Advertisement
Kisah Abdi Dalem Mata-Mata di Zaman Penjajahan Belanda

Advertisement
JOGJA—Kanjeng Raden Ratmoko mendapat tugas untuk mengawasi serdadu VOC serta masyarakat Belanda yang tinggal di sekitar Gondomanan, Jogja. Seiring berjalannya waktu, kampung di sekitar rumah abdi dalem tersebut dinamakan Ratmakan.
Peneliti dari Badan Riset Inovasi Nasional, Darto Harnoko, mengatakan penugasan Ratmoko di masa Sri Sultan HB I, sekitar tahun 1755 sampai 1792. Kala itu, perpanjangan kepengurusan VOC juga sampai di Jogja, dengan pusatnya di Benteng Rustenburg (sekarang Benteng Vredeburg). Para serdadu banyak mendistribusikan barang dagangan.
Advertisement
BACA JUGA : Dinas Kebudayaan DIY Memugar Ikon Kawasan Sumbu Filosofi
Masyarakat Belanda juga banyak tinggal di sekitar Gondomanan. Sementara Ratmoko tinggal di perkampungan di bawahnya, sekitar Ngupasan, dekat dengan Kali Code. Pada masa penetrasi kolonial, Sri Sultan HB I merasa perlu adanya pengawasan, yang ditugaskan pada Ratmoko.
“Secara filosofis, bahwa seorang Raja itu punya satu kekuasaan yang betul-betul ingin menunjukan legitimasinya, bahwa tidak bisa di kawasan penyangga Sumbu Filosofi terjadi satu hal yang tidak baik, karena Sumbu Filosofi menunjukan satu proses perjalanan hidup manusia yang benar. Itu mengapa beliau ditanam di sini (Ratmakan), yaitu untuk mengawasi tingkah laku orang Belanda,” kata Darto.
Pengawasan tidak selalu dengan terang-terangan, namun juga secara ‘sembunyi-sembunyi’. Dalam konteks hari ini, mungkin misi Ratmoko sama dengan tugas mata-mata. Dengan pengawasan secara sembunyi-sembunyi ini, potensi melihat kegiatan atau kelakuan masyarakat atau serdadu Belanda bisa lebih leluasa. Hal ini lantaran masyarakat Belanda tidak tahu siapa yang mendapat tugas itu. Dalam pengawasan, Sri Sultan HB I cukup ketat memperhatikan tingkah laku Belanda. “Itu kenapa perlu telik sandi,” katanya.
Di samping menjalankan misi, Ratmoko juga banyak bergaul dengan masyarakat sekitar. Banyak lapisan masyarakat yang dekat dengannya. Menurut beberapa cerita, pergaulan Ratmoko termasuk yang luas.
Dalam bersosialisasi, Ratmoko sembari menyiarkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Salah satu jejaknya, masyarakat sekitar Kampung Ratmakan banyak yang beragama Islam. “Syiar Islam kala itu bukan seperti sekarang, [dulu] Islam Jawa soalnya. Tahu sendiri kan Islam Jawa pakai istilahnya macapatan, tapi memasukkan unsur-unsur Islam [di dalam kesenian macapat], itu bagusnya Ratmoko,” kata Darto.
BACA JUGA : UNESCO Kunjungi Makam Raja di Imogiri, BPKSF Optimistis Dapat Predikat Warisan Dunia
Sebagai informasi, Kampung Ratmakan masuk dalam administrasi Kelurahan Ngupasan, Kemantren Gondomanan, Kota Jogja. Kelurahan Ngupasan memiliki luas wilayah 66,86 hektar. Kelurahan Ngupasan berbatasan dengan kelurahan Sosromenduran di sebelah Utara. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Prawirodirjan dan Kelurahan Kadipaten, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Purwokinanti, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Notoprajan dan Kelurahan Ngampilan. (BPKSF)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

2 Jam Diperiksa Dewas KPK, Firli Pilih Bungkam di Depan Wartawan
Advertisement

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya
Advertisement
Berita Populer
- Tanggapi Video Ade Armando, DPRD DIY : Rendahkan dan Lukai Rakyat Jogja
- 17 Perusahaan di Kota Jogja Komitmen Penuhi Hak Anak
- Jadwal KRL Jogja Solo, 5 Desember 2023 dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan
- Lokasi Keberangkatan dan Harga Tiket Bus Damri Bandara YIA Kulonprogo
- Jadwal Pemadaman Listrik di Bantul Hari Ini, 5 Desember 2023
Advertisement
Advertisement