Advertisement
Gerakkan Literasi dari Pinggir Kali

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL--Resah dengan banyaknya aksi pembuangan sampah liar ke sungai membuat Kuat, seorang seniman rupa asli Siluk, Selopamioro, Imogiri, Bantul menggagas sebuah gerakan. Dia merintis berdirinya taman baca dari kolong Jembatan Siluk.
Aliran Sungai Oya di Siluk sejak lama jadi lokasi pembuangan sampah warga dan pengendara yang melintas dari atas jembatan. Tak hanya membuat sungai tercemar, perilaku tidak bertanggung jawab itu juga dikhawatirkan bisa berdampak kepada masyarakat sekitar.
Advertisement
Betapa tidak, berbagai macam sampah pernah ditemukan Kuat dari aksi pembuangan limbah di sana. Mulai dari sampah rumah tangga hingga limbah medis seperti jarum suntik.
Pria 44 tahun itu kemudian memikirkan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat yang gemar membuang sampah sembarangan ke kali. Bersama sejumlah pemuda, ia pernah memasang spanduk larangan. Namun, hal itu rupanya tidak efektif.
BACA JUGA: Mantap! Informasi Lowongan Kerja Kini Diinfokan Keliling Kecamatan di Bantul
Hingga suatu kali ia teringat salah seorang kawannya yang punya 2000 buku dan berniat untuk menyumbang. Kuat pun menerima tawaran buku itu untuk mendirikan taman baca di kolong Jembatan Siluk pada 2016.
Kolong jembatan itu pun dibuat sebuah area yang bisa digunakan anak-anak sekitar membaca buku. Sejumlah rak penuh buku ditaruh di sana. Kuat ingin lewat taman baca bisa membuat anak-anak berkurang intensitasnya menggunakan gawai.
"Tetapi ternyata tidak semudah itu membuat anak-anak gemar membaca buku. Akhirnya saya membuka kelas melukis, setelah itu ternyata antusiasme anak-anak tinggi," ujar seniman rupa yang pernah menuntut ilmu di ISI Jogja ini kepada Harianjogja.com, Senin (30/5/2022).
Sejak itu, taman baca Jembatan Edukasi Siluk (JES) mulai ramai dikunjungi warga sekitar. Anak-anak akan datang untuk melukis, sementara ibu-ibu yang mengantar mereka akan menunggui sambil membaca buku.
BACA JUGA: Sempat Mogok Beroperasi, Jagal Sapi Segoroyoso Bantul Kembali Beroperasi
Sayangnya, pada 2017 lokasi taman baca dihantam banjir akibat Badai Cempaka. Meski banyak buku-buku yang hilang, namun Kuat mampu menghidupkannya kembali dua minggu kemudian.
Rupanya, setahun setelahnya kegiatan yang dirintis Kuat ini dilamar salah satu badan usaha milik negara. Mereka mendukung kegiatan literasi JES lewat program tanggung jawab sosialnya.
Sejak 2020, Kuat kemudian memindahkan kegiatan JES ke lahan yang lebih luas. Jaraknya hanya 100 meter ke utara dari lokasi awal. Walau sudah pindah dan menempati ruang yang baru, namun lokasi awal masih dipertahankan untuk dijadikan sebagai monumen.
Gratis
Dibantu oleh sekumpulan pemuda Siluk, Kuat pun membuat beragam kegiatan di JES. Dari taman baca, kegiatan itu berkembang menjadi sekolah sungai. Mulai dari kelas melukis, bimbingan belajar, kelas menari, hingga kelas desain grafis dibuka di sana.
Bahkan, tak hanya anak-anak, Kuat juga menggaet ibu-ibu untuk berkegiatan di JES. Mereka pernah difasilitasi dengan kelas memasak dan senam. Meski begitu, saat ini kegiatan yang dipertahankan hanya senam.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Minggu secara bergantian. Anak-anak yang menjadi peserta tidak dipungut biaya untuk mengikuti kegiatan tersebut.
"Cukup bawa tiga botol plastik untuk mengganti biaya kelasnya. Secara nilai enggak seberapa, tetapi kami punya kepenginan anak-anak sejak dini sadar sampah," terang Kuat.
Sebagai seniman, Kuat punya banyak ide. Botol yang dibawa anak-anak pernah mereka olah menjadi kerajinan seperti boneka, vas bunga, dan macam-macam lainnya. Namun, rupanya hal itu tidak laku dan justru menimbulkan sampah baru.
Akhirnya, setiap botol sampah yang dikumpulkan itu dijual ke pengepul. Uang hasil jual itu digunakan untuk membiayai operasional tamab baca.
Kuat mencatat saat ini lebih dari 70 anak yang mengikuti kegiatan di JES. Mereka didominasi siswa jenjang sekolah dasar.
Hingga kini, kegiatan edukasi di JES masih gratis. Namun, Kuat beberapa kali memiliki kekhawatiran bahwa hal itu justru membuat anak-anak akan menyepelekan kegiatan di sana.
"Ada ketakutan dengan memanjakan mereka justru mereka akan sak karepe dewe. Tetapi kami enggak mungkin meminta mereka bayar, karena dengan begitu konsep sekolah sungai ini jadi hilang," tuturnya.
Kuat pun meyakinkan dirinya sendiri bahwa pilihannya tepat. Dia justru berharap peraturan membawa botol sebagai iuran setiap kali datang ke kelas itu bisa terpatri dalam benak mereka hingga dewasa.
Setelah enam tahun berkegiatan, Kuat bersyukur banyak warga mendukung kegiatan di JES. Bahkan, apresiasi pernah datang dari Kemendikbud yang memberikan penghargaan TBM Kreatif-Rekreatif pada 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

3 Tersangka Suap Eks Kabasarnas Segera Jalani Proses Sidang
Advertisement

Sedih, Pemulihan Pariwisata Internasional Sampai 2024 atau Lebih
Advertisement
Berita Populer
- Terdakwa Korupsi SMP 1 Wates Bacakan Pembelaan 3 Lembar di Persidangan
- Jadwal keberangkatan KA Bandara YIA dari Stasin Tugu Jogja, Jumat 22 September 2023
- Membangun Budaya Literasi Butuh Komitmen Bersama
- Begini Cara Membeli Tiket KA Bandara YIA, Praktis!
- Jadwal Lengkap KRL Jogja Solo dan KRL Solo Jogja Hari Ini, 22 September 2023
Advertisement
Advertisement