Advertisement
Petani Bantul Keluhkan Harga Cabai yang Naik Turun
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL -- Petani cabai di Desa Donotirto, Kecamatan Kretek resah dengan harga cabai merah keriting yang terus berubah-ubah setiap harinya. Kondisi ini dirasa merugikan karena dapat berpengaruh terhadap penghasilan yang didapatkan.
Salah seorang petani cabai, Jumilah mengatakan harga jual cabai tidak menentu karena perubahan hampir terjadi setiap hari.
Dia mencontohkan dua bulan yang lalu, harga sempat menembus Rp17.000 per kilogram di tingkat petani. Namun kondisi tersebut berangsur-angsur turun dan sempat menembus harga Rp7.000 per kilogram.
Advertisement
Menurut dia, pada saat ini tidak ada acuan khusus karena terus terjadi perubahan. Kondisi ini pun membuat para petani khawatir, terutama menyangkut pendapatan yang dihasilkan dari menanam cabai.
“Tidak bisa diprediksi sekarang dijual Rp8.000 dan besoknya bisa turun. Kalau pun naik juga tidak seberapa,” katanya kepada wartawan, Jumat (10/8/2018).
Jumilah berharap kepada pemerintah agar ada standardisasi acuan harga. Tujuannya agar petani tidak dirugikan oleh para tengkulak atau spekulan yang ingin mempermainkan harga.
“Ya kalau naik tidak masalah, tetapi kalau turun akan jadi soal. Apalagi untuk biaya perawatan juga membutuhkan modal yang tidak murah. Harapannya harga bisa stabil sehingga ada kepastian saat berusaha,” katanya lagi.
Hal tak jauh berbeda diungkapkan Juminah, petani cabai lain di Desa Donotirto. Menurut dia, fluktuasi harga sangat cepat karena setiap hari terus terjadi perubahan harga. “Kami tidak bisa menentukan harga, karena sangat bergantung pada tengkulak yang membeli,” katanya.
Juminah menjelaskan pemetikan cabai merah keriting dilakukan setiap empat hari sekali. Dalam sekali petik, ia mengaku bisa memanen sebanyak 300 kilogram.
“Dalam kurun waktu empat hari ini, pasti akan terjadi perubahan harga jual di tingkat petani. Apalagi kalau panen yang didapatkan banyak, pasti harganya akan murah,” ucapnya.
Penanaman cabai membutuhkan waktu pemeliharaan selama tiga bulan. Setelah itu, petani bisa memanen yang setiap petaknya bisa dipanen hingga sepuluh kali.
“Kalau hasil lumayan bagus karena serangan hama bisa dikendalikan. Namun yang jadi soal adalah harga jual yang terus naik turun sehingga tidak ada acuan pasti,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BKKBN-TNI AD Kolaborasi Membangun Sumber Air Bersih Guna Turunkan Stunting
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Korban Apartemen Malioboro City Bakal Bergabung dengan Ratusan Orang untuk Aksi Hari Buruh
- Warga Kulonprogo Ajukan Gugatan Disebut Nonpribumi Saat Balik Nama Sertifikat, Sidang Ditunda Lagi
- Biro PIWPP Setda DIY Gencarkan Kampanye Tolak Korupsi
- Anggota DPR RI Sebut Perlu Ada Honor untuk Pengambil Sampah Rumah Tangga di Jogja
- BPBD DIY Mewaspadai Lonjakan Pembuangan Sampah ke Sungai Imbas TPA Piyungan Ditutup
Advertisement
Advertisement