Advertisement
Tekan Kasus DBD, Nyamuk Ber-Wolbachia Bakal Dilepaskan di 5 Kota
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, Riris Andono Ahmad mengungkapkan penerapan nyambuk ber-Wolbachia akan dilakukan di lima kota di Indonesia.
Kementerian Kesehatan lanjut Riris tengah melakukan uji piloting terkait dengan program ini. Pasalnya bila penyebaran nyamuk ber-Wolbachia ingin diadopsi secara menyeluruh ke dalam program pengendalian DBD di Indonesia,bperlu ada pengalaman untuk mengimplementasikan di wilayah dalam kerangka program.
Advertisement
"Kalau kami kan kerangkanya penelitian. Sehingga Kementerian Kesehatan mengujicoba di lima kota tersebut," ungkap Riris pada Kamis (18/7/2024).
Adapun lima kota yang bakal menerapkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia ini mencakup Semarang, Kota Bandung, Jakarta Barat, Bontang dan Kupang. Pemilihan lokasi ini ditentukan oleh Kemenkes mengacu pada kota-kota dengan endemisitas tinggi DBD. "Jadi tiga di Jawa tiga di luar Jawa," terangnya.
Tahapan penerapan teknologi nyamuk ber-Wolbachia di masing-masing kota di atas pun berbeda-beda. Di Semarang pelepasan nyamuk ber-Wolbachia baru selesai dilakukan di empat kecamatan. Untuk Bandung, pelepasan nyamuk ber-Wolbachia baru dilakukan di satu Kalurahan dan akan disusul di tiga kalurahan lagi.
Sementara di Bontang pelepasan nyamuk ber-Wolbachia baru dirilis di tiga Kecamatan. Untuk Kupang saat ini baru melepas nyamuk ber-Wolbachia di satu Kecamatan dan akan ditambah dua kecamatan lainnya. "Di Jakarta Barat belum mulai dilakukan, jadi bisa kita lihat statusnya beda-beda," tandasnya.
Untuk melihat efektivitas pelepasan nyamuk ber-Wolbachia tim masih harus menunggu pelepasan dan perkembangan nyamuk ber-Wolbachia tuntas. Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia akan dihentikan ketika frekuensi Wolbachia mencapai 60%.
Sementara untuk bisa menunjukkan dampak penurunan DBD, jumlah populasi nyamuk ber-Wolbachia harus mencapai angka 90-95% dibanding dengan nyamuk lokal.
Kemungkinan efektivitas pelepasan nyamuk ber-Wolbachia di lima kota di atas baru terlihat di akhir tahun 2025. Pasalnya butuh waktu sekitar enam bulan untuk pelepasan nyamuk dan waktu tunggu enam bulan berikutnya bagi nyamuk berkembang biak hingga populasinya mencapai 90-95% dibandingkan dengan populasi nyamuk lokal. "Tetapi kalau kita bercermin dari apa yang ada di Sleman dan Bantul itu kan sangat signifikan [efektivitasnya]," ungkapnya.
Di sisi lain, hingga saat ini Riris mengakui belum ada pembicaraan terkait perluasan program nyamuk ber-Wolbachia di wilayah DIY lainnya. Saat ini teknologi nyamuk ber-Wolbachia telah dikembangkan di Kota Jogja, Sleman dan Bantul. Ketiga wilayah tersebut dinilai memiliki tingkat endemisitas yang tinggi pada kasus DBD.
"Secara epidemiologi Kartamantul itu menjadi satu wilayah ekologis untuk demam berdarah. Sementara untuk wilayah Gunungkidul sama Kulonprogo terpisah populasinya," terangnya.
Kulonprogo misalnya, kata Riris wilayah endemi DBD di Kulonprogo hanya di lingkup kecil di Wates kota. Tetapi di wilayah lain yang relatif pedesaan angka kasus DBD belum tinggi. Karenanya pelepasan nyamuk ber-Wolbachia kala itu belum dilakukan di Kulonprogo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Peringati Sumpah Pemuda, Karang Taruna Rejowinangun Gelar Rejowinangun Fest 2024
- Ruang Melamun Bisa Jadi Rekomendasi Toko Buku Lawas di Jogja
- BKAD Kulonprogo Terbitkan SPPT, Nilai Pajak Bandara YIA Tahun 2024 Rp16,38 Miliar
- Grand Zuri Malioboro Corporate Gathering Nobar Home Sweet Loan
- Pilkada 2024: Politik Uang Tak Pengaruhi Preferensi Pemilih di Kota Jogja
Advertisement
Advertisement