Advertisement

KISAH INSPRATIF: Warga Gunungkidul Bikin Ramuan Empon-empon untuk Lele Tidak Amis

Andreas Yuda Pramono
Senin, 29 Juli 2024 - 07:17 WIB
Ujang Hasanudin
KISAH INSPRATIF: Warga Gunungkidul Bikin Ramuan Empon-empon untuk Lele Tidak Amis Ketua Kelompok Budidaya Ikan Mina Rukun, Aminto sedang menunjukkan fermentasi empon-empon sebagai bahan campur pakan ikan di rumahnya, Padukuhan Gelaran II, Bejiharjo, Karangmojo, Gununungkidul, Rabu, (24/7/2024). - Harian Jogja / Andreas Yuda Pramono

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Tak ada yang menyangka lele milik Aminto tak amis. Bahkan, air kolam pun tak berbau. Usut punya usut, dia mengembangkan formula khusus berbahan empon-empon sebagai campuran pakan. Dia menamainya dengan Ramuan Barokah 354 Aminto.

Aminto tinggal di Padukuhan Gelaran II, Bejiharjo, Karangmojo. Rumahnya hanya sepelemparan batu dari Gua Pindul. Rabu, (24/7/2024), petang mulai datang. Di teras rumah Aminto tampak tumpukan kulit kacang hijau kering. Ada juga bulir jagung oranye padam. Satu dua orang melintas di jalan cor blok depan rumahnya.

Advertisement

Pada bagian depan rumah Aminto terdapat papan bertuliskan Kelompok Budidaya Ikan Mina Rukun. Kelompok ini berdiri sejak 19 April 2008. Saat ini tingkatannya adalah madya.

Aminto mengajak Harianjogja.com masuk. Rumahnya terbagi menjadi empat ruang. Ruang pertama digunakan untuk menjamu tamu. Di ruang ini terdapat beberapa dokumen dengan kop Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipasang pada pigura tergantung di tembok.

Di meja panjang pendek, ada beberapa kudapan dan teh dengan potongan jeruk peras. Teh ini terasa segar. Rasa-rasanya beda dengan teh di warung-warung makan.

“Kebetulan tadi saya habis panen jeruk di belakang rumah. Tanaman jeruk ini juga saya siram pakai air kolam lele yang mengandung formula bikinan saya itu,” kata Aminto dengan nada semangat.

Dia tak tampak lelah. Padahal, Aminto baru saja pulang dari kerja di Kota Solo. Selain itu, sebab dia masih menjabat sebagai Ketua Kelompok Budidaya Ikan Mina Rukun, maka dia perlu mengelola kelompok ini dan unit usahanya. Dan begitulah rutinitasnya sehari-hari.

BACA JUGA: Kisah Sugeng Temukan Segala Kebaikan dalam Madu Klanceng Gunungkidul

Sedari dulu, pria dengan tiga anak ini memang menyukai ikan. Dia bersama 54 anggotanya dari empat RT kemudian berupaya membudidayakan ikan. Selain jenis-jenis ikan tidak punah, upayanya dapat melestarikan ekosistem dan menjaga kualitas air tetap baik dengan menghindarkan praktik meracun ikan di perairan umum.

Praktik ini marak terjadi pada tahun 2000an; sebelum Mina Rukun berdiri. Pencari ikan sering menggunakan obat dencis. Selain racun pabrikan, pencari ikan juga kadang memanfaatkan akar tanaman tuba untuk membuat ikan lemas. Mereka menyebutnya dengan jenu. Jenu ini juga dapat menjadi pestisida nabati. Adapun tanaman kecubung juga dapat menjadi pilihan bahan baku lain.

Barokah 354 Aminto

Aminto memperlihatkan kolam ikan miliknya. Setidaknya ada delapan kolam miliknya yang berisi tiga jenis ikan yaitu lele, nila, dan gurami. Kolam-kolam ini berada di belakang rumahnya di samping kandang sapi.

Masuk ke kompleks kolam ikan, tidak ada bau menyengat dari air kolam. Apa yang disampaikan Aminto mengenai efek Ramuan Barokah 354 benar.

Di tengah pekatnya malam, di bawah cahaya senter kepala yang menembak kolam, tampak air ini berwarna hijau. Warna air ini beda dengan air kolam lele biasanya yang berwarna cokelat pekat.

Aminto menjelaskan Ramuan Barokah 354 berbahan baku jahe, temulawak, kunir putih, gula jawa, bekatul. Bahan-bahan ini ditumbuk dan difermentasi bersama dengan campuran belimbing dan susu murni.

