Advertisement

Tingkat Kematian Tinggi, Gunungkidul Kesulitan Budi Dayakan Lobster

Andreas Yuda Pramono
Minggu, 21 Januari 2024 - 08:17 WIB
Sunartono
Tingkat Kematian Tinggi, Gunungkidul Kesulitan Budi Dayakan Lobster Benih Bening Lobster / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Gunungkidul mengaku pembudidayaan lobster sulit dilakukan karena tingkat kematian tinggi. Hal ini menyebabkan nelayan memilih memburu benih bening lobster (benur) dan menjualnya.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul, Wahid Supriyadi mengatakan lobster menjadi komoditas strategis sehingga banyak permintaan di beberapa daerah.

Advertisement

“Karena ketika membudidayakan lobster tingkat kematian tinggi, anomali cuaca juga memengaruhi. Padahal biaya operasional besar,” kata Wahid dihubungi, Sabtu (20/1/2024).

BACA JUGA : Warga Pesisir Budidayakan Lobster Pasir, DKP Bantul: Tidak Akan Ada Pencemaran

Wahid menambahkan pembudidayaan lobster juga perlu menggunakan teknologi tinggi atau modern. Dia memberi contoh budidaya lobster di Banyuwangi yang menggunakan jaring di laut. Hal ini semakin membuat nelayan enggan melakukan budidaya.

Dia menerangkan baru ada empat Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang telah ditetapkan sebagai nelayan penangkap benur. Empat tersebut yaitu Mina Saroyo, Mina Raharjo, Mina Abadi dan UN Jaya berada di Pantai Sadeng, Kapanewon Girisubo.

Selain itu, ada KUB lain yang masih melengkapi syarat-syarat untuk mendapat penetapan. KUB tersebut berasal dari Pantai Drini dan Baron. Beberapa syarat yang harus dilengkapi yaitu surat pengesahan KUB, surat permohonan penetapan kuota, daftar nelayan anggota KUB, surat pernyataan nelayan penangkap benih bening lobster, izin pembudidaya lobster, dan berita acara hasil verfikasi KUB.

“Tapi mereka hanya boleh melalulintaskan benih lobster ke pembudidaya. KUB harus punya channel pembudidaya. Tidak boleh ke pihak lain,” katanya.

Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 16 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah RI.

Wahid mengatakan harga benur mencapai Rp7.000 per ekor. Harga tersebut tergolong rendah dibandingkan beberapa tahun lalu yang mencapai Rp20.000 - Rp30.000 per ekor. Kata dia, daerah paling banyak membeli benur yaitu Banyuwangi.

“Prospek kalau dibudidayakan. Ada nilai tambah. Hanya saja memang harus ada intervensi atau transfer teknologi untuk budidaya lobster,” ucapnya.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gunungkidul, Rujimanto mengatakan penangkapan benur dapat menambah penghasilan yang sangat tinggi.

“Menurut saya bisa menambah penghasilan yang luar biasa, yang penting penangkapanya jangan secara kontinu. Pakai aturan. Mungkin dalam satu tahun benur bisa ditangkap hanya selama tiga bulan. Ditangkap pas puncaknya,” kata Rujimanto.

Menurut Rujimanto lebih baik menjual benur daripada lobster. Harga benur dapat mencapai Rp10.000 per ekor. Tentu lobster memiliki harga lebih tinggi.

BACA JUGA : Warga Pesisir Selatan Bantul Mulai Budidayakan Lobster Laut

 “Tapi menangkap lobster kan memakai jaring, jaring untuk menangkap lobster mudah rusak tersangkut karang. Sedangkan penangkapan benur lebih mudah dan ramah lingkungan. Benur hanya pakai karung goni ditambah penerangan lampu,” katanya.

Disinggung mengenai peluang budidaya lobster, dia menegaskan HNSI Gunungkidul belum memiliki proyeksi budidaya. “Kami tidak ada modal dan belum punya pengalaman,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kabar Susunan Kabinet Prabowo, Gerindra: Belum Ada yang Resmi

News
| Minggu, 28 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement