Advertisement
Masih Ada Stigma Masyarakat, Sebagian Kelompok Penghayat di DIY Enggan Ubah Kolom Agama di KTP

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Meski Pemerintah telah mengakui dan mengakomodir hak kelompok penghayat kepercayaan sebagai warga negara seperti layanan KTP dan perkawinan, tetapi masyarakat yang masih belum bisa sepenuhnya menerima membuat banyak penghayat kepercayaan belum memanfaatkan layanan tersebut.
Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) DIY, Bambang Purnomo, menuturkan meski telah terakomodir dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, sampai saat ini masih banyak penghayat yang belum mengubah kolom agama di KTP sesuai keyakinannya, sehingga masih tertera agama yang umum di masyarakat atau dikosongkan.
Advertisement
BACA JUGA: Merapi Alami 12 Kali Gempa Guguran
Menurutnya terdapat sejumlah faktor yang membuat banyak penghayat belum mengubah kolom agama tersebut. “Takut dibully oleh lingkungan sosial atau sekolah, tidak semua anggota keluarga merupakan satu penghayat, atau memang ingin mempertahankan eksistensi agamanya,” ujarnya dalam Workshop Strategi Kampanye Narasi Penghayat Bersama Jurnalis dan Media, Sabtu (12/12/2020).
Dalam perkawinan, pelaksanaan perkawinan secara Penghayat Kepercayaan tidak ada kendala, sudah sesaui dengan aturan yang berlaku. Proses pencatatan perkawinan sesuai aturan, dengan petugas Perkawinan dilakukan oleh Pemuka Penghayat.
Sementara dalam pendidikan, Pengajar Kepercayaan yang disebut Penyuluh Kepecayaan dengan sertifikasi penyuluh belum merata di semua daerah. “Tidak setiap wilayah ada sekolah negeri, bila mencari sekolah terdekat kebanyakan berbasis agama, sehingga Penghayat tak terlayani,” katanya.
DIY merupakan daerah di Indonesia dengan jumlah organisasi Penghayat Kepercayaan terbanyak ketiga setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di DIY, jumlah organisasi ini sebanyak 25 organisasi, di Jawa Tengah 52 organisasi dan di Jawa Timur 51 organisasi.
Dalam riset terbarunya yang berjudul Produksi Wacana Tentang Penghayat Kepercayaan, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS), menyebutkan pasca putusan MK pada 2016, sudah ada beberapa sekolah yang memfasilitasi pelajaran untuk penghayat. di DIY, pendidikan bagi penghayat diselenggarakan di SMA N 11 Kota Jogja dan SMK N 1 Kasihan, Bantul.
Salah satu Tim Riset LKiS, Ayik Teteki, menuturkan dalam hal perkawinan, permasalahan timbul jika penghayat kepercayaan tidak mengikuti organisasi yang diakui hukum. “Penghayat kepercayaan tidak bisa dicatatkan ke Dinas Dukcapil [Kependudukan dan pencatatan Sipil] ketika organisasinya tidak diakui hukum. Padahal banyak penghayat yang tidak ikut organisasi atau perorangan,” katanya.
Riset ini merupakan studi literatur yang melibatkan 25 tulisan ilmiah, 9 buku, serta sejumlah dokumen lain yang mengangkat beragam perspektif dan persoalan penghayat kepercayaan di Indonesia. Dari sini diharapkan dapat memberi dampak positif ketika menghadirkan agama leluhur dan pengahayat kepercayaan di ruang publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Tegas! Menhub Pastikan Kebijakan Zero ODOL Berlanjut, Lebih Cepat Lebih Baik
Advertisement

Begini Cara Masuk Gratis ke Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko Khusus Bulan Juli 2025
Advertisement
Berita Populer
- Libur Sekolah, Museum Sandi Ramai Dikunjungi Wisatawan Keluarga
- Leptospirosis di Jogja Meningkat Signifikan, Ada 18 Kasus dengan Lima Kematian
- Asrama Sekolah Rakyat BBPPKS Purwomartani Sleman Siap Ditempati, Begini Fasilitasnya
- Jadwal KRL Jogja Solo Terbaru, Naik dari Stasiun Tugu Turun di Palur, Rabu (9/7/2025)
- Jadwal KRL Solo Jogja Hari Ini, Rabu (9/7/2025), Naik dari Stasiun Palur, Jebres, Purwosari dan Solo Balapan
Advertisement
Advertisement