Advertisement

TRADISI KRATON JOGJA : Air, Bunga, dan Kain Mori Sisa Jamasan Kereta Jadi Rebutan

Ujang Hasanudin
Sabtu, 08 Oktober 2016 - 13:15 WIB
Nina Atmasari
TRADISI KRATON JOGJA : Air, Bunga, dan Kain Mori Sisa Jamasan Kereta Jadi Rebutan Abdi dalem Keraton Ngayogyakarta membersihkan dan mencuci kereta kuda Kanjeng Nyai Jimat di halaman selatan Museum Kereta Karaton Ngayogyakarta di Jalan Rotowijayan, Yogyakarta, Jumat (07/10/2016). (JIBI/Harian Jogja - Desi Suryanto)

Advertisement

Tradisi Kraton Jogja berupa jamasan kereta menarik ratusan warga untuk datang menyaksikannya

Harinjogja.com, JOGJA- Aroma menyan sangat menyengat saat masuk kawasan Museum Kereta Kraton, Jumat Kliwon (7/10/2016) pagi. Sejumlah abdi dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dengan peranakan lengkap terlihat sibuk keluar masuk musem. Mereka tengah bersiap untuk mencuci kereta pusaka yang rutin diadakan tiap bulan Suro.

Advertisement

Air bersih yang sudah dicampur bunga setaman sudah tersedia di halaman selatan museum. Ada enam ember isi air dan dua drum. Tepat pukul 09.30 WIB Kereta Kanjeng Nyai Jimat dikeluarkan. Kereta yang sempat digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono (HB) I-III itu sangat berhati-hati saat dibawa keluar.

Bahkan abdi dalem yang akan menyentuh kereta tersebut terlebih dahulu menundukan badan tanda permintaan izin. Satu persatu penutup kereta dibuka dan dibersihkan dengan sikat halus. Sementara bodi kereta dibersihkan dengan kain mori dan jeruk nipis.

Ada 30an abdi dalem yang membersihkan Kereta Kanjeng Nyai Jimat. Di bagian lain satu Kereta Kus Gending juga dicuci di halaman timur musem. Dalam proses pembersihan kereta pusaka tersebut, ratusan warga berebut air tumpahan bekas gosokan kereta.

Tidak hanya berebut air, jeruk, kain mori bekas yang digunakan untuk mencuci Kanjeng Nyai Jimat pun diperebutkan. Abdi dalem terpaksa memotong kain mori menjadi bagian kecil-kecil dengan gunting agar semua kebagian. Namun tetap saja tidak mencukupi karena banyaknya warga yang datang.

Bersambung halaman 2

Yang berebut bukan hanya warga Jogja, namun sejumlah warga dari luar DIY pun ingin mendpat "berkah" dari barang yang dijadikan sebagai alat mencuci kereta pusaka tersebut. Juminten dan Mukhtari, warga Gondangsari, Pakis, Kabupaten Magelang Jawa Tengah sengaja datang sejak pagi hari untuk mengambil air bekas cucian kereta.

Suami isteri tersebut hanya mendapat satu setengah botol bekas air mineral dari air jamasan. Air berisi bunga setaman itu rencananya akan digunakan untuk mengobati. "Untuk obat," kata Mukhtari.

Mukhtari mengaku sudah rutin menghadiri jamasan kereta pusaka Kraton tiap Suro. Kedatangannya hanya untuk mengambil air dan barang bekas jamasan. Ia mengungkapkan air bekas jamasan bisa digunakan untuk berbagai penyakit. Tidak heran ia bisa menyimpan air bekas jamasan kereta sampai berbulan-bulan. "Kalau sakit cukup dioleskan air ini sembuh," akunya.

Berbeda dengan Mukhtar, Sumardi, warga Banguntapan, Bantul berburu air bekas jamasan untuk mengusir hama tanamanya. Pria berusia 50 tahun ini sejak belasan tahun lalu rutin menyaksikan jamsan Kereta Kraton dan mengambil airnya.

Ia mengaku tanamannya bisa terbebas hama dan subur setelah disirami air bekas jamasan kereta. Sebelum menyiramkan air bekas jamasan kereta, Sumardi berdoa terlebih dahulu kepada Yang Maha Kuasa dan pelantara air bekas jamasan Kanjeng Nyai Jimat. "Biar dijauhkan dari hama tanaman dan tanaman jadi subur," ucapnya.

Bersambung halaman 3

Selain digunakan untuk berbagai kebutuhan dengan berbagai sugesti masyarakat, air bekas jamasan kereta juga banyak digunakan untuk mandi. "Tiap tahun selalu banyak warga yang minta air bekas jamasan karena dipercaya membawa berkah," ujar Mas Wedono Ronowiratno, salah satu abdi dalem Caos yang ikut menjamasi kereta pusaka.

Mas Wedono mengatakan dua kereta pusaka Kraton yang dijamasi kemarin adalah Kanjeng Nyai Jimat dan Kus Gending. Untuk Kanjeng Nyai Jimat rutin dijamasi tiap tahun, namun satu kereta pengiring yang dijamasi berganti-ganti.

Menurut dia, sebelum prosesi jamasan dimulai semua abdi dalem yang ditugaskan dalam jamasan harus bersih, tidak banyak bicara, kemudian diawali dengan doa-doa. Kereta Kanjeng Nyai Jimat merupakan kereta tertua. Kereta itu sudah tidak digunakan lagi setelah HB III. Namun masih terawat di Museum Kereta Kraton. ?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement