Pakar UGM Tegaskan Ternak Terkena Antraks Harus Dikremasi atau Dikubur Semen Permanen
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Indikasi kasus antraks di Gunungkidul dan Sleman diduga muncul kembali akibat konsumsi ternak mati. Pakar UGM secara tegas menyatakan ternak berpotensi terjangkit antraks harus dikremasi, dikubur dengan semen dan jangan dipindahkan kemana-mana.
Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono menyoroti aktivitas masyarakat yang memakan daging bangkai. Dia menegaskan sebaiknya para peternak tidak memotong hewan yang sakit apalagi mengonsumsi hewan yang sudah menjadi bangkai.
Advertisement
"Daging bangkai tidak boleh dikonsumsi karena matinya karena zoonosis bisa menular ke manusia. Tahun lalu di Semanu, ada 11 orang tertular dan satu orang meninggal," kata Danang pada Minggu (10/3/2024).
Ternak yang sakit, dijelaskan Danang, harus menjalani isolasi terlebih dahulu dan diobati hingga sehat. Sementara hewan yang sudah mati dan dicurigai terkena antraks harus langsung dikubur atau dikremasi di lokasi. "Jika tidak ada alat kremasi, maka dikubur saja ditimbun lalu disemen. Tidak boleh dibongkar selamanya. Karena spora sangat awet, antidisinfektan sehingga penting adanya literasi dan edukasi agar kasus seperti ini tidak terulang kembali," tegasnya.
Selain itu Danang secara tegas juga mengimbau agar ternak yang mati diduga antraks untuk tidak dipindah-pindahkan ke tempat lain. Pasalnya bila ternak mati tersebut mengeluarkan darah, lalu ceceran darahnya jatuh di sepanjang jalan, maka potensi penyebaran spora akan makin luas. "Jika dipindah, besar kemungkinan spora tercercer ke mana-mana," tegasnya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM bidang Mikrobiologi, Prof. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni menerangkan penyakit antraks disebabkan oleh spora dari Bacillus anthracis yang bersumber dari hewan yang disembelih atau dari lingkungan ternak. Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks ini sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun. "Di tubuh hewan saat hidup, spora ini belum terbentuk. Namun saat disembelih dan bakteri yang ada dalam darah itu keluar lalu berinteraksi dengan udara akan membentuk spora," kata guru besar yang akrab disapa Aeth tersebut.
Dalam kasus ini, spora bisa terbentuk jika bakteri Bacillus anthracis terpapar oksigen. Karenanya spora tersebut tidak pernah dijumpai pada bangkai yang tidak disembelih atau dibuka tubuhnya.
Aeth menyarankan agar hewan yang terserang antraks maupun lokasi yang menjadi sumber penularan harus diisolasi. Bahkan Aeth menegaskan tidak boleh ada satu pun lalu lintas ternak yang keluar masuk lokasi penyebaran antraks untuk pencegahan penularan. "Tidak boleh juga sembarang orang keluar masuk di wilayah tersebut dan hanya petugas yang sudah ditetapkan," ungkapnya.
BACA JUGA: BREAKING NEWS:Kasus Antraks Kembali Ditemukan di Gunungkidul, Dinkes Terjunkan Tim Survei
Selain melakukan isolasi, para peternak perlu meningkatkan biosekuriti dan melakukan pengobatan pada hewan yang sakit serta memberi tambahan suplemen. Pasalnya, ternak yang terkena antraks bisa diobati.
Aeth menjelaskan jika bakteri Bacillus anthracis mudah mati jika diberi antibiotik, antiseptik atau desinfektan. Bakteri ini juga mati pada suhu diatas 54 derajat celcius selama 30 menit. Sementara untuk hewan yang sehat harus diberi vaksinasi selama dua kali selama setahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Otak Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang Bakal Diringkus Polri
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Prakiraan Cuaca BMKG Jumat 22 November 2024: DIY Hujan Ringan Siang hingga Malam
- Jadwal Pemadaman Jumat 22 November 2024: Giliran Depok dan Pasar Godean
- Jadwal Terbaru KA Bandara YIA Xpress Jumat 22 November 2024
- Jadwal SIM Keliling Bantul di Akhir Pekan Bulan November 2024
- Jadwal Terbaru Kereta Api Prameks Jurusan Jogja-Kutoarjo Jumat 22 November 2024
Advertisement
Advertisement