Advertisement

Pemburu Harta Karun Kali Oya Gunungkidul: Temukan Keris Emas, Jadi Buruh Bangunan Saat Hujan

David Kurniawan
Senin, 26 Juni 2023 - 06:27 WIB
Budi Cahyana
Pemburu Harta Karun Kali Oya Gunungkidul: Temukan Keris Emas, Jadi Buruh Bangunan Saat Hujan Joko mencari perhiasan di aliran Sungai Oya di Kalurahan Katongan, Nglipar, Gunungkidul, Kamis (22/6/2023). - Harian Jogja/David Kurniawan

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Daerah Aliran Sungai (DAS) Oya di Gunungkidul masih menyimpan banyak misteri hingga sekarang. Selain menyimpan peninggalan Zaman Purba yang belum terpecahkan, aliran kali ini ramai oleh warga yang berburu perhiasan di setiap musim kemarau. Banyak harta karun di sana.

Kali Oya memiliki panjang sekitar 106.75 kilometer. Aliran yang berhulu di lereng perbukitan Gunung Gajah Mungkur, Wonogiri, ini membentang ke Gunungkidul hingga bermuara di Sungai Opak di pesisir Bantul.

Advertisement

Sungai ini tidak hanya menjadi sumber penghidupan karena airnya dimanfaatkan untuk irigasi. Banyak juga yang mengais rezeki dengan mencari perhiasan atau benda antik peninggalan masa lalu.

Perburuan ini terlihat di aliran Kali Oya di Kalurahan Katongan, Nglipar, Gunungkidul. Joko Purnomo, 35; Agus, 35; dan Wagito, 50, dari Kalurahan Semin adalah sedikit dari banyak orang yang mencari harta karun di Kali Oya.

Mereka menelisik menggunakan peralatan sederhana berupa gathul dan tempat pendulangan yang bentuknya seperti lemper terbuat dari kayu dengan diameter sekitar 45 sentimeter.

Masing-masing alat memiliki fungsi berbeda. Gathul digunakan agar pasir dan bebatuan kecil yang menyimpan perhiasan mudah diambil. Selanjutnya, pasir dan bebatuan kecil diletakkan di tempat pendulangan untuk disaring.

Joko sedang mengamati celah-celah bebatuan di aliran Kali Oya untuk menentukan batu dan pasir yang dikeruk, Jumat (23/6/2023) siang. Setelah beberapa saat, dia akhirnya langsung mencebur ke pinggiran sungai.

Dasar sungai yang dikeruk tidak dalam, hanya setinggi lutut orang dewasa. Tak berselang lama, tempat pendulangan sudah penuh. Joko kemudian menyaringnya dengan cara memutar seiring arah jarum jam.

Gundukan pasir dan bebatuan perlahan-lahan mulai berkurang. Sesekali, Joko berhenti untuk melihat adakah benda berharga di dalamnya.

Tidak menemukan apapun, Joko kembali memutar wadah hingga menyisahkan pasir hitam yang sangat lembut. Tidak ada barang berharga juga. Pasir hitam halus langsung dibuang di aliran Kali Oya.

“Sudah satu minggu ini tidak menemukan emas,” kata Joko.

Meski belum menemukan emas, ia tidak patah arang. Ia sudah berpengalaman mencari perhiasan di Kali Oya sejak 2008.

“Sudah belasan tahun mencari, tidak hanya di Gunungkidul, tetapi sampai ke Sungai Serayu di Purwokerto, Jawa Tengah,” katanya.

Pencarian di sungai sudah banyak berubah. Pada awalnya, dia fokus menemukan bijih emas murni, tetapi perlahan-lahan mulai bergeser dengan mencari perhiasan atau benda-benda kuno lainnya. “Biji emas sekarang sudah jarang. Kalau perhiasan lebih mudah dicari karena bentuknya lebih besar,” katanya.

BACA JUGA: Bikin Bising, Warga Patuk Larang Bus Wisata Bunyikan Klakson Telolet di Area Permukiman

Joko mencari harta karun di kali hanya saat kemarau. Selain jernih, aliran air juga tenang sehingga tidak berbahaya.

“Kalau tidak mencari perhiasan, saya menjadi buruh bangunan. Jadi, selang seling. Kalau musim hujan jadi buruh bangunan,” katanya.

Para pencari harta karun sungai umumnya memakai dua cara. Pertama, cara biasa dengan mencari di tempat dangkal. Cara kedua di tempat yang dalam. Mereka membutuhkan bantuan kaca mata selam untuk melihat di dalam air.

“Kalau saya mencari di tempat-tempat yang dangkal saja,” katanya.

Sepanjang mencari di sungai, Joko sudah menemukan perhiasan emas, tembaga, perak, sampai benda-benda kuno.

