Advertisement

Merkuri Tambang Emas Kokap Membahayakan, DLH Kulonprogo Siap Fasilitasi Pengolahan Limbah

Andreas Yuda Pramono
Jum'at, 17 November 2023 - 17:27 WIB
Arief Junianto
Merkuri Tambang Emas Kokap Membahayakan, DLH Kulonprogo Siap Fasilitasi Pengolahan Limbah Ilustrasi tambang emas - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulonprogo berkomitmen memfasilitasi pengolahan limbah yang dihasilkan dari pertambangan emas skala kecil (PESK), baik di Kalurahan Kalirejo maupun Hargorejo, Kapanewon Kokap, mulai tahun depan.

Kepala Bidang Penaatan dan Pengendalian Lingkungan DLH Kulonprogo, Toni mengatakan sudah ada tempat pengolahan limbah di beberapa wilayah pertambangan lokal (WPR). Hanya saja alat pengolahan limbah tersebut memang dirasa kurang mumpuni.

Advertisement

“Untuk [fasilitas] pengolahan limbah sudah ada. Kalau untuk skala seperti sekarang [kecil] memang sudah maksimal tetapi kalau nanti sudah besar-besaran, dengan fasilitas sekarang masih kurang,” kata Toni, Jumat (17/11/2023).

Toni menambahkan, satu lokasi pertambangan di Padukuhan Papak, Kalirejo, Kokap sebenarnya telah memiliki fasilitas pengolahan limbah standar atau mumpuni. Pasalnya fasilitas tersebut merupakan buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Hanya saja, biaya operasional fasilitas milik BPPT tersebut tergolong tinggi. Selain di Padukuhan Papak, ada juga di Padukuhan Plampang III, Kalirejo untuk fasilitas pengolah limbah yang dibangun melalui Proyek Gold-ISMIA.

Gold-ISMIA merupakan proyek kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang didukung oleh United Nations Development Programme (UNDP).

Toni mengaku warga pengguna atau penambang melalui kalurahan meminta agar fasilitas tersebut didesain ulang menyesuaikan kebutuhan yang ada. “Kalau untuk kebutuhan riset memang harus seperti itu fasilitasnya. Tetapi kalau untuk ekonomi [kebutuhan sehari-hari penambang] ya perlu di-redesign. Itulah sebabnya, tahun depan kami memberi alat untuk pengolahan limbah sianide,” katanya.

Hanya saja, kata Toni, pengadaan fasilitas itu dilakukan secara bertahap. Dengan begitu pada 2024 tidak semua koperasi pertambangan mendapat fasilitas dari Pemkab Kulonprogo. Meski begitu, DLH Kulonprogo telah melayangkan surat permohonan ke KLHK mengenai fasilitasi bagi penambang lain.

“Kami sudah berkoordinasi ke KLHK untuk fasilitasi ke tiga lokasi. Masalah nanti yang disetujui berapa, kami ikut saja. Tetapi prinsipnya kami minta bantuan itu lengkap yaitu bangunan pelindung, alat pengolah [emas], dan alat pengolah limbah,” ucapnya.

Limbah yang dia maksud adalah limbah sianide bukan merkuri. Pasalnya Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 21/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM). Penghapusan merkuri dari segala sektor termasuk PESK ditargetkan selesai pada 2025.

Pemda DIY juga menindaklanjutinya dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No. 31/2021 tentang Rencana Aksi Daerah Penghapusan Merkuri Periode 2020–2025.

Adapun, Pemkab Kulonprogo juga menindaklanjutinya lewat Peraturan Bupati (Perbup) Kulonprogo No. 59/2022 tentang Perubahan atas Perbup Kulonprogo No. 18/2021 tentang Rencana Aksi Daerah Penghapusan Merkuri. “Asumsi kami setelah 2025 tidak boleh ada pemakaian merkuri,” lanjutnya. 

Dijelaskan Toni, merkuri memiliki dampak serius apabila masih digunakan dalam sektor pertambangan emas. Memang dalam jangka waktu yang pendek tidak tampak dampaknya, tetapi  dampak tersebut baru akan kelihatan setidaknya pada 20 tahun yang akan datang. “Fasilitas pengolahan limbah sianide itu harus benar-benar bagus karena apabila sianide masuk ke sungai pasti ikannya mati semua,” ujar dia. 

BACA JUGA: Penambang Emas di Kokap Peroleh Bantuan Teknologi

Lebih jauh, Toni mengatakan terdapat tujuh koperasi yang menaungi para penambang. Satu koperasi setidaknya beranggotakan 20 penambang. Tiap koperasi memiliki WPR seluas 25 hektar. Dalam WPR tersebut juga perlu adanya izin pertambangan rakyat (IPR). Dengan begitu, penambang tidak boleh mengolah emas di luar WPR.

Aturan WPR

Sementara itu Lurah Kalirejo, Lana, mengatakan di Kalurahan Kalirejo terdapat lima koperasi. Lima tersebut terbagi dalam tiga WPR. “Per WPR ada 25 hektare dan dikerjakan lima koperasi. Per koperasi minimal ada 20 penambang. Hanya saja saat ini penambang maju-mundur [untuk menambang] karena memang WPR masih belum ada [ditetapkan]. Kalau mundur kok itu jadi lahan penghidupan mereka, sudah sejak 1993,” kata Lana.

Lana juga menyinggung mengenai proses pengolahan emas menggunakan merkuri. Menurut dia, penambang paham mengenai dampak merkuri. Hanya saja untuk mengubah kebiasaan tersebut perlu ada jaminan.

Jaminan yang ia maksud adalah mengenai keberhasilan pengolahan emas. Pasalnya tidak semua koperasi paham dalam menggunakan sianide. “Ketika akan berpindah dari merkuri tetapi belum ada pembuktian, ya masyarakat harus tahu mengenai keilmuan seperti karakter batuan, jenis biji emas, dan kandungan logam lain. Penambang awam masih belum paham,” katanya.

Setidaknya, kata dia, ada 40% penambang yang sudah beralih dari merkuri ke sianide. "Kami dan OPD terkait seperti DLH memang terus memahamkan penambang mengenai bahaya merkuri."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jakarta Tetap Ibu Kota Indonesia hingga Ada Penetapan Baru

News
| Senin, 29 April 2024, 23:17 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement