Advertisement

Upaya Menjaga Kualitas Biji Kakao Nglanggeran Terganggu Tengkulak

Andreas Yuda Pramono
Senin, 26 Agustus 2024 - 12:37 WIB
Ujang Hasanudin
Upaya Menjaga Kualitas Biji Kakao Nglanggeran Terganggu Tengkulak Tanaman Kakao / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Nglanggeran menyampaikan bahwa saat ini sedang marak praktik tebus biji kakao basah dengan harga tinggi di Kapanewon Patuk oleh tengkulak. Praktik ini menurunkan penjualan produk olahan kakao dan mengobrak-abrik keseragaman kualitas kakao.

Ketua BUMDes Nglanggeran, Ahmad Nasrodin mengatakan kenaikan harga biji kakao di dunia memunculkan praktik jual-beli biji kakao berkualitas rendah dengan harga tinggi. Hal ini mengacaukan penyeragaman kualitas.

Advertisement

“Saya sempat ke Kapanewon Ponjong, situasi di sana sama juga [praktik tengkulak]. Tengkulak ini beli biji kakao tidak berkualitas. Kadar air masih tinggi, tapi berani beli Rp100.000 per kilogram. Petani ya tergiur,” kata Nasrodin dihubungi, Senin, (26/8).

Nasrodin menambahkan ada sekitar sepuluh tengkulak yang rutin berkeliling ke rumah-rumah petani kakao di Kalurahan Nglanggeran. Antar-tengkulak pun, kata dia juga bersaing ihwal harga beli.

Dia menegaskan pasokan biji kakao di beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dikelola BUMDes Nglanggeran seperti Griya Cokelat dan Omah Kakao menjadi terganggu. Meski begitu, BUMDes terus mengupayakan ketersediaan stok produk.

BACA JUGA: Produksi Kakao di Gunungkidul Belum Optimal

Situasi yang menjadi persoalan ini juga telah mereka bahas di tingkat kelompok tani. Hanya, persoalan tengkulak masih belum menemui jalan keluarnya. “Kalau kami juga beli harga kakao basah Rp100.000 per kilogram ya namanya bunuh diri,” katanya.

Padahal, 3 kg biji kakao basah apabila dikeringkan dalam proses fermentasi, bobotnya menyusut menjadi 1 kg. Artinya, BUMDes perlu mengeluarkan sekitar Rp300.000 hanya untuk mendapat 1 kg biji kakao kering. Adapun harga biji kakao kering per kg dihargai Rp135.000.

BUMDes Nglanggeran telah menetapkan standar minimal tingkat kekeringan biji kakao sebesar 7% kandungan air. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga kualitas biji dan produk olahan kakao.

Nasrodin mengaku mendapat informasi dari para tengkulak bahwa mereka menjual biji kakao basah tersebut langsung ke pabrik. Hanya, mereka tidak menyampaikan pabrik yang dimaksud.

Dia lantas mempertanyakan pengolahan biji tersebut oleh perusahaan, termasuk harga beli yang mereka tawarkan ke tengkulak. “Kami tidak bisa membendung para tengkulak itu,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Masih Dikerjakan Tanpa Kajian Hukum yang Memadai

News
| Rabu, 18 September 2024, 15:27 WIB

Advertisement

alt

Mie Kangkung Belacan Jadi Primadona Wisata Kuliner Medan

Wisata
| Selasa, 17 September 2024, 22:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement