Waktu Batu Rumah yang Terbakar Versi ke-4 Tampil di Artjog 2023

Advertisement
JOGJA—Dalam rangkaian perhelatan Artjog 2023, Teater Garasi menampilkan repertoar pertunjukan Waktu Batu: Rumah yang Terbakar selama tiga hari berturut-turut sejak Sabtu (1/7/2023) sampai dengan Senin (3/7/2023) di Jogja National Museum (JNM). Versi paling baru dari pertunjukan ini mengajak manusia untuk merenungkan soal isu lingkungan dan ekologis.
Versi ke-4 Waktu Batu kali ini berkolaborasi dengan seniman-seniman lintas disiplin (Majelis Lidah Berduri, Mella Jaarsma, Deden Bulqini, Tomy Herseta, Tri Rimbawan, Yennu Ariendra, Retno Ratih Damayanti, Luna Kharisma, A. Semali) dan para performer lintas generasi (Andreas Ari Dwiyanto, Erythrina Baskorowati, Arsita Iswardhani, Tomomi Yokosuka, Enji Sekar Ayu, Wijil Rachmadani, Putu Alit Panca Nugraha, Syamsul Arifin, Putri Lestari).
Advertisement
Sutradara Waktu Batu: Rumah yang Terbakar Yudi Ahmad Tajudin mengatakan, pertunjukan ini merupakan versi terbaru yang coba memperluas dan memperkaya tema duka ekologis. Di dalamnya ada penambahan sinematografi, gestur, karakter game dan memperkuat unsur visual serta tata pencahayaan.
Baca juga: ORI DIY Datangi SMKN 3 Jogja soal Dugaan Jual Beli Seragam, Begini Hasilnya
“Kami ingin mendekatkan isu lingkungan ini ke masyarakat karena hampir semua kota besar di Indonesia mengalami hal serupa dan mendesak untuk diatasi,” katanya.
Secara adegan proyek yang telah dimulai sejak 2001 ini masih mempertahankan sejumlah adegan dari versi lama. Teks utamanya pun masih bersumber dari kisah-kisah Watugunung, Sudamala, Murwakala dan sejarah Majapahit. Agar tetap relevan dan aktual di masa sekarang pihkanya pun menggandeng para seniman muda.
“Lebih kami titik beratkan kepada kesedihan akibat kehilangan dan kepunahan yang terjadi di masa kini dan akan datang dan timbul akibat kerusakan ekologis,” kata dia.
Asisten Sutradara Waktu Batu: Rumah yang Terbakar Luna Kharisma menyebutkan, dalam proses penggarapan ini, telah dilakukan berbagai penyesuaian dan pembaruan terhadap teks dan pengadeganan. Aksi-reaksi dari tokoh laki-laki dan perempuan yang sedang bersitegang ditampilkan dengan pendekatan yang hampir berseberangan, mengeksplorasi keintiman dan tegangan-tegangan kecil di dalamnya.
”Ada pembaruan dalam teks dan adegan yaitu dengan melakukan penguatan posisi perempuan dalam teks dan mengupayakan dekolonisasi pengetahuan melalui yang domestik, dari dapur. Hal ini menjadi erat hubungannya dengan duka ekologis karena perempuanlah yang paling segera merasakan duka ekologis ini,” ucapnya. (BC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Kasus Kebakaran Bromo Dilimpahkan Polda Jawa Timur ke Kejaksaan
Advertisement

Danau Toba Dikartu Kuning UNESCO, Sandiaga: Ini Jadi Alarm
Advertisement
Berita Populer
- Program Padat Karya DIY Menyerap Tenaga Kerja 34.656 Warga DIY
- Pencermatan Rancangan DCT, KPU DIY Terima Perubahan dari Sejumlah Parpol
- Penutupan Selokan Mataram, Dinas Pertanian DIY Berupaya Minimalkan Dampak
- Agar Penonton Menikmati Pertunjukan, Wayang Jogja Night Carnival Hadirkan Tribun Berbayar
- Mengoptimalkan Bonus Demografi, Karang Taruna DIY Dorong Inovasi Sosial di Kalangan Anak Muda
Advertisement
Advertisement