Advertisement
Ketua Bawaslu DIY Mohammad Najib: Menyelaraskan Teori dan Praktik demi Pemilu yang Demokratis
Advertisement
JOGJA—Menjadi penjaga utama jalannya pesta demokrasi jelas bukanlah hal mudah. Pemilu bukan sekadar pesta, tetapi lebih pada memilih pemimpin yang bisa menentukan nasib negara lima tahun ke depan.
Bagi Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Mohammad Najib, Pemilu sudah bagian dari hidupnya yang erat melekat. Bagaimana tidak, sudah hampir 20 tahun Najib berkecimpung sebagai penyelenggara Pemilu.
Advertisement
Setelah menjadi komisioner KPU DIY selama 2003-2012, Najib kemudian berlabuh di Bawaslu dan menjabat sebagai Ketua pada 2012-2017 dan berlanjut sebagai komisioner sejak 2018 sampai sekarang. Kini, menjelang Pemilu 2024, Najib mengemban tugas sebagai Ketua Bawaslu DIY di periode terakhirnya ini sampai 2027 mendatang.
Bahkan sebelum menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu, dunia Najib tetap tidak lepas dari hiruk pikuk pesta demokrasi itu. Di era 1990-an, Najib sempat aktif di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang turut berpartisipasi memantau dan mengawal Pemilu. Minatnya yang luas dalam Pemilu, dimulai Najib saat mengenyam pendidikan di Fisipol UGM pada akhir 1980-an.
“Minat itu tumbuh karena konsentrasi studi, isu elektoral sangat menarik bagi saya karena alasan yang beragam. Secara umum, Pemilu ini jadi proses demokrasi yang penting yang berdampak langsung ke masyarakat itu yang membuat saya sangat berminat,” ucap Najib saat ditemui, Jumat (8/9/2023).
Tak hanya berhenti dalam praktik, minat Najib pada kepemiluan juga mendorongnya untuk terus mempelajarinya. Dorongan untuk terus mengaktualisasi diri pada kepemiluan ini mendorongnya untuk mengambil studi lanjutan. “Saya ambil S2 lagi di UGM juga untuk lebih menguatkan pemahaman dan mengembangkan pengetahuan soal kepemiluan,” kata dia.
Beriringannya jalan praktik dan teori kepemiluan yang diminati Najib membawanya menjadi Dosen Luar Biasa Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM pada 2006-2017. “Saat berhenti jadi komisioner KPU itu saya balik ke kampus untuk mengajar, sekitar 2013-2017,” ujarnya.
Sebagai pengajar kepemiluan di UGM, jelas Najib, ia bertemu dengan praktisi penyelenggara pemilu lain dari penjuru Indonesia. “Waktu itu banyak mahasiswa yang saya ajar adalah komisioner Bawaslu dan KPU dari berbagai daerah, di ruang itu tidak hanya mengajar, saya juga turut belajar dari pengalamanpengalaman mereka,” ucap dia.
Membangun Demokrasi
Bagi Najib, membangun demokrasi lewat Pemilu harus seimbang antara praktik dan teori. “Agar perubahan-perubahan yang ada dapat disesuaikan dengan baik dan bijak, karena demokrasi dan kepemiluan juga terus berkembang,” ucap dia.
BACA JUGA: Kampanye di Kampus Diizinkan, Bawaslu DIY Siapkan Pengawasannya
Pengalaman-pengalaman menyelenggarakan Pemilu, menurut Najib, perlu terus dievaluasi agar penyelenggaraannya dapat terus diperbaiki. “Masalah itu akan selalu ada, harus dipelajari dengan melihat praktik yang sudah ada dan teori yang sudah berkembang. Agar masalah-masalah ini dapat segera diselesaikan dengan efektif,” katanya.
Pria kelahiran Mei 1965 ini menerangkan perkembangan demokrasi juga perlu diarahkan sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia. “Kondisi masyarakat Indonesia ini kan memiliki kekhasannya dari masyarakat lain di dunia ini, jadi perlu juga mengarahkan demokrasi mengikuti kondisi itu,” ucapnya.
Najib menilai masih banyak pekerjaan rumah untuk mendorong Pemilu yang ada menghasilkan pemimpin yang berkualitas. “Kami menyoroti kerawanan Pemilu di DIY, dan bagaimana meminimalkan praktik politik uang. Dua isu ini harus dikerjakan bersama agar menghasilkan Pemilu yang berkualitas,” katanya. Pengawasan Pemilu, jelas Najib, jadi kunci untuk mengatasi dua isu tersebut.
“Dengan pengawasan yang baik tentu kerawanan Pemilu akan mudah ditangani, lalu dengan pengawasan yang baik pula politik uang juga dapat ditekan. Sehingga kontestasi Pemilu ini dapat diarahkan sebagai kontestasi gagasan dan program agar kandidat yang terpilih benarbenar berkualitas,” jelasnya.
Selain pengawasan, Bawaslu DIY juga turut melakukan pendidikan politik ke masyarakat agar dua masalah itu dapat teratasi. “Pendidikan politik ini terus kami lakukan, terutama dengan gerakan antipolitik uang yang mana output-nya adalah Desa Anti Politik Uang.
Sekarang sudah ada 43 kelurahan yang mendeklarasikan itu,” paparnya. Komitmen anti politik uang, lanjut Najib, jadi pintu penting memberikan pendidikan politik. “Kalau pendidikan politik ini sudah membawa kesadaran politik yang tinggi, saya kira kerawanan pemilu pun juga dapat diatasi karena kontestasinya berdasarkan gagasan, bukan uang, kelompok, atau lainnya.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Dapat Kucuran APBN Rp17 Miliar, Jalan di Pertigaan Cepit Sampai Gapura Masuk Bantul Dilebarkan Tahun Ini
- Mengenal AKBP Ary Murtini, Kapolres Gunungkidul yang Menginspirasi dan Mencintai Batik Tulis
- Petani di Bantul Mulai Panen, Stok Padi Melimpah
- Angka Kasus DBD di Bantul Ngegas, Sampai 60 Kasus di Awal 2025
- Dapat Bantuan Rp600 Juta dari Pemerintah DIY, Lumbung Mataraman Akan Dibangun di Kalurahan Piyaman Gunungkidul
Advertisement
Advertisement