Setiap sungai menyimpan barang berharga berbeda-beda. Di Kali Oya ada lebih banyak perhiasan, sedangkan di Sungai Serayu ada benda-benda kuno seperti keris. Joko pernah menemukan keris emas seberat sekitar 25 gram di aliran Kali Oya di Kapanewon Patuk. Temuannya ini belum seberapa karena temannya pernah mendapat emas yang berada di pucuk mahkota dengan berat lebih dari satu ons.

“Saya sudah lama menemukannya, waktu harga emas masih di kisaran Rp200.000 per gram. Kalau sekarang pasarannya di atas Rp800.000 per gram,” katanya.

“Sekarang yang ramai di Siluk, Bantul. Di aliran Kali Oya di sana banyak yang mencari barang berharga.”

Benda-benda yang dia temukan tak serta merta langsung dijual. Joko mengumpulkan terlebih dahulu hingga banyak.

“Kalau sekarang baru ada uang kuno dan perhiasan hidung seperti tanduk kecil yang terbuat dari tembaga. Setelah terkumpul banyak, akan saya jual ke kolektor. Nanti akan dijual lagi oleh kolektor, tujuannya bervariasi. Ada yang di dalam negeri, tapi ada yang ke Jepang hingga Amerika Serikat,” katanya.

BACA JUGA: Muncul Usulan Pemekaran Gunungkidul, Pemkab Pastikan Tidak Ada Pembahasan

Kali Oya diduga menyimpan banyak sejarah masa lalu. Arkeolog Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indah Asikin Nurani, sudah beberapa kali meneliti DAS Oya untuk mengungkap jejak purba di sana. Meski demikian, hasilnya belum signifikan. Oya masih misterius.

“Masih butuh kajian yang mendalam untuk mengungkap jejak purba di Kali Oya,” kata Indah.

Penelitian di 2016 dari Playen sampai Semin menemukan artefak yang menunjukkan adanya bekas hunian dan aktivitas manusia di masa Paleolitikum (Zaman Batu Tua) di Kali Oya. Beberapa artefak yang ditemukan adalah kapak perimbas, kapak penetak, hingga penyerut dari batu untuk menguliti binatang.

“Semakin ke arah timur, banyak sekali bahan baku [batu pembuat kapak] maupun artefak yang menunjukkan tempat okupansi,” katanya.

Namun, temuan-temuan itu belum bisa mengungkap secara menyeluruh jejak purba di Kali Oya. Sebab, belum ada temuan fosil.

“Temuan alat-alat batu sangat banyak. Tetapi, fosil-fosil manusia maupun fauna sama sekali tidak ditemukan. Jadi, untuk mengungkapnya butuh penelitian yang lebih tajam dan mendalam,” kata Indah.

Indah berkesimpulan jejak purba di Kali Oya masuk budaya Pacitanian atau Pacitan. Secara garis besar, Pulau Jawa di Zaman Pleistosen terbagi tiga bagian.

Zona Selatan dikenal dengan budaya Pacitan, peninggalanya berupa kapak perimbas dan penetak. Zona Tengah di Sangiran terkenal dengan peninggalan manusia purba. Zona Utara di kawasan Patiayam, Kudus, dengan peninggalan stegodon atau gajah purba.

Indah mengatakan arkeolog Belanda, Von Koenigswald, yang meneliti di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, menduga keberadaan bahan baku alat pembuatan kapak perimbas dan penetak berada di daerah ketinggian. Identifikasi ini mengarah ke pegunungan-pegunungan di daerah selatan.

Setelah menggelar penelitian secara mendalam, Koenigswald akhirnya menemukan peralatan ini di Sungai Baksoka di Pacitan, Jawa Timur. Menurut Indah, Sungai Baksoka dengan Kali Oya masih terkait dalam satu kebudayaan yang dikenal dengan Budaya Pacitanian.

“Peninggalannya sama, berupa teknologi pembuatan kapak,” katanya.

Arkeolog Agus Tri Hascaryo seperti dikutip dalam pemaparannya di akun Youtube milik Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY dengan judul Jejak Manusia Purba di Sungai Oyo mengatakan penelitian di Kali Oya sudah berlangsung sejak era 60-an, dilakukan oleh peneliti Belanda. Kemudian, penelitian lanjutan di era 1990-an mengungkap beberapa jejak.

“Penelitian lanjutan ini akhirnya menemukan artefak berupa alat batu di Sungai Oya bagian tengah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gunung Ibu Meletus, Warga di Empat Desa Dievakuasi

News
| Jum'at, 17 Mei 2024, 13:17 WIB

Advertisement

alt

Tak Mau Telat Terbang? Ini 5 Rekomendasi Hotel Bandara Terbaik di Dunia

Wisata
| Selasa, 14 Mei 2024, 22:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement