Advertisement

Hingga Pertengahan Februari, Sudah 122 Kasus DBD di Sleman

Yogi Anugrah
Rabu, 20 Februari 2019 - 13:37 WIB
Sunartono
Hingga Pertengahan Februari, Sudah 122 Kasus DBD di Sleman Ilustrasi nyamuk DBD - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN--Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman mencatat, hingga 14 Februari 2019 sudah ada 122 kasus Demam Berdarah (DBD) di wilayah Sleman. Dari jumlah tersebut, tidak ada yang meninggal dunia.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Sleman Novita Krisnaeni menjelaskan dari data tersebut, Kecamatan Gamping menjadi wilayah paling tinggi dengan 28 kasus DBD, disusul Kecamatan Mlati dengan 18 kasus, Depok 16 kasus, Moyudan 15 kasus, Kalasan 14 kasus, Ngagglik 11 kasus, Berbah lima kasus, Prambanan empat kasus, Sleman tiga kasus, Pakem tiga kasus, Ngemplak dua kasus, Seyegan dua kasus dan Tempel satu kasus.

Advertisement

"Di Sleman, sejak 2006, memang ada siklus empat tahunan DBD yang perlu diwaspadai. Dan 2019 ini masuk tahun keempat," kata dia pada Minggu (17/2/2019).

Untuk itu, kata dia, sejak awal bulan lalu, jajarannya bersama Tim Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) DBD Sleman rutin melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di wilayah Sleman.

"Kegiatan ini sebagai bagian dari memutus rantai perkembangan nyamuk Aedes aegypti, penular penyakit DBD. Untuk fogging, itu dilakukan jika suatu wilayah ada kasus dan terjadi perluasan kasus, maka upaya yang dilakukan adalah fogging," ujar dia.

Selain itu, penggunaan ember sebagai pengganti bak penampung air di kamar mandi rumah juga menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan.

"Sebab mengurasnya lebih mudah serta dilengkapi dengan tutup. Sehingga, nyamuk Aedes aegypti menjadi sulit berkembang biak," ucap dia.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Dulzaini mengatakan PSN bisa dilakukan dengan gerakan tiga M plus, yaitu menguras, menutup, mengubur dan ditambah mendaur ulang.

"Kegiatan ini harus terus dilakukan apalagi pada puncak musim hujan Januari-Maret, agar tidak ada air menggenang, sebab air mengenang adalah tempat berkembang biak nyamuk," ujarnya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga terus membentuk kelompok juru pemantau jentik (jumantik) di wilayah Sleman. "Untuk jumantik, kami lebih ke membangun karakter anak, baik dari sekolah maupun desa. Penting adanya edukasi untuk pemberantasan sarang nyamuk sejak dini," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Raja Charles III Kembali Jalani Tugas Setelah Pengobatan Kanker

News
| Sabtu, 27 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement