Advertisement
Data Lahan Dilindungi Tak Sama, Sektor Perumahan Sering Terkendala Perizinan

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Investor perumahan di Bantul sering kali menemui kendala perizinan ketika melakukan alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan perbedaan data antara pemerintah pusat dengan Pemkab Bantul terkait lahan sawah yang dilindungi.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bantul, Annihayah menjelaskan saat ini penggunaan lahan untuk perekonomian dan perumahan dibatasi oleh pemerintah pusat melalui Kepmen Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) No. 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah Yang Dilindungi (LSD).
Advertisement
Pembatasan tersebut berorientasi pada ketahanan pangan nasional, sehingga sawah yang sudah ada dilindungi agar tetap lestari. Sayangnya, data LSD pemerintah pusat tidak sama dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang menjadi pegangan di daerah.
“Kemarin memang ada beberapa perbedaan, di mana di tempat kami warnanya kuning [boleh untuk kegiatan non pertanian], tapi di LSD hijau. Di Jogja lebih dulu ada peta LP2B yang sama tujuannya untuk melestarikan sawah untuk ketahanan pangan, tapi overlay-nya kurang match [dengan peta LSD],” ujarnya, Rabu (20/9/2023).
Perbedaan lahan dilindungi antara LSD dnegan LP2B menurutnya sekitar 20-30%. Hal ini menyebabkan beberapa pengembang yang sudah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah dan sudah sesuai untuk pembangunan perumahan, namun dalam proses penyelesaian perolehan dan pemanfaatan tanahnya terhambat karena diklaim masuk dalam LSD.
Menindaklanjuti hal tersebut, BPMPTSP Bantul mengaku telah ada koordinasi dengan pemerintah pusat, pengecekan lokasi lapangan dari ATR/BPN dan kesepakatan dengan kepala daerah. “Sudah disepakati mana saja yang hijau, coklat dan sebagainya,” kata dia.
Dengan sudah adanya kesepakatan tersebut, diharapkan bisa menjadi solusi bagi investor perumahan yang hendak membangun di Bantul. Di samping itu menggelar Focus Group Discussion dengan para pengembang dan instansi terkait sebagai sarana sosialisasi kesepakatan tersebut, di Grand Rohan, Rabu (20/9/2023).
“Melalui kegiatan ini diharapkan ada titik temu agar bagaimana dua-duanya, ketehanan pangan dan investasi perumahan, bisa jalan bersama. Asosiasi pengembang juga diharapkan dapat memahami seperti apa aturannya, rambu-rambunya, mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak,” katanya.
Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kementerian ATR/BPN, Andi Renald, mengatakan di Bantul terdapat 14.457,7 hektare lahan yang masuk LSD. Data tersebut saat ini sedang dalam tahap revisi, yang usulannya seluas 13.307,48 hektare.
BACA JUGA : Promosi Perumahan Ilegal, Pengembang Tak Cantumkan Status Lahan
Ia mengatakan LSD yang belum terintegrasi dengan LP2B, tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi dari Kementerian ATR/BPN. Ada sebanyak sembilan persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan rekomendasi tersebut.
“Ada surat permohonan, surat pernyataan komitmen bahwa tiga tahun sudah dilakukan pembangunan, dilengkapi peta lokasi yang dimohon, bukti kepemilikan tanah, surat rencana penggunaan tanah, fotocopy identitas, NPWP, fotocopy pendirian badan hukum untuk pemohon berbadan hukum dan KKPR [Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang],” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Jenazah Uskup Emeritus Mgr Petrus Turang Disemayamkan di Gereja Katedral Kristus Raja Kota Kupang Hari Ini
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Bantul Diguncang Gempa Magnitudo 3,1
- Ratusan Napi di Lapas Wonosari Dapatkan Remisi Lebaran, 3 Orang Bisa Langsung Bebas
- Damkar Sleman Evakuasi Ular Sanca Kembang dari Sebuah Restoran di Mlati Sleman
- Tim SAR Parangtritis Masih Cari Satu Korban Kecelakaan Laut
- Libur Lebaran 2025, Pengunjung GL Zoo Bisa Tembus 11.000 Orang dalam Sehari
Advertisement
Advertisement