Advertisement
Mengapa Orang Jurusan Eksak Mudah Terjerumus Radikalisme?

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Mahfud MD mengatakan potensi timbulnya radikalisme masih ada di tiap daerah termasuk DIY.
Mahfud mengatakan akar dari radikalisme sebenarnya adalah ideologi. Namun masih banyak orang tidak menyadari hal tersebut.
Advertisement
Padahal ideologi yang mengarah pada radikalisme harus dilawan juga dengan ideologi pancasila yang kuat.
Mahfud kemudian memberi contoh, ada sekelompok orang yang mengikuti Hizbut Tahrir (HTI) yang tidak paham bahwa HTI merupakan ideologi yang harus dilawan.
BACA JUGA
"Mereka hanya tahu kalau itu pengajian, yang seperti ini harus dibina," kata Mahfud seusai menjadi pembicara dalam acara Diskusi dan Buka Bersama Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) DIY bertema Antisipasi dan Mencegah Gerakan Terorisme, Kamis (7/6/2018).
Mahfud menambahkan dia tidak setuju atas sikap pemerintah yang mengancam Aparatur Sipil Negara dan akademisi kampus untuk mengundurkan diri dari HTI. Jika tidak, mereka akan dipecat.
"Mundur dari mana? Orang HTI sudah musnah kok. Makanya tadi saya bilang tinggal dibina saja. Kalau ada gejala radikalisme baru dilanjutkan tindakan indisipliner," kata Mahfud.
Guru Besar Universitas Islam Negara Sunan Kalijaga Syafaatun Almirzanah mengatakan dalam bukunya yang berjudul Ketika Makkah Menjadi Las Vegas, dia mengulas tentang pergerakan kelompok radikalisme.
Dia mengatakan kelompok radikalisme yang kaku dan fundamentalis cenderung mengincar manusia jenis konkretis, di mana mereka terbiasa hidup dalam kepastian dan cenderung kaku.
"Biasanya manusia konkretis mengambil latar pendidikan pasti alias eksak. Maka pendekatan yang dilakukan [gerakan radikal] pun dengan memberi kepastian, misalnya, doktrin akan menikah dengan bidadari syurga kalau melakukan [tindakan radikal]," kata Syafaatun.
Syafaatun mengatakan, oleh karena itu masyarakat harus membekali diri dengan ilmu yang seimbang. Bagi masyarakat yang mengambil ilmu eksak, harus diimbangi dengan ilmu sosial yang bersifat intuitif dan analisis kritis.
Selain itu, masyarakat juga wajib memahami artistik jihad, artinya harus menyadari bahwa setiap orang memiliki model ibadah yang berbeda-beda. Misalnya dengan bernyanyi lagu rohani atau menangis ketika berdoa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- 3.429 Honorer Bantul Tunggu Kepastian NIP PPPK Paruh Waktu
- Pemeran Bu Tejo Film Tilik Kritisi MBG, Perlu Ada Evaluasi Menyeluruh
- PSS Sleman Bidik Poin Penuh di Markas Persipal Palu FC
- Sekda Sebut SPPG Bersertifikat LHS di DIY Baru 10 Persen
- Berangkat dari Stasiun Kutoarjo Purworejo, Ini Jadwal KA Prameks
Advertisement
Advertisement