Advertisement
Jatimulyo Surga Burung Perbukitan Menoreh dan Burung Migran di Pantai Trisik Diluncurkan

Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO-- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta membuat dua buku yang membahas soal potensi burung di Kulonprogo. Kehadiran buku ini selain untuk mengenalkan potensi burung di Kulonprogo, juga menjadi media edukasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa liar.
Kedua buku yang diberi judul Jatimulyo Surga Burung di Perbukitan Menoreh dan Burung Migran di Pantai Trisik itu dilaunching BKSDA Yogyakarta bersama Bupati dan jajaran Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, di Ruang Menoreh, Kompleks Pemkab Kulonprogo, Senin (7/9/2020).
Advertisement
Baca juga: Jokowi Ingatkan Warga Waspada Klaster Keluarga, Kantor Hingga Pilkada
Kepala BKSDA Yogyakarta, Muhammad Wahyudi mengatakan pihaknya sengaja membuat buku ini untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Kulonprogo menyimpan potensi burung yang melimpah. Khususnya di wilayah Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo dan Pantai Trisik, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur, yang populasi burungnya terbilang cukup banyak dibandingkan daerah lain di kabupaten ini.
"Melalui buku ini pula, kami ingin mengajak masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa liar, khususnya burung," ucap Wahyudi.
Dia menerangkan, buku berjudul Jatimulyo Surga Burung di Perbukitan Menoreh berisi tentang sejarah Kalurahan Jatimulyo, sebelum menjadi wilayah konservasi burung. Dulunya masyarakat Jatimulyo abai terhadap kehadiran burung-burung tersebut bahkan melakukan perburuan liar. Hasil buruan itu kemudian dijual kepada masyarakat baik di dalam maupun luar Kulonprogo.
Imbas dari perburuan liar itu, membuat populasi burung di Jatimulyo nyaris punah. Namun, berjalannya waktu masyarakat Jatimulyo mulai sadar tentang pentingnya menjaga ekosistem burung, sehingga kini resmi menjadi kawasan ramah burung.
"Saat ini tercatat di Jatimulyo ada sekitar 102 jenis burung, yang beberapa termasuk satwa dilindungi. Jumlah ini kemungkinan bakal terus bertambah," ujarnya.
Sementara buku kedua berjudul Burung Migran di Pantai Trisik, membahas tentang kehadiran burung-burung dari berbagai negara yang setiap tahunnnya transit di Pantai Trisik. Kawasan itu dipilih sebagai tempat tinggal sementara para burung migran karena memiliki suhu yang lebih hangat.
"Biasanya kalau pas belahan dunia lain baik sisi utara maupun selatan Indonesia sedang musim dingin, para burung-burung itu datang ke Pantai Trisik, mereka menetap sementara sampai suhu di tempat asalnya hangat kembali," jelas Wahyudi.
Melalui buku ini Wahyud berharap ke depan banyak bermunculan desa-desa baik di Kulonprogo maupun DIY yang turut berperan aktif dalam upaya melestarikan burung. Hal itu juga bisa menjadikan desa sebagai tujuan wisata edukasi, seperti halnya Kalurahan Jatimulyo.
Bupati Kulonprogo, Sutedjo mengapresiasi langkah BKSDA Yogyakarta yang telah membuat buku tentang potensi burung di Kulonprogo. Menurutnya, kehadiran buku ini sangat penting karena bisa menjadi bahan pengetahuan baru bagi masyarakat tentang melimpahnya burung di kabupaten ini.
"Dengan begini potensi burung di Kulonprogo bisa diketahui oleh publik di luar kulonprogo," ujarnya.
Sutedjo berharap buku ini bisa menanamkan kecintaan masyarakat kepada alam, sehingga bisa bersama-sama melakukan upaya pelestarian lingkungan, khususnya menjaga habitat burung agar terus terjaga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Presiden Prabowo dan Pangeran MBS Serukan Global Lakukan Aksi Nyata untuk Perdamaian Dunia
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Kemarau Basah Bikin Jasa Pengiriman Air di Gunungkidul Sepi Orderan
- Tol Jogja-Solo Ruas Klaten-Prambanan Masih Gratis, PT JMJ Tunggu Keputusan Menteri PU Soal Tarif
- Mbah Tupon Jadi Turut Tergugat, Kuasa Hukum Penggugat Ingin Duduk Bersama Selesaikan Perbuatan Melawan Hukum
- Kasus Sengatan Ubur-ubur di Pantai Selatan Bantul Terus Bertambah, Korban Paling Banyak Anak-anak
- Kepala Sekolah Rakyat DIY dari Bantul dan Kulonprogo, Formasi Guru Menyusul
Advertisement
Advertisement