Advertisement

20 Persen Warga Indonesia Baca Buku Setiap Hari

Sirojul Khafid
Minggu, 09 Maret 2025 - 08:17 WIB
Sunartono
20 Persen Warga Indonesia Baca Buku Setiap Hari Ilustrasi Buku - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sebanyak 20% masyarakat Indonesia membaca buku setiap hari. Temuan ini berasal dari Survei Preferensi Membaca Buku di Era Digital Tahun 2025 oleh GoodStats. Di samping temuan masyarakat yang membaca setiap hari, untuk yang membaca rutin setiap pekan sebanyak 22,3%. Sementara yang membaca rutin setiap bulan sebanyak 24,6%, jarang membaca 15,4%, dan sesekali 17%. Adapun sampel dalam survei ini sebanyak 1.000 orang.

"Hal ini bisa didorong oleh kurangnya motivasi, minimnya akses, pengaruh budaya, hingga kualitas buku yang beredar di pasar. Padahal, membaca dapat memperkaya wawasan individu," tulis dalam laporan yang rilis awal Maret 2025 ini.

Advertisement

Para pembaca buku di Indonesia, mayoritas masih banyak menggunakan buku cetak. Sebanyak 85,2% orang lebih senang menggunakan buku cetak. Untuk pembaca buku digital atau e-book sebanyak 43,1%, buku audio 7,1%, dan lainnya 5,4%.
"Bagi sebagian pembaca, rasanya belum puas membaca buku kalau belum menyentuh fisiknya. Selain buku cetak, e-book dan audio book juga semakin digemari, dengan kemudahan mobilitas dan dampaknya yang lebih ramah lingkungan," tulisnya.

Dari sisi genre buku, sebanyak 65% pembaca menyukai jenis pengembangan diri. Untuk penyuka genre non-fiksi (misalnya sejarah, biografi, dan lainnya) sebanyak 60,1%; pendidikan atau akademik 57,4%; fiksi (misalnya novel, cerita pendek, dan lainnya) 50,6%; buku anak-anak 7,1%, serta lainnya 8,9%.

Preferensi genre buku ini dianggap mencerminkan kebutuhan mayoritas publik Indonesia dalam membaca buku. "Di sisi lain, buku fiksi, dengan ragam tema yang dihadirkan, menjadi pilihan 50,6% responden. Mulai dari romansa, sci-fi, hingga horor, membaca buku fiksi bisa jadi pilihan untuk rehat sejenak dari kesibukan," tulis dalam laporan.

Dalam proses memilih buku, pembaca paling banyak menggunakan media sosial untuk mencari buku, dengan persentase sebanyak 62,5%. Pembaca yang mencari buku melalui platform buku daring (misalnya Gramedia Digital dan lainnya) sebanyak 11,3%; toko buku 10,7%; rekomendasi teman/keluarga 5,4%; ulasan atau blog buku 4%, dan lainnya 3%.
GoodStats menyatakan, dengan jumlah penggunanya yang mencapai 139 juta pada awal tahun lalu, tidak mengherankan apabila informasi terkait perilisan buku baru lebih banyak disebarluaskan di media sosial. "Platform buku daring juga masih menjadi pilihan publik dalam mengakses informasi soal buku, meski pengaruhnya jauh lebih rendah ketimbang media sosial," tulisnya.

Sebagai informasi, Survei Preferensi Membaca Buku di Era Digital Tahun 2025 oleh GoodStats berlangsung dalam rentang 20 Januari hingga 10 Februari 2025. Survei pada 1.000 responden berlangsung secara online, dengan juga mengadakan focus group discussion. Responden berasal dari Pulau Jawa dengan besaran 64%, luar Pulau Jawa 34%, dan lainnya 2%. Dari sisi pendidikan responden, dari lulusan SLTA atau sederajat sebanyak 22,6%; sarjana satu 36%; master 33,2%; dan doktor 8,2%.

