Advertisement

Kampus Negeri di Jogja Tak Satu Suara soal Pendataan Nomor Ponsel Mahasiswa

Sunartono
Jum'at, 08 Juni 2018 - 05:50 WIB
Bhekti Suryani
Kampus Negeri di Jogja Tak Satu Suara soal Pendataan Nomor Ponsel Mahasiswa Logo UIN Sunan Kalijaga Jogja. - Ist

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN- Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menolak rencana Kemenristekdikti yang akan melakukan pendataan nomor ponsel dosen dan mahasiswa karena dianggap terlalu mengganggu kebebasan dan masih banyak cara lain untuk mendeteksi radikalisme. Berbeda dengan UIN, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) lain seperti UGM, UNY dan UPN sepakat dengan wacana itu selama sistemnya diatur dengan rinci.

Rektor UIN Sunan Kalijaga Profesor Yudian Wahyudi menyatakan ketidaksetujuannya terkait wacana Kemenristekdikti yang meminta rektor mendata nomor ponsel dosen dan mahasiswa. Alasannya, karena menganggu privasi dan kebebasan seseorang.

Advertisement

"Negara ini kok isinya suudzon [berburuk sangka] terus, seolah-olah jadi mencekam, kalau orang yang biasa-biasa nggak usah lah harus dipantau ponselnya," terangnya kepada Harianjogja.com, Kamis (7/6/2018).

Yudian sepakat dengan pemberantasan radikalisme, tetapi banyak cara yang dilakukan tidak harus dengan mendata nomor ponsel. Selain itu sudah ada aparatur negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kepolisian yang fokus menangani persoalan tersebut yang memiliki fasilitas dan peralatan lengkap dalam deteksi dini.

Selain itu berbagai biodata seseorang ketika ada urusan administrasi dengan kepolisian seperti membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) maka data sudah masuk di kepolisian dengan lengkap. Di sisi lain sebenarnya deteksi tindakan radikalisme bisa dilakukan dengan melihat aktifitas sehari-hari seseorang. Jika kelihatan tidak wajar, maka barulah kemudian dideteksi kesehariaannya termasuk memantau dari nomor ponsel. Sehingga orang yang belum dicurigai tidak perlu buang-buang waktu untuk mengawasinya.

Yudian menilai dikumpulkannya nomor ponsel tersebut bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Jika hal itu terjadi maka siapa pihak yang akan bertanggungjawab bisa menjadi masalah di kemudian hari. Ia menyarankan jika Kemenristekdikti akan memberlakukan kebijakan itu harus dikaji lebih matang.

"Maksud saya, ini saya khawatir orang-orang yang tidak ngapa-ngapain karena hanya melihat dari percakapan ponsel langsung diseret kan, kan ada juga orang bermain ponsel itu untuk bercanda," tegasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Presiden Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Romli Mualim. Ia tidak sepakat dengan pendataan nomor ponsel hanya untuk alasan antisipasi ekstrimisme. Karena setiap orang punya hak untuk dilindungi privasinya. Jika wacana itu dijadikan aturan sama dengan melanggar hak privasi seseorang. Ia justru khawatir wacana itu untuk melanjutkan misi normalisasi kehidupan kampus / badan koordinasi kemahasiswaan (NKK/BKK) seperti masa orde baru.

"Jelas harus ditolak, mahasiswa memiliki misi intelektual sebagai agen perubahan, kontrol sosial untuk berpihak pada kelompok rentan, maka tidak dibenarkan untuk membatasi seluruh aktifitas mahasiswa yang merdeka dan dilindungi oleh konstitusi. Apalagi sampai masuk ke ranah privasi lewat kontrol aktifitas komunikasi person lewat nonor ponsel atau media sosialnya," tegasnya.

Berbeda dengan UIN, kampus negeri lainnya seperti UNY, UPN dan UGM sepakat dengan wacana itu. Rektor UNY Profeaor Sutrisna Wibawa mengatakan, melihat tujuannya untuk mengantisipasi radikalisme, mau tidak mau harus didukung. Akantetapi hal itu tidak mudah langsung diterapkan di kampus karena banyaknya jumlah dosen dan mahasiswa. Kemenristekdikti harus memiliki formulasi yang tepat sekaligus memperhatikan dampaknya. Serta harus menyiapkan aplikasi aman yang akan digunakan sebagai penampung data tersebut.

"Jumlah yang besar dan biasanya mahasiswa berganti-ganti nomor, kalau dosen lebih mudah. Jadi harus ada aplikasi, karena jumlahnya besar," tegasnya.

Persetujuan juga disampaikan oleh Kabid Humas dan Protokol UGM Iva Arian. "Nggak papa, kami ikuti saja aturan pemerintah bagaimana, [soal aplikasi] kami belum tahu, memang itu dibutuhkan, mungkin Kemenristekdikti sudah mengkomunikasikan dengan Kominfo," kata Iva.

Rektor UPN Profesor Sari Bahagiarti pun tidak mempersoalkan pendataan nomor ponsel dosen dan mahasiswa. Hanya saja ia pesimis semua dosen dan mahasiswa akan bersedia mendaftar nomor ponselnya. "Dengan banyaknya jumlah mahasiswa, pasti itu tidak mudah dilaksanakan. Akan lebih baik jika Kementerian menyediakan aplikasi khusus. Itupun rasanya tidak semua orang akan bersedia mendaftarkan nomor HPnya," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja
Pemda DIY Perkuat Komitmen Antikorupsi

Pemda DIY Perkuat Komitmen Antikorupsi

Jogjapolitan | 12 hours ago

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Respons Serangan Israel, Iran Aktifkan Pertahanan Udara dan Tangguhkan Penerbangan Sipil

News
| Jum'at, 19 April 2024, 10:37 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement