Kasus Mafia Tanah Jogja, Kejati DIY Diminta Usut Perangkat Kalurahan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kasus mafia tanah yang dibongkar Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY dan menjerat Direktur PT Dazatama Putri Santosa (DPS) sebagai pengembang perumahan di atas tanah kas desa (TKD) perlu didalami lagi. Jogja Corruption Watch (JCW) meminta Kejati DIY memeriksa perangkat kalurahan yang memberikan izin TKD untuk pembangunan perumahan tersebut.
JCW menilai kasus mafia tanah seharusnya tak hanya menyeret satu tersangka, yaitu RS, 33, yang jadi Direktur PT. DPS. “Karena menjadi tanda tanya dan aneh bin ajaib ada pembangunan segede gaban tapi perangkat setempat yaitu kalurahan dan kapanewon tidak mengetahui adanya pembangunan properti yang menggunakan tanah kas desa,” kata Kepala Divisi Pengaduan Masyarakat JCW, Baharudin Kamba, Minggu (16/4/2023).
Advertisement
JCW mendorong Kejati DIY menelusuri ada atau tidaknya dugaan keterlibatan perangkat kelurahan atau kapanewon setempat dalam perkara mafia tanah tersebut. “Hal yang lain adalah kasus ini seharusnya menjadi evaluasi bagi Pemda DIY untuk segera melakukan inventarisasi tanah kas desa secara tuntas termasuk izin peruntukan atau penggunaannya,” katanya.
Inventarisir TKD, jelas Kamba, untuk memudahkan pengawasan penggunaan TKD yang bermasalah. “Apabila ditemukan adanya pelanggaran, maka hal yang sama yaitu proses hukum juga harus dilakukan,” ujarnya.
Kamba mendesak Kejati DIY memeriksa semua pihak yang memberikan persetujuan atas permohonan sewa tanah kas desa yang diajukan PT Dazatama Putri Sentosa ini. “Apabila ditemukan adanya unsur pidana korupsi suap atau gratifikasi, maka harus diproses hukum. Siapa pun itu harus diproses hukum,” terangnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY menangkap tersangka korupsi penyalahgunaan tanah kas desa di Sleman, RS, Direktur PT Dazatama Putri Santosa (DPS), Jumat (14/4/2023). Kasus korupsi ini terkuak setelah Sultan HB X mengeluarkan Surat Gubernur DIY No.700/1277 terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tentang pemanfaatan tanah kas Desa Caturtunggal Kabupaten Sleman oleh PT DPS.
Dalam LHP tersebut, Sultan mengalami kerugian Rp2,4 miliar. Surat tersebut ditindaklanjuti Kejati DIY dengan penyidikan. “Penyidikan Kejati DIY menemukan adanya penguasaan tanah kas desa total kurang lebih sekitar 16.000 meter persegi, kurang lebih sekitar itu. Kalau dibangun rumah semuanya belum, tetapi di situ udah ada pemagaran, pemagaran berarti kan sudah merupakan petunjuk yang menunjukkan di lokasi itu akan dibangun rumah,” ujar Kepala Kejati DIY Ponco Hartanto, Jumat (14/4/2023).
Ponco menyebut tersangka RS yang menggunakan tanah kas desa untuk pembangunan rumah terancam hukuman 20 tahun penjara. “Pasal yang disangkakan konstruksi pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 ayat 1 juga Undang-undang Tindak Pidana Korupsi,” terangnya.
Kejati DIY sudah menahan RS. “Di Lapas Wirogunan, penahanan selama 20 hari terhitung sejak 14 April 2023 sampai 3 Mei 2023,” katanya.
BACA JUGA: Disomasi Sultan HB X, Direktur Deztama Tegaskan Patuhi Aturan Tanah Kas Desa DIY
Ponco menegaskan penanganan kasus ini menjadi prioritas karena Presiden Jokowi dan Kejaksaan Agung juga tengah memberantas mafia tanah di Indonesia. “Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung No. 16/2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah. Modus dalam perkara ini adalah menyewa sebagian tanah kas desa untuk menguasai sebagian besar tanah desa yang lainnya. Kami akan menangani dengan saksama,” ujar dia.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan menjelaskan awalnya PT DPS mengajukan izin sewa tanah kas desa pada 2015 seluas 5.000 meter persegi. “Lalu pada 2020 kembali mengajukan Proposal Permohonan Sewa Tanah Kas Desa Caturtunggal Seluas 11.215 m2 untuk keperluan Area Singgah Hijau Ambarukmo Green Hills. Kemudian setelah melalui mekanisme permohonan pemanfaatan lahan, tanah kas Desa Caturtunggal seluas 11.215 meter persegi tersebut belum mendapatkan izin dari Gubernur DIY,” jelasnya.
Lahan yang belum mendapat izin Gubernur DIY tersebut sudah dibangun perumahan. “Selain tanpa izin, PT DPS tidak membayar uang sewa, membangun tanpa dilengkapi izin mendirikan bangunan, izin gangguan, dan izin pengeringan lahan karena merupakan tanah pertanian, serta tidak membayar penyertifikatan tanah kas desa yang seharusnya dari pembayaran tersebut menjadi pendapatan negara,” kata Herwatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur
- Gunungkidul City Run & Walk 2024: Olahraga, Pariwisata, dan Kebanggaan Daerah
- Resmi Diluncurkan, 2 Bus Listrik Baru Trans Jogja Bertahan hingga 300 Km Sekali Isi Daya
- Kemiskinan Sleman Turun Tipis, BPS Sebut Daya Beli dan Inflasi Jadi Biang
- Relawan Posko Rakyat 45 Kerahkan Dukungan ke Pasangan Afnan-Singgih
Advertisement
Advertisement