Advertisement

Tingkatkan Fokus Anak Autis dengan Berkuda

Mediani Dyah Natalia
Selasa, 03 April 2018 - 10:25 WIB
Budi Cahyana
Tingkatkan Fokus Anak Autis dengan Berkuda Terapi berkuda untuk anak-anak autis - Istimewa/Edi Suryanto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Penyandang autisme memerlukan beragam terapi untuk membantu mereka lebih fokus dan mandiri. Contohnya terapi berkuda.

Berdiri mematung, seorang bocah mengamati sosok tinggi besar yang ada di hadapannya. Matanya beberapa kali berkedip. Kepalanya sedikit menunduk dan miring 45 derajat. Dia berusaha memindai dan menganalisis. Siapakah atau makhluk apakah ini?

Satu, dua, tiga, empat dan lima detik. Pengamatan itu usai. Bola matanya berpindah ke titik lain yang dinilainya lebih semarak. Wajahnya menghadap sisi kanan, tengah, dan kiri. Sekali lagi menatap ringan tiap titik yang dapat dijangkau indra penglihatannya. Belum sampai jarum panjang berputar 360 derajat, bola matanya berputar.

Kini gantian kaki dan tubuhnya yang bergerak dan berjalan menjauh.

Sekali menemukan sudut yang terlihat berbinar di matanya, dia kembali bergeming. Lagi-lagi dia melihat dan memperhatikan hal tak familier di benaknya. Seluruh urutan peristiwa seperti sebelumnya kembali diulang. Satu demi satu semua dijabani, lagi dan lagi.

Wueher... Tiba-tiba ada suara menyapa. Bunyinya tak kuat, tetapi asing dan mengentak pikirannya. Kepala, tubuh, kaki dan tangannya bergetar dalam tempo yang sama. Sekali lagi, dia menatap rupa yang semula dilihatnya. Kali ini keningnya berkerut. Dia mengajak alam bawah sadar dan akal pikirannya berjuang bersama untuk mengenali. Siapa dia? Berani-beraninya menantang otakku yang tengah sibuk melihat kilau dunia.

Kali ini dia menatap lebih lama. Benaknya yang berusaha terus melarikan diri kini mengibarkan bendera putih. Suara berdeham ini membuat tertegun.

“Ayo sini mendekat.”

Advertisement

Seseorang berdiri di sebelah makhluk itu. “Ini namanya kuda. Mau coba memberikan makan?” Tangan berwarna kecokelatan itu mengulurkan sebuah benda berwarna oranye yang biasa dijumpainya di dalam sup.

Meski matanya menyiratkan kecurigaan, dia tetap menerima tawaran itu. Tangannya menyambut sebatang wortel lalu menjulurkan ke arah makhluk itu.

“Mendekat sini. Ayo, jangan takut. Ini namanya kuda. Coba berikan makan,” kata orang itu.

Dia mengangguk seraya berjalan mendekat. Tangannya dimiringkan lalu menjulur ke depan. Belum sempat matanya berkedip empat kali, wortel itu sudah ditarik. Spontan, dia melepaskan wortel itu.  Belum pernah dia berhadapan dengan sesuatu yang memiliki tenaga sebesar itu.

Dia mendorong tubuhnya ke belakang, kakinya beranjak mundur. Lagi dan lagi. Matanya tak lagi terlihat antusias. Justru dia memilih menundukkan kepala.

Terapi Berkuda
Edi Suryanto, Ketua Departemen Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan UGM mengatakan terapi berkuda untuk anak autisme diawali dengan pengenalan.

Misalnya melihat dari dekat, memberi makan hingga menyentuh. Tentu fase ini tak berjalan mulus. Jangan hitung menggunakan hari atau pekan. Terkadang seorang anak autisme membutuhkan waktu berbulan-bulan agar mau mendekat hingga menunggang.

“Reaksi anak-anak bervariasi. Ada yang mendekati saja takut, apalagi menaiki, tetapi ada juga yang suka. Sampai naik [kuda] terus. Tidak mau turun. Namun ada juga yang ketakutan sampai terakhir terapi,” katanya ditemui Harian Jogja pekan lalu di ruang kerjanya.