Fermentasi memakan waktu satu bulan. Setiap pekan sekali, fermentasi di tong ini perlu diaduk. Pengaplikasiannya, fermentasi ini dicampur dengan pakan ikan seperti pelet. Istilahnya, pembibisan.

Bahan-bahan tersebut dia dapatkan dari pekarangan rumah dan tetangganya. Aminto hanya perlu membeli gula jawa dan susu.

“Angka kematian ikan turun drastis. Bahkan dalam satu waktu tidak ada yang mati,” katanya.

Harga ikan budidaya ini bahkan meningkat. Ada kenaikan sekitar Rp6.000 per ekor dibandingkan dengan ikan yang tak menggunakan Barokah 354.

Dia mengaku meramu Barokah 354 dengan mendasarkan pada pengalaman konsumsi empon-empon pada manusia untuk meredakan sakit. Pengamatan ini dia tulis dan petakan secara detail.

“Dulu saya memang sempat kuliah di Institut Pertanian Wangsa Manggala, Jalan Wates itu. Tahun 1995. Tapi tidak sampai lulus,” ucapnya.

BACA JUGA: Cerita Penghuni Terakhir Bukit Kembang Gunungkidul: Tiap Hari Didatangi Kawanan Monyet, Waswas Didatangi Macan

Atas formula yang dibuat itu, Aminto sering dikunjungi akademisi dan pejabat. Saat ini, formula dan ikan-ikan milikinya bahkan sedang diteliti oleh Mahasiswa Magister dari Universitas Gajah Mada (UGM).

Pangan Berkelanjutan

Sebelum Kelompok Budidaya Ikan Mina Rukun berdiri. Aminto telah memiliki kelompok usaha tani. Kala itu, ada beberapa komoditas yang dikembangkan seperti kakao dan bermacam sayuran. Anggota kelompok berasal dari empat RT dengan total 60 anggota. Kelompok ini juga melayani simpan pinjam. Mirip koperasi.

Suatu ketika ada pihak dari tempat pelelangan ikan memberi tahu informasi bantuan dari Pemerintah Kabupaten untuk pengadaan kolam ikan. Hanya, syarat yang perlu dipenuhi adalah mereka perlu membentuk kelompok budidaya ikan. Maka berdirilah Mina Rukun yang saat ini menjadi binaan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunungkidul.

Kelompok Budidaya Ikan Mina Rukun yang anggotanya juga petani bekerja sama dengan Kelompok Tani Lestari Padukuhan Gelaran II untuk mengembangkan sistem pangan berkelanjutan. Integrasinya yaitu antara peternakan sapi, kambing, ayam; perikanan; dan pertanian.

Aminto kemudian mengajak Harianjogja.com melihat tanaman hortikultura dan lahan baru yang akan ditanami tanaman horti di selatan rumahnya. Ada tomat mawar berwarna oranye kemerahan menyala. Di sebuah green house yang menjadi tempat pembibitan juga ada melon yang berbuah.

Dia menerangkan peternak dan petani di Padukuhan Gelaran II terus mengupayakan untuk menggunakan bahan organik sebagai pupuk. Kotoran sapi milik Aminto juga menjadi bahan baku penggembur tanah. Begitupun kotoran ternak lain.

Kelompok Budidaya Mina Rukun juga memiliki ternak sapi. Ternak ini dikelola dengan metode kerja sama antarpetani/ antarpeternak. Istilahnya, nggaduhke.

“Sistemnya kalau beranak nanti bagi hasil. Kalau beranak dua, kelompok mendapat satu. Kalau anak sapi pejantan dulu beli Rp1 juta, kemudian dijual laku Rp3 juta, kan untung Rp2 juta. Nah, keuntungan ini dibagi setengah-setengah, untuk anggota dan masuk kas kelompok. Kas ini nantinya juga kembali ke anggota. Pas lebaran kami kan bagi-bagi bingkisan,” lanjutnya.

Aminto mengaku terbuka terhadap siapa saja yang ingin belajar membuat Ramuan Barokah 354. Menurt dia, ilmu tidak perlu dirahasiakan atau dikomersialkan layaknya komoditas industri.

“Buat Amal Jariyah. Ilmu ini biar berputar,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Ditinggal Berlibur, Pencuri Bobol Sebuah Rumah, Uang dan Perhiasan Emas Senilai Rp478 Juta Hilang

News
| Senin, 16 September 2024, 15:57 WIB

Advertisement

alt

Kota Jogja Masih Jadi Magnet Wisatawan

Wisata
| Minggu, 08 September 2024, 11:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement