Bawaslu: Pemilu Bukan Ajang Polarisasi tapi Sarana Mempersatukan Bangsa
Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO—Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan menjadi momen pesta demokrasi Bangsa Indonesia. Suara masyarakat Indonesia akan menentukan arah pembangunan bangsa selama lima tahun ke depan. Kendati terdapat perbedaan pilihan, Pemilu tidak boleh dijadikan ajang polarisasi dan konflik horizontal. Pemilu justru menjadi ajang persatuan bangsa yang multikultur.
Oleh karena alasan tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki peran penting untuk memastikan proses pemilu berjalan lancar dengan melakukan rangkaian tindakan seperti deteksi dini potensi konflik dan penanganannya. Menurut Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kulonprogo, Djoko Dwiyogo Soeryopoetro, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu juga akan menentukan kualitas demokrasi. Jadi Bawaslu bukan satu-satunya lembaga yang memiliki kewajiban mengawal proses pemilu.
Advertisement
“Kami mengandalkan pengawasan partisipatif dengan mengajak komunitas dan berbagai pihak [masyarakat]. Minimal kalau tidak ikut pengawasan [masyarakat] paham bahwa praktik tertentu seperti politik uang dapat kena pidana dan lainnya,” kata Djoko ditemui di kantornya, Kamis (14/9/2023).
Baca Juga: Bawaslu-Kejari Kulonprogo Komitmen Cegah Pelanggaran Pemilu 2024
Djoko yang lahir 49 tahun silam memang memiliki perhatian khusus terhadap kehidupan berdemokrasi. Sejak kuliah di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta tahun 1992 dia mengangankan kehidupan demokrasi yang sehat. “Sejak kuliah saya memang suka hal-hal berkaitan dengan demokrasi. Bahkan setelah bekerja pun juga suka ikut diskusi tentang demokrasi,” katanya.
Baca Juga: DCS untuk DPRD Kulonprogo di Pemilu 2024 Ditetapkan, Ini Link Daftar Lengkapnya
Pria asal Semarang ini lulus kuliah awal 1998. Ketika terjadi peristiwa kerusuhan 1998, Djoko ikut bergabung dengan teman-temannya di Universitas Diponegoro Semarang dalam kegiatan diskusi mengenai peristiwa tersebut.
“Saya dulu kan awalnya kuliah di dua tempat. Universitas Diponegoro dan UPN Veteran. Karena ingin fokus di satu tempat akhirnya saya pilih yang UPN Veteran. Tapi ketika peristiwa kerusuhan 1998 saya gabung dengan teman-teman di Semarang. Di UPN tidak memungkinkan karena dulu UPN punya departemen hankam [pertahanan dan keamanan],” ucapnya.
Djoko mengaku menjadi pembaca buku-buku Ir. Soekarno. Salah satu buku kesukaannya berjudul Di Bawah Bendera Revolusi. Menurut dia, presiden pertama Indonesia tersebut memiliki pandangan yang visioner yang dilandasi kultur dan kodrat masyarakat Indonesia yang multikultur.
Pengalaman dan kecenderungan Djoko akan hal-hal terkait kehidupan demokrasi memang sudah terpupuk sejak kuliah. Dia mengistilahkan dengan passion. Passion ini yang akhirnya membawa dia menjadi komisioner Bawaslu.
“Melalui pengalaman menjadi panitia pemilihan kecamatan [PPK] akhirnya saya memutuskan jadi komisioner Bawaslu. Saya memiliki keyakinan dapat memperbaiki hal-hal yang di lapangan seperti miskomunikasi PPK dan Panwascam [panitia pengawas kecamatan],” lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Terbaru KA Bandara YIA Xpress Jumat 22 November 2024
- Jadwal SIM Keliling Bantul di Akhir Pekan Bulan November 2024
- Jadwal Terbaru Kereta Api Prameks Jurusan Jogja-Kutoarjo Jumat 22 November 2024
- PakNas Desak Penyusunan Kebijakan Pertembakauan Melibatkan Konsumen
- Kisah Ilustrator, Dari Banguntapan, Gundala dan Gojira Menyala di GBK
Advertisement
Advertisement