa pelabuhan tersebut berdiri di atas tanah Pakualam Grond (PAG) yang dulu dimanfaatkan sebagai pertanian warga.

Advertisement

“Ganti rugi juga sudah diberikan. Prinsipnya itu warga merelakan mata pencaharian pokok mereka untuk dibangun sebuah pelabuhan,” kata Anwar dihubungi pada Minggu (9/4/2023).

Anwar menambahkan bahwa ketika warga telah merelakan mata pencaharian mereka digusur, mereka memiliki harapan yang besar terhadap pelabuhan tersebut untuk menampung mereka agar perekonomian tetap berjalan. Terangnya, nelayan di Kalurahan Karangwuni menjadi daerah dengan nelayan yang memiliki kapal dan tangkapan ikan terbanyak.

Hanya saja, dia menegaskan nelayan Karangwuni paling tidak diperhatikan.  “Kendati pemerintah sudah membangun TPI [Tempat Pelalangan Ikan] yang ada sandaran kapalnya di sebelah Barat pelabuhan, tetapi sandaran TPI itu tidak dapat digunakan. Nelayan itu malah lebih memilih membuat gubuk-gubuk kecil secara swadaya untuk perahu bersandar di bagian Selatan pelabuhan,” katanya.

BACA JUGA: Bertekad Kembangkan Potensi Pesisir DIY, Pemda DIY Belajar ke Pelabuhan Perikanan Samudera

Nelayan Karangwuni pernah memaksakan untuk memakai TPI buatan pemerintah tersebut, kata Anwar. Hanya saja para nelayan malah kesulitan beraktivitas. Bahkan, sempat terjadi beberapa kali kecelakaan laut (laka laut).

“Nelayan akhirnya tidak mau lagi menggunakan TPI itu. Pokoknya, meskipun gubuk-gubuk dibuat seadanya yang penting nelayan bisa selamat dan bisa melaut. Lebih aman kata mereka,” ucapnya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulonprogo, Trenggono Trimulyo mengatakan bahwa sejak awal pelabuhan milik provinsi itu didirikan, sedimentasi menjadi faktor utama penghambat kapal untuk masuk.

“Ketika sedimen itu dikeruk, tidak lama kemudian sekitar satu atau dua bulan sudah menutup lagi di muaranya. Kapal motor tempel saja tidak bisa masuk, apalagi kapal besar. Sangat dangkal lah. Sedimentasinya itu juga melebar,” kata Trenggono, Minggu.

Trenggono menambahkan bahwa perlu adanya penambahan pemecah air di sisi Timur. Arah angin yang berasal dari Timur menyebabkan sedimentasi cepat bertambah. Katanya, pemecah air tersebut efektif untuk menanggulangi sedimentasi. “Angin dari Timur membawa pasir dari Timur dan tertahan di pemecah air sisi Barat,” katanya.  

Dia menegaskan pelabuhan tersebut saat ini justru mangkrak. Tidak ada aktivitas apapun. Perawatan pun juga tidak dilakukan, katanya. Padahal, apabila pelabuhan tersebut aktif, kata Trenggono dapat menyerap lebih dari 5.000 pekerja. Warga yang mata pencahariannya dulu sempat tergusur akibat pembangunan pelabuhan itu pun dapat diakomodasi.

“Yang masih bagus itu gedung kantor dan aula, sedangkan sisanya sudah mulai rusak. Total luas pelabuhannya sendiri sekitar 10 hektar,” ucapnya.

Kurang Panjang

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) DIY, Bayu Mukti Sasongka mengatakan Tanjung Adikarta yang merupakan pelabuhan perikanan pantai (P3) tersebut telah memiliki fasilitas lengkap baik darat maupun laut.

“Tetapi kapal belum bisa masuk, karena sedimentasi. Waktu kami kaji, ternyata panjang pemecah airnya itu kurang panjang. Panjang pemecah air sisi Timur kurang 150 meter dan sisi Barat kurang 100 meter, sehingga sedimen masih masuk,” kata Bayu dihubungi pada Minggu.

Tegasnya, pengerukan sedimen pernah dilakukan hingga menelan biaya tinggi, namun gagal akibat tingginya sedimen. Kata Bayu, perpanjangan pemecah air pun ditaksir akan menelan anggaran hingga Rp500 miliar mengacu pada kajian DKP DIY.

“Situasi sekarang itu kami dilema. Kalau pemecah air itu diperpanjang, pertanyaan adalah apakah tidak akan mengganggu YIA. Kalau tidak dikaji lebih lanjut, nanti malah membuat abrasi di wilayah bandara,” katanya.

Bayu mengatakan belum ada kepastian yang dapat diberikan terkait pelabuhan Tanjung Adikarta tersebut. Kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang sempat diwacanakan pun masih terganjal syarat-syarat. Dia menegaskan DKP DIY akan menempuh berbagai jalan untuk menyelesaikan permasalahan pelabuhan tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pulangkan 91 WNI dari Suriah

News
| Sabtu, 21 Desember 2024, 21:57 WIB

Advertisement

alt

Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup

Wisata
| Sabtu, 21 Desember 2024, 10:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement