Advertisement
Musisi di Bantul Mengeluh Kurangnya Perhatian Pemerintah
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Para seniman khususnya musisi lokal di Bantul mengeluhkan kurangnya perhatian pemerintah dalam memberikan ruang ekspresi untuk bermusik sekaligus mencari penghidupan.
Kondisi tersebut di antaranya disuarakan oleh Rakanda Samudero Kinasih, 26, dan Farel Jonggi Lamundito, 22. Keduanya merupakan dua pemain musik yang pernah masuk Gita Bahana Nusantara (GBN) yang bermain musik saat Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI di Istana Negara. Rakanda lolos GBN pada 2018 dan Farel di tahun berikutnya.
Advertisement
“Selama ini memang perhatian pemerintah untuk mewadahi kami dan memberikan pembinaan masih kurang,” kata Rakanda kepada awak media, Selasa (23/5/2023).
Pada Minggu (21/5/2023) malam lalu Rakanda dan Farel beserta para seniman musik dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta berlatih memainkan alat musik dalam orkestra yang mereka beri nama ‘Selaras’.
Disela-sela latihan tersebut mereka menyalakan lilin sebagai bentuk meminta pertolongan kepada pemerintah dengan Save Our Souls (Selamatkan Jiwa Kami) atau SOS di Rumah Jawa Apik (RJA) Kafe dan Rumah Kreatif, Jalan Menayu Lor 2, Dusun Kersan, Kaluraan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul.
Baca juga: Profil Lengkap Puteri Indonesia 2023 Farhana Riswari, Punya Gelar Dokter
Rakanda mengatakan orkestra Selaras tersebut sebagai wadah untuk berlatih dan bermain musik bersama yang difasilitasi Rumah Jawa Apik. “Itulah kenapa kami mengirim sinyal SOS agar ada pertolongan dari pemerintah dan kami bisa bangkit,” ujarnya.
Lebih lanjut Rakanda mengatakan selama ini para pemusik mencari event ataupun job bermusik secara mandiri dan mencari link secara mandiri. Demikian untuk mencari kesejahteraan mereka bekerja sebagai pengajar musik. Pemerinta diakuinya kurang perhatian kepada mereka baik dalam bentuk mewadahi atau memanfaatkan jasa mereka dalam kegiatan-kegiatan pemerintah.
Beda dengan Luar Negeri
Ia membandingkan kondisi di luar negeri dimana para musisi dapat hidup layak dari musik karena ada peran pemerintah yang merangkul. “Kalau di sini kami rasakan masih kurang. Misalnya anak-anak eks GBN, selesai tampil ya sudah cari jalan masing-masing, tidak ada wadah yang dibentuk,” ucapnya.
Padahal, lanjut pria yang kini menempuh S2 Jurusan Penyajian Musik di ISI Yogyakarta tersebut menyampaikan bahwa untuk bisa tembus atau lolos seleksi GBN bukan perkara mudah. Rakanda yang lolos GBN 2018 lalu itu harus menampilkan kemampuanya bermain biola di depan juri penilai, mulai tangga nada, lagu wajib nasional dan lagu lainya secara penuh. Seleksi juga tidak mudah karena ada ratusan pemusik yang ikut serta dan yang lolos hanya puluhan.
“Maka besar harapan saya kepada pemerintah agar dibuatkan wadah dan binalah kami serta libatkan dalam banyak event yang digelar oleh pemerintah,” ungkapnya.
Sementara pemilik RJA Kafe dan Rumah Kreatif, Maria Ninis mengaku tergerak memberikan ruang kepada para musisi lokal untuk berlatih dan berekspresi karena meliat potensi mereka cukup besar. Karena itu ia mempersilahkan mereka untuk berlatih di kafenya seminggu sekali.
Selain itu, Ninis juga membantu pikiran, tenaga, dan material kepada mereka untuk terus berkembang. “Semua murni dari panggilan hati nurani, agar anak-anak muda berlatenta milik bangsa ini bisa terhimpun dan berdaya dalam peran mereka ikut serta mewarnai dan memajukan bangsa yang kita cintai ini,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Muncul Penolakan Terhadap Ridwan Kamil di Jakarta, Begini Respons Ketua Tim Pemenangan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Kustini-Danang Kompak Hadiri Gebyar Potensi Sleman Barat di Lapangan Gamplong Moyudan
- Penelitian Penggunaan AI di Pilpres 2024 Menarik Perhatian Akademisi Luar Negeri
- Kembangkan UMKM Lokal, KPRI Kota Jogja Resmikan Mini Market Wiwara 7
- Rekomendasi Roti Sisir Enak di Jogja
- Tok! Tim Komunikasi Politik NU Sleman Sepakat Dukung Kustini-Sukamto di Pilkada 2024
Advertisement
Advertisement