Kecewa Terhadap Penundaan Proyek, Ratusan Pekerja Konstruksi Gelar Aksi Demo
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Ratusan pekerja konstruksi yang tergabung dalam Aliansi Paguyuban Pekerja Bantul (AP2B) menggelar aksi unjuk rasa di PT Merak Jaya Beton di Ringroad Selatan, Banguntapan, Rabu (21/8/2024). Massa juga menggeruduk Kantor Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang berada di Kompleks Parasmya Bantul. Aksi tersebut dipicu penundaan jadwal tender oleh ULP Bantul yang menyebabkan penumpukan pekerjaan di akhir proyek.
Koordinator Lapangan Aksi Endik mengatakan aksi tersebut digelar karena adanya penundaan jadwal tender yang menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan pada para pekerja. Dia menduga ada dugaan keterlibatan pihak tertentu dalam tender pengadaan barang dan jasa di Bantul.
Advertisement
BACA JUGA : Polemik Pembangunan TPSS Srimulyo, Warga: Sudah Kami Tolak, Backhoe Tetap Masuk
Menurutnya, penundaan tender yang tidak sesuai jadwal dinilai berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Ia pun mempertanyakan alasan ULP Bantul tidak menayangkan paket tender secara teratur seperti tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan secara tergesa-gesa, sehingga hasilnya tidak maksimal.
"Kami terpaksa bekerja dengan waktu yang sangat terbatas dan ini mempengaruhi kualitas pekerjaan kami. Kami ingin pihak terkait [ULP Bantul] segera menuntaskan masalah ini agar kami bisa bekerja dengan lebih baik," kata Endik, Rabu (21/8/2024).
Dia pun menduga ada pihak tertentu yang ingin menguasai tender proyek di Bantul. "Hal itu [menguasai tender proyek] bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal warga Bantul. Karena sebelumnya proyek-proyek tersebut dikerjakan sendiri oleh pengusaha Bantul," katanya.
BACA JUGA : Siap Dimediasi, Warga Bayen Purwomartani Dukung Kelancaran Proyek Tol Jogja-Solo
Tim Hukum dan Advokasi AP2B Musthafa menyoroti potensi pelanggaran hukum terkait situasi tersebut. "Ada beberapa potensi pelanggaran hukum yang dapat diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak hukum," katanya.
Musthafa menilai, ULP Bantul diduga melanggar Pasal 7 ayat 1 Perpres No.16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam aturan tersebut, ULP Bantul harus melaksanakan proses pengadaan barang/jasa sesuai jadwal dan aturan yang berlaku.
“Jika terbukti ada kelalaian atau penyimpangan dalam proses ini, ULP Bantul dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana,” ucap Musthafa.
Dia menambahkan, perusahaan yang terlibat patut diduga melanggar UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU No.2/2017 tentang Jasa Konstruksi. Dalam regulasi tersebut, diatur seluruh material yang digunakan dalam proyek konstruksi harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku.
Penggunaan material tidak berizin bisa dianggap melanggar ketentuan ini dan dapat mengakibatkan sanksi administratif, denda, hingga pencabutan izin usaha konstruksi. Dampaknya adalah hilangnya hak perusahaan untuk beroperasi di sektor tersebut.
Musthafa menyebut, dalam UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur penggunaan material yang tidak memenuhi standar juga bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Meliputi hak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
Pelanggaran tersebut dapat menyebabkan perusahaan dikenakan sanksi berupa denda atau tuntutan ganti rugi dari pihak yang dirugikan. “Perihal ULP Bantul tidak menayangkan paket tender secara teratur atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ada beberapa dampak hukum dan konsekuensi yang dihadapi oleh ULP dan pejabat yang terlibat," ujarnya.
Hal itu, katanya, dapat diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No. 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur proses pengadaan harus dilakukan secara terbuka, transparan, adil, dan tepat waktu. "Jika ULP tidak menayangkan paket tender secara teratur, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas," kata Musthafa.
Selain itu, ada pula potensi tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU No. 31/1999 juncto UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurutnya, jika penundaan atau tidak ditayangkannya paket tender secara teratur diduga disengaja untuk menguntungkan pihak tertentu atau merugikan negara, hal ini bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
“Terakhir kami berharap betul Pengawasan dan Audit oleh BPK atau BPKP Audit Khusus yaitu dengan melakukan audit khusus terhadap ULP Bantul yang tidak menayangkan tender secara teratur," ujarnya.
Sesuai Mekanisme
Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda Bantul Setda Bantul mengklaim pengadaan barang dan jasa yang telah dilakukan selama ini sesuai mekanisme yang ada.
"Pengadaan sudah sesuai prosedur yang ada. Sekarang semua sudah Bu aplikasi, sekarang semua bisa masuk dalam proses pengadaan barang dan jasa," kata Plt Kepala BPBJ Setda Bantul, Pambudi Arifin Rakhman saat ditemui di kantornya, Rabu (21/8/2024).
Dia menuturkan Pemkab Bantul memiliki 137 paket pekerjaan tahun ini. Dari jumlah tersebut 84 paket pekerjaan telah selesai pekerjaannya. Sehingga menurutnya, Pemkab Bantul tidak melakukan penundaan terhadap paket pekerjaan tersebut.
Paket pekerjaan tersebut tidak dapat diselenggarakan serentak lantaran sumber daya manusia (SDM) yang ada terbatas. Selain itu, menurutnya, pihaknya juga memprioritaskan paket pekerjaan yang memiliki ketentuan batasan waktu pengerjaan. "Yang [paket pekerjaan] dari Dana Alokasi Khusus [DAK] ada batas waktunya jadi kita dahulukan," katanya.
BACA JUGA : Presiden Jokowi Diminta Berada Bersama Rakyat Mengadang Pelemahan KPK
Dia pun memastikan seluruh paket pekerjaan akan rampung sesuai dengan target waktu disepakati. "Dengan waktu yang ada, semua [paket pekerjaan] akan terselesaikan pad waktunya," katanya.
Selama ini pihaknya melakukan proses seleksi terhadap penyedia jasa dalam tender yang telah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada. Dia menuturkan, pihaknya melakukan penelaahan terhadap segi teknis, adminitrasi dan harga sebelum menentukan pemenang tender.
Menurut Pambudi, terkait dugaan ada material yang tidak berizin yang digunakan dalam proses operasional, pihaknya tidak banyak berkomentar. Hal itu merupakan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DIY untuk memastikan segi teknis pekerjaan konstruksi disana sesuai aturan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Warga Keluhkan Pembakaran Sampah oleh Transporter, DLH Bantul Siap Bertindak
- 2 Sekolah di Kulonprogo Ini Berpotensi Terdampak Pembangunan Tol Solo-Jogja-YIA
- Viral Aksi Mesum Parkiran Abu Bakar Ali Jogja, Satpol PP Dorong Adanya Kontrol Sosial
- Pemkot Berkomitmen Selesaikan Sampah dari Hulu sampai Hilir
- Dorong Pilkada Lebih Fair dan Bermartabat, PDIP Kulonprogo Bentuk Satgas OTT Politik Uang
Advertisement
Advertisement