Advertisement
Kisah Anton Syahputra, Rekrut Petani Muda dan Kembangkan Sawah Jadi Destinasi Wisata
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Bertani tidak selalu identik dengan sawah. Di Bantul, Anton Syahputra mengajak para pemuda-pemudi untuk menyelaraskan pertanian dengan teknologi, meluaskan ranah dan makna petani.
“Ayo buat taruna tani, nanti mas Anton yang jadi ketuanya,” kata Anton Syahputra, menirukan perkataan salah satu dosen dari UGM.
Advertisement
Ajakan membuat kelompok petani muda itu terjadi sekitar 2018. Anton mengingat, pertemuan itu berisi para gapoktan, perwakilan perusahaan, pemerintah daerah, dan akademisi. Anton menjadi peserta yang paling muda. Pertemuannya memang hanya beberapa jam, namun dampaknya terasa sampai hari ini.
Sebelum pertemuan itu, Anton menjadi petani konvensional. Dia bertani dengan sistem yang sudah turun-temurun dari orang tua dan kakek neneknya. Pertemuan di tahun 2018 itu banyak membahas perkembangan teknologi dalam dunia pertanian, yang banyak membuka wawasan Anton.
Meski kaget dan tidak begitu yakin, Anton akhirnya mau mencoba membuat kelompok tani muda. Benar saja, dia menjadi ketua yang pertama. “Ternyata susah banget [ngajak anak muda untuk bertani], apalagi awal-awal enggak punya anggota,” kata Anton, beberapa waktu lalu. “[Perlahan mulai] ada anggota, tapi stagnan. Dulu 15 orang, sekarang 28 orang, yang aktif paling 20.”
Kelompok petani muda tersebut bernama Taruna Tani Hijaunya Cinta. Meski sudah terbentuk dan memiliki anggota, Anton dan teman-temannya masih bingung. Mereka tidak begitu paham tugas dan fungsinya. Lama-kelamaan, dengan banyak interaksi dan pendampingan, program mulai terbentuk. Memasuki tahun 2019, Taruna Tani Hijaunya Cinta mendapatkan proyek dari dana corporate social responsibility (CSR).
Kenapa Bukan Petani?
Pertemuan pertanian dan teknologi membuka mata Anton dan teman-temannya. Bertani tidak melulu di sawah. Bertani juga bisa dengan mengembangkan bunga hias, hidroponik, usaha yang berkaitan dengan pertanian, membuka jasa konsultan pertanian, dan sebagainya.
Pertanian sektornya luas. Anehnya, Anton sering menemukan orang yang enggan mendapat label petani, padahal dia bernaung di sektor yang sama. “Kenapa [beberapa orang] enggak mau disebut petani? Misal suka nanem di kebun tapi enggak mau disebut petani. Sebenarnya konotasi kata petani itu apa sih? Kok enggak mau disebut petani?” katanya.
BACA JUGA : Petani di Sleman Kena Biaya Tambahan Pembelian Pupuk Bersubsidi Sebesar Rp5.000
Anton ingin petani menjadi profesi yang memiliki kebanggaan. Caranya dengan membuat sektor pertanian beragam dan memiliki daya tawarnya. Kini, Taruna Tani Hijaunya Cinta mengambangkan banyak sektor pertanian, mulai dari kandang domba bersama, hidroponik, kolam ikan nila dan koi, maggot, sewa traktor, hingga penggilingan pupuk.
Anton juga mengelola tiga lahan, dengan luas 200, 800, dan 1.000 meter persegi. Penanaman jenis varietasnya sesuai dengan musim, kadang bawang, kadang palawija. Meski pendapatan menjadi petani tidak tetap dan tidak instan, namuns sektor ini bisa menguntungkan bila tahu celahnya.
“Ketika sudah bisa dan mengerti celahnya, bisa bertahan. Rata-rata [anak muda] belum bisa memahami potensinya [jadi sedikit yang tertarik menjadi petani],” kata Anton.
Wisata Bisa di Sawah
Anton mengembangkan pertanian dengan sentuhan pariwisata. Anton membuat sawah dengan segala bentuk kegiatan pertaniannya menjadi unsur utama dari wisata. Sehingga tidak ada wisata buatan. Semuanya alami.
Pengunjung yang hendak berwisata, sekaligus belajar dunia pertanian, bisa memilih paket sesuai kebutuhan. Bisa tentang cara menanam hingga panen, bisa cara merawat ternak, atau lainnya. Berhubung siklus perawatan ini tidak bisa direkayasa semena-mena, maka wisata disesuaikan dengan musim yang sedang berlangsung.
“Misal kebetulan ada pengunjung yang datang di masa menanam, ya nanti belajarnya tentang menanam bawang misalnya, misal pas panen ya wisata edukasinya tentang panen. Begitu juga dengan ternak dan lainnya,” kata Anton, yang kini berusia 34 tahun.
Paket wisata edukasi berbiaya mulai dari Rp25.000 per orang. Harga bisa disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Dalam sekali kunjungan, satu rombongan jumlahnya bisa belasan sampai puluhan orang.
BACA JUGA : Petani di Bantul Mulai Panen, Stok Padi Melimpah
Seperti belum lama ini, 30 orang yang berkunjung dari mahasiswa-mahasiswi Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jogja. Dalam sebulan, jumlah kunjungan bisa mencapai ratusan orang. “Selain sebagai cara berbagi ilmu tentang pertanian, dan mengampanyekan petani muda, kami juga dapat sisi positif dari sisi income [melalui wisata ini],” katanya.
Menciptakan Pasar di Sawah
Kita mungkin saja familiar dengan sayuran dan lauk-pauknya saat berada di piring makan. Tapi tahukah kita proses menanamnya? Berapa lama sampai panen dan cara merawatnya? Sekitar tahun 2020, saat awal-awal pandemi Covid-19, Taruna Tani Hijaunya Cinta membuat Vegetable Market.
Konsepnya mendekatkan konsumen produk pertanian dengan petani. Masyarakat yang membutuhkan bahan makanan, atau bahkan sekadar butuh berfoto ria di sawah, bisa berkunjung langsung ke sawah. Pengunjung bisa memetik sendiri produk pertanian sesuai kebutuhan.
Harga produk pertanian disamakan dengan di pasaran. Namun yang pasti, produk di sini lebih segar. Berlangsung dari jam 16.00 sampai 18.00 WIB, rekor terbanyak pernah menjual sayuran dengan nilai sekitar Rp500.000.
Vegetable Market masih ada sampai sekarang, dengan langsung dikelola oleh petani masing-masing lahan. “Dulu mungkin orang hanya melirik atau melihat, tidak berani tanya-tanya ke petani, sekarang mereka bisa ngobrol dengan petani, ini yang mahal, perbincangan tentang pertanian yang membuat orang-orang lebih paham tentang pangan,” kata Anton.
Dengan semakin paham asal-usul bahan pangan, masyarakat bisa semakin menghargai makanan. Dengan mendekatkan konsumen ke petani, ada pula pemotongan jalur distribusi bahan pangan. Semua bermuara pada kebaikan semua pihak, termasuk juga menebarkan kecintaan pada alam sedikit demi sedikit.
“Sesepuh saya, petani senior pengelola lahan di sebelah kami, Mbah Ngadimen dan Mbah Kati pernah bilang kalau kita perlu nguri nguri Bumi seng maregi, ayo kita rawat alam ini, karena alam ini yang menghidupi kita. Itu yang menjadi tagline Taruna Tani Hijaunya Cinta sampai saat ini,” kata Anton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Komdigi Siapkan Aturan Larang Anak di Bawah Umur Bikin Akun Medsos
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Top Ten News Harianjogja.com, Selasa 4 Februari 2025, Kelangkaan gas LPG 3 Kg, Pekan Budaya Tionghoa, Cuaca Ekstrem Bantul
- Pemkab Kulonprogo Siapkan Lima Program Prioritas
- Pemerhati HAM UGM Sebut Penembakan Pekerja Migran di Malaysia Melanggar Hukum Internasional
- Makan Bergizi Gratis, Dapur SPPG di Sleman Ditinjau Staf Kepresidenan
- Status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi di DIY Diperpanjang Lagi
Advertisement
Advertisement