Advertisement
Sejarah Paskibraka, Ternyata Digagas Pertama Kali di Jogja
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pembentukan Paskibraka ternyata tidak sekadar disiapkan untuk menaikkan dan menurunkan bendera pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Akan tetapi menjadi program pengkaderan calon pemimpin bangsa yang berkarakter Pancasila.
Sistem pembinaan dalam pemusatan pendidikan dan pelatihan terdiri dari pembelajaran aktif ideologi Pancasila dan pemantapan nilai wawasan kebangsaan. Kemudian pelatihan kepemimpinan dan pelatihan baris-berbaris, serta pengasuhan untuk membentuk generasi yang tangguh, mandiri, dan berkarakter Pancasila. Dengan pola pembinaan itus diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai kebangsaan. Dengan demikian, para Paskibraka siap menjadi calon pemimpin bangsa masa depan yang memiliki jiwa nasionalisme dan berjiwa Pancasila.
Advertisement
BACA JUGA : Daftar Paskibraka untuk Tugas Upacara di Istana Negara, Adakah dari Jogja?
Sejarah
Sebagaimana dikutip di laman resmi Paskibraka, Husein Mutahar adalah pendiri Paskibraka. Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibu kota Indonesia dipindahkan ke Jogja. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Jogja.
BACA JUGA : Kronologi Anggota Paskibra Gunungkidul Meninggal Saat Menunggu di Puskesmas
Mutahar kemudian memiliki gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas. Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta, salah satunya Siti Dewi Sutan Assin. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila.
Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera d Jogja tetap dilaksanakan dengan cara yang sama. Ketika Ibu kota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.
BACA JUGA : KKB Papua Ganggu Latihan Paskibra dengan Suara Tembakan
Pada tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil Presiden Soeharto untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, dia kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya. Terdiri atas Pasukan 17 / pengiring (pemandu), Pasukan 8 / pembawa bendera (inti), Pasukan 45 / pengawal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kasus Covid-19 di Singapura Meningkat 2 Kali Lipat dalam Sepekan
Advertisement
Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu
Advertisement
Berita Populer
- Hari Bakti Dokter Indonesia, IDI Gelar Baksos Operasi Bibir Sumbing di RSUD Sleman
- Puluhan Pewarta Berlaga di Turnamen Billiar Piala Wabup Sleman 2024 di 911 SCH, Ini Para Juaranya
- Soal Potensi Kustini-Danang Kembali Berduet di Pilkada 2024, Ini Kata Sekretaris DPC PDIP Sleman
- Perahu Nelayan di Gunungkidul Hilang Kontak sejak Jumat, hingga Sabtu Malam Belum Diketahui Keberadaannya
- Museum Berpotensi Besar Untuk Pendidikan dan Penelitian
Advertisement
Advertisement