Buku Fisik Masih Jadi Juaranya

Preferensi atau kecenderungan kesukaan masyarakat Indonesia dalam memilih akses bacaan masih berada pada buku fisik. Masih dalam Survei Preferensi Membaca Buku di Era Digital Tahun 2025 oleh GoodStats, sebanyak 79% responden masih berpreferensi pada buku cetak. Preferensi selanjutnya yaitu buku digital sebanyak 18,5%; buku audio 0,5%; dan tidak ada preferensi 2,1%.

Alasan utama dari preferensi tersebut yaitu pengalaman membaca (sentuhan, aroma buku, dan lainnya) sebesar 73,8%; kemudahan 49,2%; aksesibilitas dan kemudahan penyimpanan 23,6%; biaya 19,5%; fitur fleksibel 15,4%; kepedulian lingkungan 13,3%; suara narasi membuat buku hidup 2,1%; dan lainnya 5,6%.

Di samping itu, ada pula pertanyaan untuk responden berupa, "Apakah ada kemungkinan tetap membaca buku cetak di masa depan meski e-book populer?" Sebanyak 49,2% mengatakan sangat mungkin, menjawab mungkin 32,3%, netral 15,9%, tidak mungkin 2,1%, dan sangat tidak mungkin 0,5%.

Pengeluaran Untuk Buku

Survei di atas juga mencakup lokasi dan pengeluaran pembaca di Indonesia untuk urusan buku. Dari sisi sumber, sebanyak 65,3% pembaca di Indonesia membeli buku dari marketplace online (misalnya Tokopedia, Shopee, dan lainnya). Sementara yang membeli buku di toko buku fisik sebanyak 63,4%; platform buku khusus (misal Google Play Books dan lainnya) 25,1%; serta Lainnya 12,3%.

"Marketplace online menjadi pilihan utama publik Indonesia dalam membeli buku, dengan ragam promosi dan kemudahan yang ditawarkan. Meski begitu, 63,4% responden juga tercatat lebih suka membeli langsung di toko buku fisik. Melihat dan menyentuh buku-buku di etalase memberikan pengalaman belanja yang berbeda dibanding sekadar melihat lewat layar ponsel," tulis dalam laporan tersebut.

Dari sisi faktor yang memengaruhi keputusan seseorang dalam membeli buku, sebanyak 39% berdasarkan rekomendasi dan ulasan dari orang lain. Masyarakat juga melihat dari pratinjau konten (misalnya bab sampel) sebanyak 24,2%; harga 20,8%; reputasi penulis 7,7%; sampul dan desain buku 4,1%; dan lainnya 4,15%.

Beralih ke rata-rata pengeluaran masyarakat Indonesia dalam membeli buku setiap bulannya, sebanyak 70,8% responden mengeluarkan kurang dari Rp100.000 untuk membeli buku. Masyarakat yang mengeluarkan uang antara Rp100.000 hingga Rp500.000 untuk buku sebanyak 24,6%, serta di atas Rp500.000 sebesar 4,6%.

"Bukan rahasia umum kalau harga buku memang kurang ramah di kantong. Biaya cetak, distribusi, hingga pajak yang berlaku mendorong tingginya harga buku di Indonesia. Survei menunjukkan bahwa kebanyakan responden menghabiskan kurang dari Rp100.000 per bulan untuk keperluan buku. Hanya segelintir yang mengeluarkan lebih dari Rp500.000," tulisnya.

Adapun latar belakang survei ingin melihat format buku di Indonesia yang semakin beragam seiring berkembangnya teknologi, serta dampak yang mengikutinya. Dari buku fisik yang tersusun di rak-rak, kini masyarakat bisa melihat buku secara digital.

Kondisi ini membuka opsional baru dalam cara menikmati buku, sekaligus mampu memengaruhi kebiasaan dan preferensi pembaca. Bagi penerbit, kondisi ini juga membuka peluang inovasi yang lebih luas dalam strategi pemasaran buku. "Melihat kedua fenomena tersebut, kami ingin melakukan survei untuk mengetahui preferensi terkini masyarakat Indonesia terkait aktivitas membaca buku di era digital," tulis dalam laporan.

