Advertisement
Hadirkan Pameran di Luar Ruang Pamer, Biennale Yogyakarta Dekatkan Seni dengan Masayarakat
Advertisement
BANTUL—Biennale Yogyakarta melalui Astana Bina Seni menghadirkan pameran bertajuk Golong Giling Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi, di Padukuhan Sawit, Panggungharjo, Kapanewon Sewon pada 20-31 Agustus 2024.
Koordinator Lapangan Pameran, Sekar Atika menyampaikan ini pertama kalinya pameran yang diselenggarakan Astana Bina Seni di ruang alternatif atau berada di luar ruang pamer.
Advertisement
Menurutnya, konsep pameran yang diselenggarakan di luar ruang pamer sengaja dilakukan untuk mendekatkan seni ke masyarakat.
"Kami berusaha menjembatani seni agar lebih dekat dengan masyarakat," katanya saat ditemui setelah acara pembukaan, Selasa (20/8/2024).
Dia menyampaikan pameran kali ini sengaja diselenggarakan di Padukuhan Sawit. Hal itu lantaran kedekatan lokasinya dengan Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja.
Menurutnya, meskipun dekat dengan ISI Jogja, tetapi banyak seniman tidak mempresentasikan karya seninya di sini.
Dia berharap kegiatan tersebut mampu menyederhanakan seni kepada masyarakat. Menurutnya seni seringkali dipandang sulit untuk dimengerti. Karena itu, kehadiran pameran di tengah masyarakat tersebut mampu mendekatkan seni kepada masyarakat.
Putri Harbie selaku perwakilan Yayasan Biennale Yogyakarta menyampaikan tahun ini program Asana Bina Seni angkatan ke-6 bekerja dengan tema seputar Seni dan Aktivisme. Pada edisi ini peserta tidak diminta untuk membuat karya atau tulisan yang akan dipamerkan.
"Tahun ini mereka ditantang untuk menemukan metode presentasinya sendiri dan tidak harus berupa karya jadi namun bisa juga berupa karya on-progress," katanya.
Para peserta program Asana Bina Seni 2024 akan meramu ide dan gagasan mereka setelah melalui rangkaian kelas dan inkubasi yang dilaksanakan selama Maret-Juli 2024.
Materi yang diberikan berkisar mengenai estetika dan potensi desa, pemetaan sosial, wawasan gender dan. ekologi serta kesadaran inisiatif pengarsipan.
Perbedaan dari format presentasi tahun sebelumnya adalah tantangan baru untuk peserta Asana Bina Seni keluar dari ruang kubus putih dan menjadi bagian dari kehidupan di desa.
"Pada penyelenggaraan tahun ini, kata kunci yang ditawarkan sebagai pemantik adalah lokalitas dan sejarah yang berkaitan dengan tema besar Biennale Jogja untuk 10 tahun ke depan, yakni Trans-lokalitas & Trans-historisitas," katanya.
Menganalisis sejarah dari konteks lokal menjadi langkah awal untuk bisa terhubung dengan lokalitas dan sejarah di belahan dunia lainnya. Selain itu, menurutnya dengan menganalisis sejarah dari konteks lokal desa merupakan langkah awal untuk terhubung dengan lokalitas dan sejarah di belahan dunia lainnya. "Desa dimaknai tidak hanya sebagai tempat tetapi juga meliputi budaya yang terekam dalam kehidupan warganya," katanya.
Menurutnya praktik kesenian tak lagi eksklusif tanpa misi sosial, tapi berperan aktif merawat kehidupan dan pengetahuan dari tetangga terdekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Satgas Saber Pungli Dihapus, Manfaatkan Penegak Hukum untuk Menindak Pungutan Liar
Advertisement

Agenda Wisata di Jogja 19-31 Juli 2025, dari Pertamax Turbo Drag Fest 2025, Gamelan Festival, KAI Bandara Night Fun Run hingga Tour De Merapi
Advertisement
Berita Populer
- Catat! Ada Ratusan Layang-Layang Hiasi Langit Pantai Parangkusumo pada JIKF 2025, 26-27 Juli 2025
- Ada Materi tentang Narkoba dalam MPLS untuk Pelajar di Sleman
- Mobil Nissan Tabrak Pejalan Kaki dan Empat Kendaraan di Jalan Parangtritis Km 24 Bantul, Dua Orang Patah Tulang
- Bus Sekolah Ramai Peminat, Dishub Berencana Tambah Dua Unit Layani Rute Baru
- Ditawari Jadi Staf Dapur di Thailand, Perempuan Warga Jogja Malah Dibawa ke Kamboja, Dipaksa Jadi Penipu Online
Advertisement
Advertisement