Menurut dia, terapi berkuda untuk anak autisme ini berawal pada 2012-2013. Tepatnya saat sejumlah mahasiswa UGM dari berbagai prodi dan fakultas sepakat berkolaborasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Kebetulan, kata dia, saat itu ada Unit Berkuda. Tercetuslah ide ini. Kala itu, dia berperan sebagai dosen pembimbing PKM terapi berkuda bagi anak autisme.

Dasar dari terapi ini adalah memupuk rasa sayang anak pada hewan. Karena itu,  apapun jenis binatang yang dipilih dapat menjadi media terapi. Melihat, mendekat, menyentuh, dan berinteraksi dengan hewan adalah cara terpenting bagi penyandang autisme untuk fokus. Jika dilakukan dengan intensif, lama-kelamaan anak autis tersebut dapat lebih mudah untuk diajak berkomunikasi hingga mandiri.

Kendati demikian, bapak dua anak ini tidak merekomendasikan penggunaan hewan ternak. Sebab ternak-ternak tersebut dapat stres jika terlalu sering dihadapkan dengan anak-anak. Alhasil, produksi ternak tersebut dapat turun.

“Kuda dipilih karena dari perbandingan ukuran tubuh anak dan kuda berbeda. Sosok yang besar ini membuat anak jadi tertarik. Kuda-kuda kami ini adalah kuda terlatih, jinak,” kata Edi.

Sisi terpenting dari berkuda, menurut dia, adalah sensasi saat menungganginya. Jika peserta tersebut sudah dalam fase ini, mau tidak mau, mereka diajak untuk berkonsentrasi ekstra. Semua dapat dimulai saat anak tersebut berhasil naik kuda. Dengan hanya menunggangi, suhu tubuh kuda yang hangat menyentuh langsung kulit anak-anak. Tentu ini akan menggiring indra perasanya untuk tetap fokus.

Selanjutnya, ketika kuda bergerak, peserta akan merasakan bagaimana seluruh tubuh mereka ikut bergerak seirama langkah hewan tersebut. Agar tidak jatuh, mereka juga belajar menjaga keseimbangan. Fokus mereka semakin terasah manakala memegang tali untuk mengendalikan arah kuda itu berjalan. Semakin lama terlatih, peserta tersebut akan memperlihatkan perkembangan yang baik.
“Sensasi berkuda yang kami tekankan. Lalu tempat berkuda itu masih asri. Membuat mereka menyatu dengan alam juga kami tekankan,” urai dia.

Terapi berkuda cocok untuk penderita autisme segala usia, dari 3-16 tahun. Bahkan lebih dari itu juga tak masalah.

Biaya yang dibanderol untuk terapi ini sebesar Rp50.000. Uang itu untuk biaya perawatan kuda hingga proses pengenalan kepada anak. Seperti pengadaan rumput, wortel hingga alat keamanan bagi anak saat menunggangi kuda. Rerata aktivitas ini dilakukan saat pagi hari di akhir pekan.
“Yang terpenting orang tua ikut mendampingi. Karena sesi terapi ini perlu melibatkan orang terdekat dengan anak,” ujarnya.

Meski memiliki banyak manfaat, Edi mengatakan terapi ini tak lagi aktif seperti dulu. Lokasi kandang kuda yang semula di Klebengan dipindah karena tempat itu diprioritaskan untuk pembangunan asrama mahasiswa. Kini lokasi kandang yang baru menjadi lebih sempit. Sehingga interaksi anak dan kuda tak lagi sebebas dan seluas dulu.

“Saya sekarang sudah tidak mengurusi lagi [terapi berkuda] tetapi kami terbuka untuk siapa saja jika ingin berinteraksi dengan kuda maupun hewan lain yang kami kembangkan di fakultas. Namun sekarang kami tidak bisa menerima begitu saja. Perlu ada janji dulu untuk memastikan semua,” katanya. ([email protected])


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement