Advertisement
KAMPUS JOGJA : Ini Beda Keberagaman di Indonesia & Jerman

Advertisement
Kampus Jogja UMY mengadakan bedah buku.
Harianjogja.com, BANTUL-Dosen Christian-Albrechts-Universität zu Kiel (CAU) Jerman, Christoph Behrens beserta dosen-dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengkaji perbedaan keberagaman di Indonesia dan Jerman melalui buku Diversity Concepts-Diversity Politics.
Advertisement
Christoph Behrens mengatakan sejak akhir abad ke-20, kesadaran dan kepedulian masyarakat terkait keberagaman mulai meningkat, khususnya dalam hal politik dan konstruksi sosial.
"Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, karena pada kenyataannya isu keberagaman tersebut ikut mewarnai sebuah konstruksi sosial dan politik di masyarakat," kata pria yang juga menjadi dosen Internasional Government Relations (IGOV) UMY dalam serangkaian acara Alumni Seminar Deutscher Akademischer Austaush Dienst (DAAD) pada Rabu (23/3/2016) bertempat di Ruang Seminar Gedung Pasca Sarjana lantai 4 kampus terpadu UMY seperti dikutip dari rilis yang Harianjogja.com, terima.
Diungkapkan oleh Behrens, buku yang ditulisnya beserta dosen-dosen UMY tersebut berisi tentang keberagaman dalam dua perangkat nilai yang berbeda, dan dari dua tempat yang berbeda.
“Maksud dari dua tempat yang berbeda tersebut dalam buku ini menggambarkan bagaimana perbedaan dan keberagaman yang terjadi dalam bidang politik maupun konstruksi sosial di Indonesia dan Jerman,” ungkapnya.
Perbedaan keberagaman tersebut berdampak pada konstruksi sosial, dan pemikiran sosial dalam berpolitik. Di Indonesia dan Jerman, isu terkait dengan persepsi tersebut dapat berubah-berubah, sejalan dengan perkembangan dunia yang turut mengalami perubahan setiap waktunya.
“Terdapat beberapa perbedaan keberagaman di Indonesia dan Jerman, di Indonesia isu perbedaan dan keberagaman saat ini masih dalam tahapan terkait pemikiran tradisional, seperti agama, etnis, suku, dan ras, yang saat ini masih menjadi isu dan perdebatan di masyarakat. Namun sebaliknya di Jerman, isu keberagaman dari perspektif pemikiran tradisional di Jerman sudah cukup lama dibahas, saat ini isu keberagaman yang cukup dibahas di Jerman lebih kepada isu-isu gender, gaya hidup, dan sosial,” tambah dia.
Terpisah, Ketua acara Alumni Seminar DAAD, Dyah Mutiarin mengungkapkan dalam kesempatan ini, isu gender terutama kepemimpinan perempuan menjadi pembahasan yang diutamakan. Sebab perempuan juga memiliki kapasitas dan kompetensi yang sama dengan yang dimiliki oleh laki-laki. Sayang di Indonesia sendiri hal tersebut masih kerap dipermasalahkan.
“Masih minimnya pemimpin wanita di Indonesia disebabkan oleh faktor kultural, dan struktural, perempuan masih banyak yang menarik diri dalam partisipasi menjadi seorang pemimpin, dan banyaknya anggapan negatif jika wanita menjadi pemimpin,” tambahnya.
Melalui seminar ini, diharapkan dapat dihasilkan solusi membantu perempuan dapat memperoleh hak yang sama, seperti memperoleh kesempatan pelatihan kepemimpinan, seminar, workshop dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Diduga Terima Gratifikasi Rp18 Miliar
Advertisement

Cari Tempat Seru untuk Berkemah? Ini Rekomendasi Spot Camping di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Jalur Alternatif ke Gunungkidul Bakal Dilengkapi Underpass di Kawasan Perbukitan Prambanan
- Libur Akhir Tahun, Sat Pol PP DIY Siagakan Ratusan Personel SRI Jaga Kawasan Pantai
- Bawaslu DIY Kesulitan Menindak Kampanye Terselubung Anggota Dewan Petahana
- Kekayaan Guru Besar UGM Sekaligus Wamenkumham Eddy Hiariej Tersangka Suap, Punya 4 Rumah Rp23 Miliar di Sleman
- Meski Pembinaan Rutin Digelar, Parkir Liar Bak Mati Satu Tumbuh Seribu
Advertisement
Advertisement