Membangkitkan Lagi Toko Buku

Era digital dianggap berdampak pada menyusutnya jumlah toko buku fisik. Pemerintah dan komunitas di beberapa negara, salah satunya Jepang, mengupayakan hidupnya toko buku fisik. Ada ikatan yang tidak bisa didapatkan dari toko online, yang mereka anggap penting keberlanjutannya.

Lebih dari sekadar tempat untuk menjual buku, toko buku fisik juga menjadi pusat budaya dan komunitas. Toko buku fisik dapat memberikan harapan saat putus asa; toko buku fisik juga dapat menyatukan orang-orang saat krisis melanda. Dan bagi banyak orang secara umum, toko buku fisik dapat menjadi tujuan untuk rekreasi dan melepaskan penat.

Di Jepang, jumlah toko buku fisik telah menurun signifikan. Seperti yang dilaporkan oleh Japan Publishing Industry Foundation for Culture, 27,7% kota-kota di Jepang tidak lagi memiliki toko buku hingga Maret 2024. Menurut data pemerintah, margin keuntungan yang rendah dan persaingan yang ketat dengan toko daring menjadi alasan utama penurunan ini.

Dengan semakin populernya teknologi digital, banyak orang mulai beralih dan membeli buku digital karena dianggap praktis. Ribuan eksemplar buku tidak terjual dan berdebu di rak-rak toko buku. Akibatnya, toko buku harus membayar biaya transportasi untuk mengembalikan buku dan majalah yang tidak terjual, yang dipotong dari pendapatan mereka yang rendah. Selain itu, nilai diskon dari toko buku digital membuat mereka lebih menarik bagi pembeli, sehingga toko buku fisik semakin ditinggalkan.

Inisiatif Pemerintah dan Komunitas

Sebagai respons atas hal tersebut, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang memutuskan untuk membentuk tim proyek lintas departemen guna mempromosikan toko buku fisik di seluruh penjuru Jepang. Proyek ini mengundang para manajer toko buku untuk berbagi pendapat mereka tentang kondisi di lapangan. Selain itu, pemerintah akan memperkenalkan berbagai cara untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan langkah-langkah dukungan lainnya.

“Pemerintah pusat dan daerah serta industri terkait harus memahami masalah ini dan melakukan apa yang mereka bisa [untuk menghidupkan kembali toko buku],” kata Yoji Muto, Menteri Perindustrian, seperti dilansir Green Network Asia.

Sementara itu, pemilik toko buku telah mengambil tindakan dengan cara mereka sendiri. Di distrik Kanda Jimbocho, Tokyo, sebuah toko buku berbagi-rak didirikan sebagai cara untuk mengembalikan kegembiraan membaca buku secara fisik bagi masyarakat.

Mulai dari individu hingga perusahaan, siapa pun dapat menyewa rak seharga 4.850-9.350 yen ($32-$61) per bulan dan menempatkan semua jenis buku untuk dijual. Dengan cara ini, orang-orang dapat memiliki berbagai pilihan buku, tidak hanya buku-buku populer yang dijual di toko buku biasa.

“Pelanggan dan pemilik rak mengunjungi toko buku tidak hanya untuk menjual dan membeli buku, tetapi juga untuk menikmati obrolan tentang buku,” kata Rokurou Yui, salah satu toko buku berbagi-rak.

Komunitas adalah jantung masyarakat serta ruang fisik merupakan fasilitator penting dalam pembangunan komunitas. Kehadiran toko buku fisik menekankan pentingnya ikatan dalam ruang kehidupan nyata dengan orang-orang di sekitar kita, serta aksesibilitas ruang pendidikan dan budaya bagi orang-orang untuk belajar, bersosialisasi, dan berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemkot Semarang Bolehkan Sekolah Gelar Study Tour Asal Penuhi Aspek Keselamatan

News
| Minggu, 09 Maret 2025, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Ramadan, The Phoenix Hotel, Grand Mercure & Ibis Yogyakarta Adisucipto Siapkan Menu Spesial

Wisata
| Jum'at, 28 Februari 2025, 11:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement