Advertisement

Marak Kasus Intoleransi, Aturan Pendirian Rumah Ibadah Perlu Dikaji Ulang

Rahmat Jiwandono
Jum'at, 03 Januari 2020 - 07:17 WIB
Bhekti Suryani
Marak Kasus Intoleransi, Aturan Pendirian Rumah Ibadah Perlu Dikaji Ulang Ilustrasi toleransi antar umat beragama. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Aturan mengenai izin pendirian rumah ibadah perlu dikaji ulang. Pasalnya, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama yang terbit pada 2006 itu selama ini dinilai melegitimasi kebencian antarumat beragama.

Koordinator Aliansi Nasional Bineka Tunggal Ika (ANBTI) Yogyakarta, Agnes Dwi Rusjiyati mengatakan konten dalam aturan tersebut selama ini mendiskriminasi umat agama lain dalam menjalankan keyakinannya, khususnya dalam hal pendirian tempat ibadah.

Advertisement

Dalam aturan itu jumlah masyarakat setempat yang harus memberikan persetujuan pendirian tempat ibadah sebanyak minimal 60 orang. Sebanyak 60 orang itu harus berasal dari beragam kepercayaan.

"Padahal belum tentu di tempat itu penduduknya punya keyakinan yang berbeda-beda," kata Agnes, Kamis (2/1/2020).

Selain itu dalam aturan tersebut juga dinyatakan jumlah pengguna tempat ibadah paling tidak berjumlah 90 orang. Jika jumlahnya tidak terpenuhi maka belum bisa mendirikan tempat ibadah.

Hal itu bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan menjalankan ajaran agama bagi masyarakat. Negara kata dia seharusnya menaruh perhatian dalam memberikan perlindungan dan jaminan sesuai UUD 1945.

"Kalau memang di suatu tempat ibadah dibutuhkan umat, maka tidak perlu lagi menggunakan komposisi 90:60," kata dia.

Ia menyebutkan fakta yang sering terjadi di lapangan adalah masyarakat tidak mengizinkan pendirian tempat ibadah lantaran syarat tersebut tidak bisa terpenuhi. Alhasil banyak tempat ibadah tidak dapat didirikan. Ia berharap tidak ada perautran yang diskriminatif seperti itu.

"Sebagai contoh, di Pulau Jawa mungkin umat Kristen, Hindu maupun Buddha kesulitan untuk mendirikan tempat ibadah. Umat Islam juga bisa menemui hambatan serupa di Bali atau Nusa Tenggara Timur [NTT]," katanya.

Kendati regulasi tersebut akan direvisi dengan peraturan baru bernama Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (RUU KUB), tetapi bila substansi mengenai syarat pendirian rumah ibadah tak diubah, maka dampaknya tetap akan sama.

"Percuma saja kalau isinya sama, yang dikaji harus isinya bukan hanya ganti nama saja," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Mataram dan Bali, Warga Berhamburan

News
| Rabu, 08 Mei 2024, 06:17 WIB

Advertisement

alt

Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk

Wisata
| Sabtu, 04 Mei 2024, 09:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement