Advertisement

Pria Ini Ubah Stigma Negatif Kampung dengan Markisa

Lajeng Padmaratri
Senin, 23 Mei 2022 - 08:37 WIB
Arief Junianto
Pria Ini Ubah Stigma Negatif Kampung dengan Markisa Toto Purnomo menunjukkan bibit tanamannya. - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Stigma negatif yang telanjur menempel di kawasan Blunyahrejo, Karangwaru, Tegalrejo, Kota Jogja coba diubah oleh warganya dengan kegiatan positif. Mereka mengubah lahan tak terpakai menjadi kebun produktif. 

Inisiatif itu salah satunya digerakkan oleh Toto Purnomo. Warga Kampung Blunyahrejo ini sudah sejak lama mengusulkan program pendirian lorong markisa di salah satu ruas jalan di Blunyahrejo.

Advertisement

Rupanya sejumlah warga menyambut baik pemikiran itu. Tak hanya membuat lorong markisa, warga justru mengubah lahan pekarangan tidak terurus di tepi Sungai Buntung yang membelah Kelurahan Karangwaru menjadi kebun produktif.

Di lahan itu, mulanya penuh sampah dan buangan sisa material. Di antaranya ada jalan setapak yang jarang dilalui lantaran rimbun. Warga pun mendatangkan ekskavator untuk menggemburkan tanah. Pada Maret 2020, mereka selesai membereskan lahan dengan luas sekitar 4.000 meter itu untuk dijadikan kebun bersama.

Warga asli Blunyahrejo yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang ojek online ini mengungkapkan inisiatif itu dimaksudkan untuk mengubah stigma negatif yang telanjur melekat di Blunyahrejo. Mulai dari pelaku kenakalan remaja, tawuran, hingga narkoba beberapa kali berasal dari kampung tersebut.

"Makanya kami pengen menghilangkan stigma negatif itu, supaya Blunyahrejo kembali positif," terang pria berusia 54 tahun itu kepada Harianjogja.com, belum lama ini.

BACA JUGA: Papan Nama Kampung Bertebaran di Terban 

Dia pun menggandeng warga untuk bersatu menggerakkan kampung dan membuat kegiatan yang positif. Lewat Kampung Markisa, ia ingin masyarakat Blunyahrejo bisa memanfaatkan lahan itu untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Toto yang kini didapuk sebagai Ketua Kelompok Pertanian Kampung Markisa itu pun memimpin kegiatan pertanian. Selain markisa, mereka juga menanam tanaman sayur, seperti sawi, terong, cabai, hingga kangkung. Mereka juga pernah menanam bunga matahari dan bunga kertas yang dijadikan spot swafoto.

"Selain ambil dari nama buah, Markisa itu maksudnya Mari Kita Bersatu, Mari Kita Bersama, Mari Kita Bisa. Dengan bersatu dan bersama, kita pasti bisa melakukan kegiatan di Kampung Markisa ini," tuturnya.

Kembali ke Alami

Budi daya komoritas pertanian di Kampung Markisa terus berkembang. Kelompok itu juga mendapatkan sejumlah bantuan, mulai dari Pusat Inovasi Agroteknologi UGM hingga Dinas Pertanian dan Pangan Kota Jogja.

Meski demikian, Toto mengakui bahwa tidak mudah mempertahankan kebun bersama itu agar terus produktif. Terlebih, dengan latar belakang warga Blunyahrejo yang bukan petani.

"Anggota petani di sini enggak ada yang basic-nya petani. Saya sendiri dulu juga enggak bercocok tanam, tetapi ketika memulai kebun bersama ini memang cenderung senang bercocok tanam. Akhirnya, kami bersama teman-teman itu kebanyakan menerapkan ilmu masing-masing ketika bertani di Kampung Markisa," kata Toto.

Hal itu menjadikan antaranggota petani sempat berbeda pendapat mengenai teknik pertanian tertentu. Misalnya, tentang merawat bibit, ada yang menerapkan ilmu yang berbeda-beda hasil belajar dari Internet. Meski berbeda-beda, namun semua tujuannya sama yaitu untuk merawat tanaman.

BACA JUGA: Fun Game Museum Warnai Grand Final LCC Kebudayaan Kota Jogja

Lantaran tidak ada anggota yang punya latar belakang petani, pohon markisa di Kampung Markisa pun sempat banyak yang mati. Begitu pula tanaman lain. Toto menduga hal itu lantaran mereka sempat diberi bantuan pupuk kimia tanpa diberi edukasi cara pengaplikasiannya yang tepat.

"Sekarang kami baru mencoba untuk menyingkirkan pupuk kimia. Kita akan kembali ke yang alami, pakai kohe [kotoran hewan] dan memanfaatkan air lindi," ujar Toto.

Saat ini, sudah mulai ada warga yang membuat pupuk alami di rumah untuk dibawa ke Kampung Markisa. Meski begitu, hal itu belum sepenuhnya membuat pohon markisa di sana kembali subur. Sebab, tidak mudah mengubah tanah yang selama ini sudah tercampur bahan kimia, menjadi tanah yang steril dan alami.

Selain kelompok pertanian, di Kampung Markisa ada tiga kegiatan lain, yaitu kelompok perikanan, gantangan burung, serta UMKM berupa warung-warung milik warga. Dia berharap dengan adanya sejumlah kelompok itu bisa dimanfaatkan warga untuk menggerakkan ekonomi kampung.

Meski pada awalnya Kampung Markisa diinisiasi oleh warga paruh baya, tetapi Toto berharap banyak pemuda bisa terlibat di sana. Hal itu diwujudkan dengan melibatkan pemuda kampung pada kegiatan gantangan burung dan pengelola parkir.

"Sehingga pemuda itu biar juga merasa memiliki, bahwa Kampung Markisa itu ada untuk kita semua warga Blunyahrejo," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Berkekuatan Magnitudo 5,0

News
| Jum'at, 26 April 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement