Advertisement

Pakar UGM Tegaskan Ternak Terkena Antraks Harus Dikremasi atau Dikubur Semen Permanen

Catur Dwi Janati
Minggu, 10 Maret 2024 - 19:57 WIB
Arief Junianto
Pakar UGM Tegaskan Ternak Terkena Antraks Harus Dikremasi atau Dikubur Semen Permanen Pasien antraks / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Indikasi kasus antraks di Gunungkidul dan Sleman diduga muncul kembali akibat konsumsi ternak mati. Pakar UGM secara tegas menyatakan ternak berpotensi terjangkit antraks harus dikremasi, dikubur dengan semen dan jangan dipindahkan kemana-mana.

Dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono menyoroti aktivitas masyarakat yang memakan daging bangkai. Dia menegaskan sebaiknya para peternak tidak memotong hewan yang sakit apalagi mengonsumsi hewan yang sudah menjadi bangkai.

Advertisement

"Daging bangkai tidak boleh dikonsumsi karena matinya karena zoonosis bisa menular ke manusia. Tahun lalu di Semanu, ada 11 orang tertular dan satu orang meninggal," kata Danang pada Minggu (10/3/2024).

Ternak yang sakit, dijelaskan Danang, harus menjalani isolasi terlebih dahulu dan diobati hingga sehat. Sementara hewan yang sudah mati dan dicurigai terkena antraks harus langsung dikubur atau dikremasi di lokasi. "Jika tidak ada alat kremasi, maka dikubur saja ditimbun lalu disemen. Tidak boleh dibongkar selamanya. Karena spora sangat awet, antidisinfektan sehingga penting adanya literasi dan edukasi agar kasus seperti ini tidak terulang kembali," tegasnya.

Selain itu Danang secara tegas juga mengimbau agar ternak yang mati diduga antraks untuk tidak dipindah-pindahkan ke tempat lain. Pasalnya bila ternak mati tersebut mengeluarkan darah, lalu ceceran darahnya jatuh di sepanjang jalan, maka potensi penyebaran spora akan makin luas. "Jika dipindah, besar kemungkinan spora tercercer ke mana-mana," tegasnya.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM bidang Mikrobiologi, Prof. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni menerangkan penyakit antraks disebabkan oleh spora dari Bacillus anthracis yang bersumber dari hewan yang disembelih atau dari lingkungan ternak. Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks ini sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun. "Di tubuh hewan saat hidup, spora ini belum terbentuk. Namun saat disembelih dan bakteri yang ada dalam darah itu keluar lalu berinteraksi dengan udara akan membentuk spora," kata guru besar yang akrab disapa Aeth tersebut.

Dalam kasus ini, spora bisa terbentuk jika bakteri Bacillus anthracis terpapar oksigen. Karenanya spora tersebut tidak pernah dijumpai pada bangkai yang tidak disembelih atau dibuka tubuhnya.

Aeth menyarankan agar hewan yang terserang antraks maupun lokasi yang menjadi sumber penularan harus diisolasi.  Bahkan Aeth menegaskan tidak boleh ada satu pun lalu lintas ternak yang keluar masuk lokasi penyebaran antraks untuk pencegahan penularan. "Tidak boleh juga sembarang orang keluar masuk di wilayah tersebut dan hanya petugas yang sudah ditetapkan," ungkapnya.

BACA JUGA: BREAKING NEWS:Kasus Antraks Kembali Ditemukan di Gunungkidul, Dinkes Terjunkan Tim Survei

Selain melakukan isolasi, para peternak perlu meningkatkan biosekuriti dan melakukan pengobatan pada hewan yang sakit serta memberi tambahan suplemen. Pasalnya, ternak yang terkena antraks bisa diobati.

Aeth menjelaskan jika bakteri Bacillus anthracis mudah mati jika diberi antibiotik, antiseptik atau desinfektan. Bakteri ini juga mati pada suhu diatas 54 derajat celcius selama 30 menit. Sementara untuk hewan yang sehat harus diberi vaksinasi selama dua kali selama setahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PKS Berharap Prabowo-Gibran Ajak Gabung Koalisi Pemerintah Seperti PKB dan NasDem

News
| Sabtu, 27 April 2024, 19:37 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement