Advertisement

Warga Margorejo Tolak Rencana Pembangunan Agrowisata Kelengkeng

Hery Setiawan (ST 18)
Minggu, 05 Juli 2020 - 19:37 WIB
Nina Atmasari
Warga Margorejo Tolak Rencana Pembangunan Agrowisata Kelengkeng Sebagian lahan Dusun Nglebeng dan Ngamboh, Desa Margorejo, Kecamatan Tempel, Sleman yang telah diratakan dengan alat berat, Sabtu (4/7/2020). - Harian Jogja/Hery Setiawan

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN - Agrowisata kelengkeng rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 10 hektare di Dusun Nglebeng dan Ngamboh, Kelurahan Margorejo, Kecamatan Tempel, Sleman. Lahan tersebut berlokasi di antara tiga sungai yang saat ini ditanami oleh pohon salak dan tanaman produktif lainnya.

Desas-desus rencana pembangunan agrowisata kelengkeng telah berembus sejak akhir Desember 2019. Rencana itu makin santer terdengar hingga awal bulan Juni 2020. Hal ini ditandai dengan alat berat yang merangsek dan meratakan sebagian lahan. Namun, aktivitas tersebut berhenti setelah mendapat penolakan warga.

Advertisement

Baca juga: Wisatawan di Bantul Hingga Gunungkidul Diserang Ubur-Ubur

Warga menilai rencana pembangunan agrowisata kelengkeng tidak sesuai dengan situasi sosio kultural wilayah setempat. Apalagi, lahan tersebut merupakan tanah kas desa yang semestinya ditujukan untuk kepentingan warga.

"Rencananya lahan itu dikontrak oleh pihak swasta selama 30 tahun. Masalahnya, perangkat desa Margorejo yang sekarang jabatannya akan selesai tahun depan. Untuk kontrak dengan jangka waktu sepanjang itu siapa yang nanti akan bertanggungjawab?" kata Agung Budi Kuncoro, warga Dusun Nglebeng kepada Harianjogja.com, Sabtu (4/7/2020).

Kegiatan wisata, katanya, tak cocok dengan pola hidup warga setempat yang sederhana dan selama ini mengandalkan persawahan. Masih banyak warga yang mendapat penghidupan sebagai buruh tani. Menurutnya, sungguh disayangkan andai lahan tersebut disewakan kepada pihak swasta dalam jangka waktu lama.

Baca juga: Anak Zaskia-Hanung Lahir, Jokowi Kirim Hadiah ke Jogja

Sempat terdengar iming-iming kesejahteraan dari pihak desa dan warga yang menjadi promotor proyek. Warga nantinya akan dilibatkan dan digadang memperoleh pendapatan dari keberadaan agrowisata tersebut.

Menurut Agung, iming-iming itu tak lagi memikat warga. Pasalnya, dahulu pernah terjadi hal serupa saat pembangunan pabrik plastik. Warga yang menolak memang tidak dapat bekerja di sana. Namun hal itu tak menghalangi warga memperoleh pendapat dengan cara lainnya.

Lanjutnya, pembangunan agrowisata kelengkeng berpotensi merusak lingkungan. Lahan sudah pasti akan berubah konturnya. Kondisi itu ditakutkan bakal mengganggu pengairan yang bersumber dari sungai dan sumur, khususnya wilayah selatan lokasi proyek yang dinilai mengalami dampak paling parah.

Hal serupa juga diutarakan oleh Wenang Ayong, warga Ngamboh. Menurutnya, lahan yang hendak 10 hektare tersebut sejatinya masih dibutuhkan oleh warga.

Pembangunan agrowisata idealnya harus melalui perbincangan dengan warga setempat. Hal tersebut sangat penting untuk mengantisipasi aksi saling lempar tanggungjawab ketika terjadi kegagalan atau sesuatu yang tidak diinginkan.

"Kalau nanti terjadi kegagalan atau kerusakan, siapa yang akan bertanggungjawab atau mengembalikan ke kondisi normal itu tidak disebutkan. Karena biasanya pemilik baru itu mengaku tidak tahu urusan yang dahulu. Kita sebagai warga jadi kesulitan menuntut," ujarnya, Sabtu (4/7/2020).

Melalui sambungan telepon, Lurah Margorejo, Amad Jalaludin mengatakan agrowisata kelengkeng sebenarnya punya tujuan untuk memakmurkan warga. Jelang akhir jabatan, ia mengaku senang apabila warga bisa sejahtera melalui agrowisata.

Namun, tampaknya apa yang ia harapkan justru bertolakbelakang dengan kehendak warga. Gelombang penolakan terus berhembus. Bila warga masih menolak, kata laki-laki yang akrab disapa Amad itu, pembangunan agrowisata dapat dibatalkan. Ia menyerahkan keputusan itu kepada pihak perusahaan pengembang.

"Untuk sementara ditunda dulu. Minggu lalu sudah ada kesepakatan. Pihak perusahaan diberi waktu dua bulan untuk memastikan proyek berlanjut atau tidak. Jika warga menolak, mau tidak mau proyek dibatalkan. Buat apa agrowisata dilanjutkan tapi warga menolak," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Operasional KRL Jogja Solo Ditambah Jadi 30 Perjalanan

News
| Kamis, 09 Mei 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Grand Rohan Jogja Hadirkan Fasilitas Family Room untuk Liburan Bersama Keluarga

Wisata
| Senin, 06 Mei 2024, 10:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement