Ritual Mitoni, Budaya Jawa Menjaga Ibu Hamil Agar Anak Lahir Sehat Bebas Stunting
Advertisement
JOGJA—Budaya Jawa yang adi luhung mengajarkan banyak hal dalam bentuk perlambang atau simbolisme. Termasuk bagaimana menghargai kehidupan dengan merawat kehamilan dan menyambut kelahiran manusia baru melalui upacara adat Mitoni yang penuh simbolisme. Mitoni merupakan upacara adat bagi kehamilan anak pertama dengan usia tujuh (pitu) bulan dalam kandungan.
Nilai-nilai dalam ritual Mitoni selaras dengan upaya menjaga kesehatan kehamilan menuju kelahiran anak yang sehat dan bebas stunting. Adalah BKKBN dan Tim Penggerak PKK Kota Yogyakarta yang menangkap hal tersebut dan bekerjasama menggelar upacara adat Mitoni secara lengkap dalam acara bertajuk “Promosi dan KIE Pencegahan Stunting Kepada Ibu Hamil Melalui Momentum Strategis Dalam Rangka Prosesi Budaya Adat Jawa Mitoni” yang digelar di Grha Pendawa, Balaikota Yogyakarta, Sabtu (27/04/2024).
Advertisement
Sebagai keynote speaker hadir Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, sedangkan Gubernur DIY hadir diwakili Sugeng Purwanto, Asisten Sekda Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat. Kehadiran keduanya disambut PJ Walikota Singgih Raharjo dan Kepala Perwakilan BKKBN DIY sebagai tuan rumah.
Hasto Wardoyo mengawali sambutannya dengan mengatakan bahwa DIY sebenarnya sudah melewati masa bonus demografinya. Menurut Hasto angka harapan hidup DIY tertinggi mencapai 78 tahun bagi wanita dan bagi pria sedikit lebih rendah. Akibatnya penduduk lansia di DIY mencapai 16 persen, paling tinggi dibanding provinsi lain. Sementara angka kelahiran termasuk paling rendah, rata-rata jumlah anak hanya 1,9 (kurang dari dua).
“Sehingga muncul istilah sandwich generation, artinya kelompok usia produktif menanggung kakek nenek dan anak-anak mereka sendiri” ungkap Hasto.
Tidaklah mungkin ada upaya menekan jumlah atau proporsi lansia, pemerintah tetap mengupayakan kesehatan lansia. Dengan demikan diperlukan kelompok usia produktif yang tangguh agar dapat menanggung beban dobel tersebut. Maka sejak dini anak-anak harus dipersiapkan menjadi angkatan kerja yang sehat, produktif dan itu dimulai sejak dalam kandungan dengan menjaga asupan gizi dan kesehatan ibu hamil. Selanjutnya asupan gizi dan pengasuhan anak setelah lahir juga harus diperhatikan agar anak sehat dan bebas stunting.
Dalam sambutan yang dibacakan Asisten Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengajak untuk memaknai Mitoni sebagai sebuah gerakan untuk meningkatkan kualitas generasi yang akan datang.
“Kita bisa mengubah tradisi yang kaya menjadi sebuah alat perubahan sosial yang mampu menyentuh kehidupan banyak orang, dari generasi ke generasi. Mitoni, kita transformasikan bukan hanya merayakan sebuah fase kehamilan, tetapi juga berpartisipasi dalam gerakan besar untuk meningkatkan kualitas hidup generasi yang akan datang.” demikian disampaikan Gubernur. Dengan menggabungkan tradisi dan inovasi, maka selain melindungi warisan budaya, sekaligus juga menciptakan masa depan yang lebih cerah.
Tradisi mitoni mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan kesehatan ibu dan bayi dalam kandungan. Pitu bisa dimaknai sebagai “pitulungan” (pertolongan). Artinya ibu hamil apalagi sudah menginjak tujuh bulan tentu
“Mari kita bergandengan tangan, mengedukasi dan memberdayakan masyarakat, khususnya ibu hamil, dengan pengetahuan dan sumber daya yang memadai untuk melawan stunting,” ajak Gubernur DIY.
Di awal kegiatan Atik Wulandari Ketua TP PKK Kota Yogyakarta menyampaikan bahwa gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) merupakan gerakan berbasis keluarga yang berupaya mencapai terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik kesejahteraan materi, sosial, dan mental spiritual. Dengan demikian kerjasama PKK bersama BKKBN dalam kegiatan ini merupakan upaya yang sangat diapresiasi.
Senada, Gusti Kanjeng Bendroro Raden Ayu Adipati Paku Alam selaku wakil ketua TP PKK DIY menegaskan bahwa Mitoni adalah bagian dari budaya dan kearifan lokal yang kaya akan nilai-nilai budaya dan tradisi yang perlu dilestarikan dalam konteks pencegahan stunting.
Acara ini diikuti 53 Ibu hamil (sebagian besar menginjak 7 bulan kehamilan) beserta suami, dan diakhiri dengan prosesi Mitoni secara lengkap mulai dari sungkeman, siraman, brojolan, dan seterusnya dan diakhiri dengan dodol dawet. Masing-masing tahapan diuraikan maknanya oleh pembawa acara dari Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Yogyakarta. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menkes Imbau Masyarakat Tidak Beli Antibiotik Tanpa Resep
Advertisement
Festival Angkringan Kembali Digelar di Pasar Ngasem, Ini Jadwalnya
Advertisement
Berita Populer
- Sumur Bor Rusak Akibat Kemarau di Bantul Bakal Diprioritaskan Diperbaiki
- Mayat Bayi Laki-Laki Ditemukan Terapung di Sungai Gajahwong Banguntapan Bantul
- Tahun Depan UWMY Pindah ke Kampus Baru di Gamping Sleman
- Korban Jual Beli Apartemen, 79 Gerobak Sapi Bakal Dipakai Lagi untuk Aksi Damai
- Keroncong Kotabaru Jadi Atraksi Wisata Malam Hari di Jantung Wisata Jogja
Advertisement
Advertisement