Advertisement

Gunungkidul Optimalisasi Sumber Air Ketimbang Cetak Sawah Baru

Andreas Yuda Pramono
Minggu, 04 Februari 2024 - 17:37 WIB
Ujang Hasanudin
Gunungkidul Optimalisasi Sumber Air Ketimbang Cetak Sawah Baru Pertanian / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kabupaten Gunungkidul mengaku memproritaskan program pembangunan sumber air daripada cetak sawah baru. Selain karena lahan persawahan tidak berkurang secara signifikan, anggaran pun minim.

Kepala DPP Gunungkidul, Rismiyadi mengatakan pihaknya lebih memilih pembangunan sumber-sumber air daripada cetak sawah baru.

Advertisement

“Kemarin bersama DPUPRKP, kami sudah membangun sumber air yang harapannya bisa mengaliri 40 hektar lahan pertanian di Kalurahan Pacarejo, Semanu,”  kata Rismiyadi dihubungi, Sabtu (4/2/2024).

Rismiyadi menambahkan pembuatan sumber-sumber air tersebut juga menjadi upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) baik padi maupun palawija. IP adalah rata-rata masa tanam dan panen dalam satu tahun pada lahan yang sama.

Potensi peningkatan IP di setiap wilayah dapat dilakukan melalui optimalisasi lahan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air, iklim, tanah, dan unsur hara secara terpadu serta melalui perbaikan pola tanam, baik padi maupun tanaman pangan lainnya.

“IP 100 itu berarti dalam satu tahun menanam satu kali, IP 200 menanam dua kali, dan IP 300 ya menanam tiga kali,” katanya.

Dalam membangun sumber air termasuk irigasi, DPP hanya berwenang membangun irigasi tersier. Sedangkan irigasi primer dan sekunder dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman Kabupaten Gunungkidul (DPUPRKP).

Dia mengatakan luas sawah irigasi di Gunungkidul mencapai sekitar 2.189 hektar seperti di Kalurahan Ponjong dan Karangmojo. Sedangkan sawah tadah hujan ada 5.674 hektar. Menurut dia, luas area persawahan cenderung statis. “Kami memang belum ada program cetak sawah baru. Anggarannya terbatas,” katanya.

BACA JUGA: Ribuan Hektare Lahan Pertanian di Gunungkidul Terancam Gagal Tanam

BACA JUGA: Kapanewon Semin Jadi Lumbung Padi Terbesar di Gunungkidul

Lebih jauh, Rismiyadi juga mengatakan pembangunan lima embung telah selesai. Saat ini embung-embung tersebut sedang dalam proses pengisian. Lima tersebut berada di Kalurahan Katongan, Nglipar; Gari dan Wareng di Kapanewon Wonosari. Dua sisanya dibangun di Kalurahan Kepek, Saptosari, dan Girisekar, Kapanewon Panggang.

Pembangunan embung tersebut merupakan program dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Nilai pembangunan tiap titik mencapai Rp115 juta.

“Sekarang dalam proses pengisian air hujan. Soalnya di wilayah tanah hujan. Paling tidak satu embung dapat mengairi lahan 5 sampai 10 hektar, buat cadangan saat ketika masuk musim kemarau,” ucapnya.

Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Raharjo Yuwono mengatakan, mayoritas lahan di Gunungkidul merupakan tadah hujan. Oleh karenanya, saat awal musim penghujan komoditas yang ditanam didominasi padi.

Sebelumnya, Sekretaris DPP Gunungkidul, Raharjo Yuwono mengatakan tanaman padi menjadi komoditas utama di musim hujan. Pasalnya, mayoritas lahan di Gunungkidul merupakan tadah hujan.

Raharjo menambahkan setelah masa panen pertama, luasan tanam padi akan menyusut untuk musim tanam kedua dan ketiga. Penyusutan tersebut akan diimbangi dengan pemilihan jenis tanaman pangan lain yang akan dikembangkan. Tanaman pangan tersebut seyogianya memiliki karakteristik tidak membutuhkan banyak air seperti jagung dan kedelai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dituding Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam, Ini Klarifikasi Kemenkop-UKM

News
| Sabtu, 27 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement