Advertisement

Pengin Melihat & Belajar soal Benda-Benda Langit? Gabung bersama Komunitas Ini

Lajeng Padmaratri
Sabtu, 18 Juni 2022 - 06:07 WIB
Arief Junianto
Pengin Melihat & Belajar soal Benda-Benda Langit? Gabung bersama Komunitas Ini Anggota Komunitas Penjelajah Langit meneropong benda langit menggunakan teropong binokuler saat Jogja Meneropong di Alun-Alun Kidul, Sabtu (11/6/2022). - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Memiliki hobi dan kecintaan yang sama terhadap benda-benda langit rupanya bisa membuat sekumpulan anak muda di Jogja memiliki kegiatan yang mengasyikkan. Lewat Komunitas Penjelajah Langit, mereka seolah menyibak langit demi menuntaskan keingintahuan terhadap benda-benda angkasa.

Penjelajah Langit merupakan komunitas astronomi yang telah berusia sembilan tahun. Komunitas ini berisi sekumpulan anak muda yang hobi terhadap segala hal menyoal astronomi.

Advertisement

Meski topik yang jadi bahasan di komunitas ini sangat ilmiah dan didasarkan sains, namun anggotanya tidak harus berasal dari kalangan mahasiswa dengan studi khusus tentang astronomi. Siapapun bisa bergabung asalkan punya minat terhadap benda-benda langit.

BACA JUGA: Disdikpora Jogja: PPDB Zonasi Bukan dari Jarak Rumah, tapi Jarak RW

Salah satunya ialah M. Nazir Hasan, pekerja medis yang saat ini mengemban amanah sebagai Ketua Penjelajah Langit. Sama sekali tak memiliki latar belakang studi khusus tentang astronomi, tetapi kegemarannya terhadap fotografi dan keelokan langit semesta membawanya bergabung dengan komunitas ini beberapa tahun lalu.

Nazir menuturkan setiap bulannya mereka punya agenda bertajuk Jogja Meneropong. Dalam kegiatan itu, Penjelajah Langit akan membawa teleskop dan binokuler untuk mengamati susunan langit.

Inilah yang dilakukan Penjelajah Langit, Sabtu (11/6/2022) lalu. "Kegiatan malam ini [Sabtu] merupakan kegiatan offline pertama kami setelah pandemi melanda dua tahun terakhir," kata Nazir kepada Harianjogja.com di sela-sela kegiatan Jogja Meneropong, Sabtu malam.

Pandemi membuat kegiatan Jogja Meneropong harus terhenti. Mereka tak mau ambil risiko memancing kerumunan orang demi mengintip angkasa dari lubang lensa teleskop yang selalu mereka bawa setiap kali berkegiatan.

BACA JUGA: Fasad Malioboro Ditata sebagai Warisan Budaya Dunia

Betapa tidak, setiap kali mereka berkegiatan antusiasme masyarakat terhadap astronomi sangat tinggi. Teleskop yang mereka pasang di Alun-Alun Kidul itu dikerubungi belasan pengunjung yang penasaran seperti apa wujud benda langit yang ada di angkasa.

Sayangnya, beberapa kali langit yang mendung membuat pandangan terhalang. Kendati demikian, Nazir menyebut keramaian sebelum pandemi lebih tinggi. Hal itu juga belum seberapa dibandingkan dengan antusiasme masyarakat saat kegiatan meneropong gerhana matahari di Tugu Jogja pada 2016 lalu.

Saat itu, ribuan warga memadati ikon Jogja itu dan Komunitas Penjelajah Langit membantu mereka melihat gerhana dengan lebih jelas lewat kacamata khusus. "Kami juga pernah mengumpulkan sekitar 500 orang di Gumuk Pasir Parangtritis untuk melihat meteor. Sayangnya, sekarang jadi lebih sulit karena polusi cahaya," tuturnya.

Anggota Komunitas Penjelajah Langit meneropong benda langit dengan menggunakan teleskop saat kegiatan Jogja Meneropong di Alun-Alun Kidul, Sabtu (11/6/2022)./Harian Jogja-Lajeng Padmaratri

Polusi Cahaya
Demi menjelajah langit, komunitas ini juga harus menjelajah berbagai titik di Jogja untuk mendapatkan lokasi meneropong yang optimal. Jika di Alun-Alun Kidul seperti yang biasa mereka lakukan, kendala yang dialami salah satunya berkaitan dengan polusi cahaya.

"Kalau di perkotaan memang kendalanya itu cahaya. Polusinya banyak sekali kan ini. Tapi, di sini memang seru karena ruang publik yang ramai, jadi kita bisa sekaligus mengenalkan tentang komunitas ini kepada pengunjung yang tertarik," kata Nazir.

Gumuk Pasir Parangtritis pernah jadi lokasi andalan Penjelajah Langit untuk mengamati meteor yang jatuh. Namun, beberapa waktu belakangan, hal itu makin sulit dilakukan. Pembangunan hotel dan sejumlah bangunan milik warga membuat kawasan itu sudah tercemar polusi cahaya. Komunitas ini pun mencoba berpindah lokasi lain yang masih bersih dari gemerlap lampu kota.

"Jujur saja, susah sekali cari lokasi yang minim polusi cahaya. Kalau sekarang, paling ke arah Gunung Merapi," kata dia.

Selain memperhatikan soal potensi polusi cahaya, cuaca juga jadi perhatian khusus. Sebelum meneropong, biasanya mereka akan memantau prediksi dan laporan BMKG serta sejumlah situs serupa untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi langit.

"Dulu kami belum paham, asal datang ke Alun-Alun Kidul mau lihat gerhana bulan. Ternyata sampai sini hujan, ya enggak dapat apa-apa," kata dia.

Kini, mereka sudah belajar untuk tidak asal-asalan dalam berkegiatan. Selain kegiatan meneropong, Penjelajah Langit juga banya terlibat kegiatan dengan sejumlah pihak.

Mulai dari mengisi webinar dengan lembaga dan kampus dengan studi terkait, mendampingi siswa yang olimpiade di bidang astronomi, hingga merilis hasil studi. Komunitas ini punya situs media informasi yang bisa diakses lewat tautan www.kafeastronomi.com.

Dia berharap setelah pandemi mereda, Penjelajah Langit bisa rutin mengadakan kegiatan meneropong di Alun-Alun Kidul maupun titik-titik lain di Jogja. "Bagi masyarakat yang pengin belajar memotret milky way, meteor, atau benda-benda langit yang lain, bisa datang ke kegiatan kami, nanti bisa belajar bersama-sama," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Putusan MK Diprediksi Tidak Akan Mengubah Hasil Pilpres

News
| Sabtu, 20 April 2024, 19:27 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement