Advertisement

Minta Ada Revisi Aturan Pilkada, Bawaslu Sleman Berharap Restorative Justice Dipertimbangkan

Andreas Yuda Pramono
Selasa, 18 Februari 2025 - 21:17 WIB
Arief Junianto
Minta Ada Revisi Aturan Pilkada, Bawaslu Sleman Berharap Restorative Justice Dipertimbangkan Ilustrasi Pilkada / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sleman meminta adanya revisi mengenai aturan-aturan pidana yang termuat dalam Undang-undang (UU) No. 8/2015 tentang Perubahan atas UU No. 1/2015 tentang Perppu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU.

Ketua Bawaslu Sleman, Arjuna al Ichsan Siregar mengatakan UU No. 1/2015 tersebut sudah 10 tahun belum mengalami perubahan. “Sementara di UU Pemilu 7/2017 sudah ada perubahan-perubahan terkait penanganan pidana Pemilu. Kami menilai perlu ada revisi terkait aturan-aturan pidana di UU No. 1/2015 itu,” kata Arjuna, Selasa (18/2/2025).

Advertisement

Melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan dengan UU No. 1/2023 tentang KUHP, kata Arjuna, perlu ada penyesuaian antara UU No. 1/2015 perlu mendapat revisi atau penyesuaian mendasarkan KUHP tersebut.

Dia memberi contoh dengan dinamika Pilkada di Sleman. Arjuna menerangkan Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Negeri (PN) mengambil langkah terobosan di mana penanganan pidana dalam Pilkada dapat dilakukan menggunakan paradigma restorative justice. “KUHP yang disahkan dengan UU No. 1/2023 itu kan efektif berlaku 2027, jadi bisa disesuaikan untuk UU No. 1 /2015,” katanya.

Dalam KUHP tersebut, kata dia, juga menggunakan paradigma restorative justice dalam penanganan pidana. Itulah sebabnya, paradigma restorative justice perlu diadopsi dalam penanganan pidana ketika Pilkada yang akan datang. “Kenapa perlu mempertimbangkan restorative justice, tentu utamanya aadalah mempertimbangkan keadilan bagi semua pihak dengan mekanisme yang diatur dalam restorative justice nanti. Sehingga putusan-putusan pidana yang akan diberikan ke depan dapat memberikan keadalin bagi para pihak bersengketa,” ucapnya.

Menurut Arjuna, pengaturan persidangan in absentia bagi pelaku atau tersangka pidana yang tidak dapat dimintai keterangan ketika penanganan awal pada tahap penyidikan belum termuat dalam UU No. 1/2015. “Kalau di UU 7 Tahun 2017 itu bisa dan diatur lebih rinci bagaimana mekanisme persidangan in absentia itu, tetapi di UU No. 1/2015 tidak ada. Ini perlu dilakukan perbaikan-perbaikan,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto Tuding KPK Mencederai Proses Hukum

News
| Selasa, 18 Februari 2025, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Menyelami Hubungan Manusia dengan Alam lewat Lukisan, Garrya Bianti Hadirkan Pameran Back to Nature

Wisata
| Senin, 17 Februari 2025, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement