Advertisement
Kisah Perangkat Desa di Kulonprogo yang Tak Bisa Operasikan Komputer

Advertisement
Di sejumlah desa di Bumi Menoreh ini tak sedikit aparat perangkat desanya masih belum akrab dengan teknologi baku administrasi dengan menggunakan komputer. Tugas keseharian mereka tidak jarang masih dilakukan secara manual. Padahal, tahun depan, mereka dituntut kerja cepat dan lebih profesional dengan digelontorkannya Anggaran Dana Desa yang jumlahnya besar. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Holy Kartika N.S.
Ketidaklihaian memakai komputer ini tampak di kantor Pemerintah Desa Banyuroto, Kecamatan Nanggulan. Masih ada perangkat desa yang tak lihai mengoperasikan komputer. Jemarinya tak gesit memainkan keyboard komputer jinjing di hadapannya.
Advertisement
"Saya tidak bisa pegang komputer. Makanya saya biasanya minta tolong dibikinkan time table. Saya lebih ke perencanaannya saja," ujar Kepala Bagian Pendapatan Desa Banyuroto, Rubiyem kepada Harian Jogja, Senin (30/6/2014) lalu.
Di atas meja perempuan paruh baya itu, hanya ada beberapa bendel buku laporan keuangan dan buku-buku rekap keuangan desa. Tak ada perangkat komputer terpasang di meja kerja yang telah didudukinya selama puluhan tahun.
Rubiyem mengakui, tak banyak perangkat desa yang mampu mengoperasikan komputer sebagai salah satu fasilitas pendukung kinerja aparatur desa. Selama ini sebagian besar teknis administrasi masih berada di pundak Sekretaris Desa. "Di sini [hanya] sekdes yang mahir menggunakan komputer," celetuk Rubiyem.
Dengan diundangkannya Undang-undang No.6/2014 tentang Desa Pemerintah Pusat bersiap menggelontorkan anggaran khusus untuk desa senilai kurang lebih Rp1 miliar. Anggaran dana desa (ADD) namanya. Pemerintah juga sudah melengkapi dengan regulasi pelaksanaannya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah pada akhir Mei lalu.
Siap tak siap, aparatur desa harus bersiap menerima dana tersebut jika ADD itu nantinya cair. Kesiapan tentunya tak hanya dari segi program, tetapi juga dari pengelolaan teknis keuangan yang nilainya tak sedikit itu.
Rasa khawatir akan pengelolaan dana besar tersebut memang sempat menghantui para aparatur desa. Dana yang besar tentunya akan rawan penyimpangan bila regulasi tidak diatur jelas. Secara mental beberapa desa tak siap menerima kucuran miliaran uang tersebut. “Dikhawatirkan nantinya kalau ada ketidakjelasan aturan, dana tersebut malah dapat menjerat kami,” imbuh Kepala Desa Pengasih Kecamatan Pengasih Budi Hartono.
Kegelisahan tak tampak di raut wajah para aparatur desa di Kantor Kepala Desa Bendungan, Wates. Baik dari segi mental, fasilitas dan SDM, desa ini lebih siap menerima mandat anggaran dana untuk pengembangan desa. Pengalaman mengelola dana Rp1 miliar dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan telah memberi pelajaran berharga dalam pengelolaan dana yang cukup besar.
“Dari pengalaman kami sudah mampu mengelola keuangan yang cukup besar. Jika ADD nanti cair kami hanya tinggal melanjutkan program pengembangan desa lainnya,” tandas Kepala Desa Bendungan Mujiyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Vladimir Putin Kembali Maju dalam Pemilu Presiden Rusia Maret 2024
Advertisement

Cari Tempat Seru untuk Berkemah? Ini Rekomendasi Spot Camping di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Libur Akhir Tahun, Sat Pol PP DIY Siagakan Ratusan Personel SRI Jaga Kawasan Pantai
- Bawaslu DIY Kesulitan Menindak Kampanye Terselubung Anggota Dewan Petahana
- Kekayaan Guru Besar UGM Sekaligus Wamenkumham Eddy Hiariej Tersangka Suap, Punya 4 Rumah Rp23 Miliar di Sleman
- Meski Pembinaan Rutin Digelar, Parkir Liar Bak Mati Satu Tumbuh Seribu
- Terlibat Mafia Tanah Kas Desa, Jagabaya Caturtunggal Ditahan Kejati DIY
Advertisement
Advertisement