Cabut IMB Gereja Sedayu, Pemkab Bantul Digugat ke PTUN
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL- Bupati Bantul Suharsono mengeluarkan perintah untuk membatalkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu. Kebijakan itu berbuah gugatan hukum ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN), karena verifikasi yang dilakukan Pemkab sebagai dasar pencabutan IMB dinilai tidak lengkap.
Perintah pencabutan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Bantul Nomor 345 Tahun 2019 tentang Pembatalan Penetapan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sedayu sebagai Rumah Ibadat yang Mendapatkan Fasilitas Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat.
Advertisement
Perintah pembatalan IMB tersebut menganulir IMB GPdI Immanuel Sedayu yang terbit pada awal Januari 2019. “Jadi itu keputusan saya, saya cabut karena ada unsur yang tidak terpenuhi secara hukum,” kata Suharsono di ruangannya kepada wartawan seusai melakukan pertemuan dengan pihak gereja dan pimpinan instansi terkait, Senin (29/7/2019).
Suharsono mengatakan pencabutan IMB itu setelah melalui penyelidikan dan dan verifikasi lapangan oleh tim yang menyebutkan dalam proses keluarnya IMB rumah ibadah itu ada unsur yang tidak terpenuhi. Ia mengklaim keputusannya tersebut sudah sesuai aturan. Unsur yang tidak terpenuhi yang dimaksud Suharsono adalah karena Gereja GPdI Immanuel Sedayu menjadi satu dengan rumah Pendeta Tigor Yunus Sitorus.
Asisten Bidang Pembangunan dan Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Bantul, Bambang Guritno mengatakan keputusan Bupati Bantul mencabut IMB Gereja GPdi Immanuel Sedayu sesuai dengan SKB tiga Menteri. Dalam SKB tersebut diatur tentang tata cara pendirian rumah ibadah, di antaranya adalah tempat ibadah digubakan secara terus menerus.
Karena itu Bupati awalnya mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 98 Tahun 2016 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Dalam Perbup tersebut semua rumah ibadah yang ada di Bantul yang berdiri sebelum 2006 izinnya dipermudah. Meski dipermudah, Bambang mengatakan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Syarat tersebut adalah bangunan rumah ibadah sudah ada sebelum 2006, rumah ibadah digunakan secara terus menerus terus, bangunan memiliki ciri khas rumah ibadah, dan punya nilai sejarah. Ia mengklaim dari hasil klarifikasi yang melibatkan Kementerian Agama, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), dan Dinas Penenaman Modal dan Pelayanan Terpadu (DPMPT) syarat digunakan secara terus menerus tidak terpenuhi.
“Hasilnya memang fakta ada kriteria yang engggak terpenuhi sehingga Bupati membatalkan IMB yg sudah diterbitkan. Harapan Bupati semua proses izin dilakukan terbuka ada transparasi,” kata Bambang.
Terkait adanya tanda tangan persetujuan dari kepala desa dan camat saat pengajuan awal IMB, Bambang mengatakan bahwa tandatangan tersebut merupakan bukti adanya objek yang diajukan izin di wilayah, namun bukan sebagai pemegang izin. Sementara yang mengeluarkan IMB adalah dari Pemkab.
Siap Tempuh Jalur Hukum
Sementara itu Juru Bicara GPdI Sedayu, Agnes Dwi Rusjiati berharap Bupati Bantul bisa mengkaji ulang surat rekomendasi pencabutan IMB Gereja GPdI Immanuel Sedayu yang sudah dikeluarkan. Ia juga menyayangkan dalam proses verifikasi yang dilakukan tim tidak melibatkan pihak Sitorus selaku pemohon IMB sehingga hasil verifikasi yang dilakukan tidak berimabang.
Agnes mengatakan bangunan gereja dengan rumah tinggal dan ciri gereja tidak bisa menjadi alat ukur untuk membatalkan IMB karena gereja satu dengan yang lainnya bisa berbeda. Terlebih gereja itu masih dalam rintisan. Selain itu juga berkaitan dengan kemampuan Pendeta Sitorus dalam memiliki rumah tinggal. Agnes berujar rekomendasi pencabutan IMB itu sejauh ini belum berupa pencabutan IMB, sehingga masih ada ruang dialog.
“Berharap kami enggak sampai ke PTUN. Kami mendorong Bupati agar jangan sampai ada diskriminasi,” kata Agnes.
Agnes mengatakan hasil pembicaraan dengan Pemkab jika keputusan bupati tidak memungkinkan untuk membatalkan pencabutan IMB, pihaknya dipersilahkan untuk mengajukan proses hukum. “Ketka rekomendasi Bupati tak bisa dievaluasi jalan terakhir kami akan ajukan gugatan ke PTUN,” ujar Agnes.
Selain berencana menggugat ke PTUN, Agnes juga sudah menyampaikan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Terkait AKTIVITAS PERIBADATAN, Agnes mengatakan selama Agustus nanti peribadatan di rumah Sitorus dipindah ke GKJ Sedayu. Ia berharap aktivitas peribadatan tidak terganggu karena itu menyangkut hak warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Minggu 24 November 2024: Berangkat dari Palur Jebres, Stasiun Balapan dan Purwosari
- Jadwal Terbaru KA Bandara YIA Xpress Minggu 24 November 2024
- Jadwal Terbaru KRL Jogja-Solo Minggu 24 November 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan dan Maguwo
- Jadwal Terbaru Kereta Bandara YIA dari Stasiun Tugu Minggu 24 November 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu
- Jadwal SIM Keliling Sleman Pekan Terakhir Bulan November 2024
Advertisement
Advertisement