Advertisement

Mengenal Makna Posisi Tangan dalam Foto Dhaup Ageng Pura Pakualaman

Nina Atmasari
Selasa, 15 Januari 2019 - 08:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
Mengenal Makna Posisi Tangan dalam Foto Dhaup Ageng Pura Pakualaman Foto BPH Kusumo Bimantoro dengan Maya Lakshita (tengah) bersama keluarga dan Raja Kraton Ngayogyakarta Sri Sultan HB X serta permaisuri GKR Hemas. - Istimewa/Doc Pura Pakualaman

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA- Adat Jawa sangat memperhatikan gestur tubuh. Posisi anggota tubuh saat bertingkah laku, memiliki makna dan arti tertentu. Hal ini termasuk posisi tangan saat berdiri.

Melihat foto dokumentasi Dhaup Ageng Pura Pakualaman BPH Kusumo Bimantoro dengan Maya Lakshita bersama keluarga dan Raja Kraton Ngayogyakarta Sri Sultan HB X serta permaisurinya, ada simbol dalam posisi tangan yang coba ditunjukkan mereka saat berfoto.

Advertisement

Akademisi budaya Jawa, Purwadi menyebutkan ada lima simbol gerak tangan dalam adat Jawa. Dosen di Universitas Negeri Yogyakarta ini menyebutkan pertama, jawat asto, yakni saling berjabat tangan. "Ada unsur kesetaraan kedua belah pihak dalam jawat asto," katanya, saat ditemui Harianjogja.com, Selasa (8/1/2019).

Jawat asta merupakan pengaruh Budhiisme yang tidak mengenal kasta. Buddha mendukung paham kesetaraan, dan menganjurkan untuk merenung (kontemplatif).

Kedua, ngapurancang. Posisi tangan ini menunjukkan hormat terhadap lawan bicara, rendah hati, mau mendengarkan aspirasi pihak lain. Ngapurancang atau memegang tangan di depan badan terbagi dua macam, yakni ngapurancang inggil yakni tangan kanan memegang tangan kiri di bawah pusar dan ngapurancang andhap yakni sebaliknya, tangan kiri memegang tangan kanan di bawah pusar.

Posisi ini punya makna berbeda. Ngapurancang inggil menunjukkan kewibawaan, sedangkan ngapurancang andhap menunjukkan posisi tahu diri akan posisinya.

Posisi ngapurancang inilah yang ditunjukkan dalam foto dhaup ageng tersebut, kecuali mempelai laki-laki. Mereka yang berfoto ingin menunjukkan sikap hormat.

Gerak tangan ketiga yakni sembah asta. Posisi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada ini menunjukkan kerendahhatian, ketundukan dan pengakuan bahwa lawan bicara memiliki posisi lebih tinggi. "Hanya saja, sembah asta ini bersifat sukarela, tidak ada unsur paksaan," tambah Purwadi.

Posisi keempat adalah asta lukar, yaitu sikap berbicara dengan tangan lepas. Posisi ini menunjukkan keakraban, kedua belah pihak saling memahami dan mengerti.

Terakhir, adalah asta pinentang yang menunjukkan sikap gagah berani, tanggung jawab, penuh kehormatan dan sikap ksatria. Posisi tangan ini ditunjukkan oleh mempelai laki-laki, BPH Kusumo Bimantoro. Tak mengherankan, ia bersikap seperti itu, sebab pada hari tersebut, ia sedang menjadi raja sehari (pengantin). Dalam tradisi Jawa, seorang pengantin boleh mengenakan pakaian Raja, sekalipun ia rakyat biasa.

Dari foto dhaup ageng tersebut, Purwadi yang telah menyelesaikan doktoralnya di UGM ini mengungkapkan secara keseluruhan gestur tangan itu menunjukkan keharmonisan. "Masing-masing bersikap hormat, selain menghormati satu sama lain, juga terhadap Dhaup Ageng yang menjadi pergelaran saat itu," kata pemilik Sangar Pustaka Laras tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Lowongan Kerja: Kemensos Buka 40.800 Formasi ASN 2024, Cek di Sini!

News
| Sabtu, 20 April 2024, 16:27 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement