Advertisement

Petani Cabai di Kecamatan Ngemplak Keluhkan Pasokan Air

Bernadheta Dian Saraswati
Senin, 13 Agustus 2018 - 20:15 WIB
Yudhi Kusdiyanto
Petani Cabai di Kecamatan Ngemplak Keluhkan Pasokan Air Petani cabai di Dusun Pondok 2, Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, mengalirkan air ke lahan miliknya, Senin (13/8 - 2018).Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Petani cabai di Kecamatan Ngemplak mulai kesulitan mendapatkan air untuk irigasi. Akibatnya, tanaman cabai yang sudah berusia sekitar lima bulan layu dan hasil panen cabai tak maksimal.

Umi, salah seorang petani cabai di Dusun Pondok 2, Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, mengatakan kesulitan air membuat tanaman cabainya tidak subur. "Cabai memang bukan tanaman yang terlalu banyak membutuhkan air, tapi tetap butuh air. Paling tidak seminggu sekali harus diairi. Saat ini air irigasi sangat kecil sehingga tidak bisa mengairi semua tanaman," katanya saat ditemui Harian Jogja, Senin (13/8/2018).

Advertisement

Lahan pertanian cabai milik Umi berada di dekat sungai kecil. Saat musim hujan, kali tersebut teraliri air deras dan dimanfaatkan petani untuk pengairan. Namun saat kemarau, air yang mengalir sangat kecil. Itupun harus dibagi dengan petani lain yang lahan pertaniannya berada di atas lahannya. "Kalau serangan hama tidak ada, kendalanya hanya aliran air yang sangat kecil," tuturnya.

Karena kondisi tersebut, Umi dan seluruh petani cabai yang ada di Dusun Pondok 2 harus membeli air dari dusun lain. Di sana ada mata air yang bisa dialirkan ke saluran irigasi. Untuk mengairi lahan seluas 500 meter persegi, petani harus membayar sampai Rp25.000. "Sumber airnya langsung dialirkan ke kali, lalu petani bikin lubang saluran agar air masuk ke lahan," kata Umi.

Namun cara tersebut dirasa belum efektif. Tidak semua tanaman bisa terkena air karena arus air kecil dan harus dibagi dengan lahan milik petani lainnya. Akibat kondisi tersebut, panenan cabai kali ini menurun dan tidak maksimal. "Saya cuma bisa memanen dan menjual sekitar 30 kilogram. Padahal kalau pasokan air bagus bisa panen hingga 1,5 kuintal," katanya.

Umi menanam cabai keriting dan cabai rawit jenis borga. Saat terakhir ia menjual hasil panennya ke pasar lelang cabai, harga cabai rawit borga sekitar Rp18.500 per kilogram, sementara cabai keriting Rp18.000. Ia mengeluh karena tren harga cabai pada kemarau ini cenderung turun. Keuntungan yang semakin turun masih diperparah dengan biaya air. Menurutnya terjadi ketimpangan yang tinggi antara harga di tingkat petani dan di pedagang pasar. Sebab, harga cabai di pasar saat ini masih tinggi.

Berdasarkan pantauan di Pasar Kalasan, harga cabai rawit masih mencapai Rp40.000 per kilogram dan cabai keriting Rp25.000 per kg. Namun harga tersebut menurut pedagang sudah mengalami penurunan.

"Sebelumnya Rp40.000 bahkan Rp50.000. Trennya turun tapi kadang juga naik. Kalau musim hujan malah stabil mahal," kata Suryati, pedagang sayuran di Pasar Kalasan.

Sementara sayuran yang mengalami kenaikan adalah tomat. Saat ini tomat ukuran sedang dijual Rp8.000 per kilogram, ukuran besar Rp10.000 per kilogram. Padahal biasanya tomat hanya dijual Rp5.000 per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement