Kampung Mati di Kulonprogo Benar-Benar Mati, Penghuni Terakhir Pergi
Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO—Kampung mati di Padukuhan Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Pengasih, Kulonprogo, akan benar-benar mati. Kampung yang dari Alun-Alun Wates berjarak sekitar 12 kilometer di sebelah barat tersebut akhirnya akan ditinggal oleh penghuni terakhir.
Sumiran bersama keluarganya sebentar lagi pindah ke sebuah rumah yang berada 2,5 kilometer dari rumah lama miliknya di Kampung Suci.
Advertisement
Rumah baru bertipe 21 yang terletak di Kampung Labangede itu belum sepenuhnya jadi. Lantainya masih tanah. Kamar dan kakusnya masih dibuat. Susunan bata ringan atau hebel tidak diplester. Di dalamnya, fondasi malang melintang. Sumiran sendiri yang membangun rumah itu, dibantu beberapa tetangganya.
“Istri saya sekarang masih ada di rumah lama,” kata Sumiran, Kamis (10/8/2023).
Rumah itu berada di antara rumah-rumah warga yang mudah dijangkau, berbeda jauh dengan rumah lamanya. Rumah baru Sumiran berada di lereng bukit, jalan utama menuju permukiman itu sudah dicor. Jaringan listrik juga sudah tersedia.
Rumah di Kampung Labangede saling berdekatan dan tersusun secara acak di bagian atas dan bawah lereng perbukitan. Kebanyakan rumah di sana dibangun di lahan batuan kapur. Rumah Sumiran berada di bawah rumah ibu tirinya, tepat di tepi jurang. Terdapat pilar beton yang menjulur sekitar dua meter untuk menopang samping kiri rumahnya.
Ada tiga pintu yang telah dipasang di rumah baru Sumiran. Satu pintu di sisi kiri menghadap langsung ke deretan perbukitan tempat rumah lama Sumiran berada di Kampung Suci yang dikenal sebagai Kampung Mati.
“Saya nanti akan tinggal di sini [rumah baru]. Tapi rumah lama saya di bawah itu juga masih akan saya sambangi. Masih wira-wiri,” kata Sumiran.
BACA JUGA: Kisah Keluarga Sumiran Penghuni Kampung Mati di Kulonprogo, Jalan 2 Km ke Rumah Tetangga
Di Kampung Mati, rumah Sumiran sangat sulit dijangkau, berada di antara pepohonan besar, tebing-tebing, serta jalanan terjal.
Satu-satunya akses adalah jalan setapak terjal di tengah hutan yang merentang sekitar dua kilometer. Lebar jalan tersebut tak sampai satu meter.
Sebelum menginjak halaman rumah Sumiran di Kampung Mati, seseorang juga harus meniti anak tangga batu. Batu tersebut adalah bongkahan yang diambil dari Sungai Wadang yang memisahkan Kampung Suci dari rumah warga lain di Kampung Labangede.
Beberapa bulan lalu, Sumiran mengaku masih nyaman tinggal di rumah lamanya karena kampung tersebut adalah tempatnya menghabiskan masa kecil bersama teman-teman dan tetangga lainnya. Namun, ketika dia telah menikah dan memiliki anak, tetangganya satu per satu pergi hingga menyisakan Sumiran, istri, dan dua anaknya.
Kebanyakan tetangga Sumiran pindah karena jalan menuju Kampung Suci sulit. Listrik dan air juga sulit didapat.
Sumiran harus bersusah payah membawa jeriken untuk membawa air dari mata air di belakang rumahnya. Saat sumber air tersebut kering, dia hanya mengandalkan air Sungai Wadang yang juga menjadi toilet dan tempatnya mandi.
Listrik yang mengalir di rumah lama di Kampung Sucui juga berasal dari Padukuhan Sonyo, Kalurahan Jatimulyo, Girimulyo. Sumiran harus menarik kabel sepanjang 3.500 meter untuk mendapatkan aliran tersebut. Listrik tersebut hanya digunakan untuk menyalakan lampu dan mengisi baterai ponsel.
BACA JUGA: Pemburu Harta Karun Kali Oya Gunungkidul: Temukan Keris Emas, Jadi Buruh Bangunan Saat Hujan
Dukuh Watu Belah, Sutatik, mengatakan rumah baru Sumiran adalah hasil program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) oleh Kementerian PUPR pada awal 2020.
Program BSPS merupakan bantuan pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang dilaksanakan dengan skema padat karya tunai (PKT) guna mendorong dan meningkatkan keswadayaan dalam peningkatan kualitas rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya.
“Tahun 2020 awal itu ada program BSPS di Watu Belah. Ada sebelas unit rumah, yang dapat termasuk Pak Sumiran,” kata Sutatik.
Kendati mendapat rumah program BSPS, ketika itu Sumiran belum ingin pindah karena kekurangan uang untuk menyelesaikan pembangunan rumah. Lahan yang dipakai untuk mendirikan rumah juga belum beres. Sumiran masih kekurangan uang Rp5 juta untuk melunasi pembelian tanah.
“Akhirnya dari teman-teman Youtuber memviralkan kehidupan Pak Sumiran [baru-baru ini] dan dia dapat donasi,” katanya.
Sumiran kemudian bisa membeli tanah tersebut seharga Rp12 juta. Uangnya dari donasi pengguna Internet.
Lurah Sidomulyo, Suprijanto, telah menyarankan Sumiran untuk pindah dari rumah lamanya di Kampung Suci demi keselamatan dan kenyamanan. “Pak Sumiran sudah mau pindah. Tapi masih persiapan. Sebagian barang-barangnya sudah diboyong,” kata Suprijanto.
Koordinator Penggalang Donasi yang juga seorang Youtuber, Ibra, mengatakan donasi untuk Sumiran mencapai sekitar Rp35 juta. Rp12 juta telah dipakai membeli tanah untuk rumah Sumiran.
“Sisa donasi dipakai untuk membangun dapur dan kamar mandi. Tanah di sana murah karena berada di daerah pelosok,” kata Ibra saat ditemui di rumah Sumiran, Kamis.
Ibra adalah Youtuber pertama yang menceritakan kehidupan Sumiran beserta keluarganya. Dari awal dia bertemu Sumiran, Ibra dan Youtuber lain masih mendampingi Sumiran sampai saat ini.
“Alasan saya karena rasa kemanusiaan saja,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Masa Tenang Pilkada 2024, Satpol PP Jogja Bidik 5.000 APK di Semua Wilayah
- InDrive Dorong Perubahan Sosial lewat Festival Film Alternativa
- Pelaku Praktik Politik Uang Bakal Ditindak Tegas Polres Kulonprogo, Ini Hukumannya
- 3 Alasan Relawan Bolone Mase Mendukung Penuh Kustini - Sukamto di Pilkada Sleman
- KPU Bantul Petakan TPS Rawan Bencana Hidrometeorologi, Ini Lokasinya
Advertisement
Advertisement