Advertisement

Promo November

Komunitas Ini Menghidupkan Kembali Mata Air di Gunungkidul yang Dikenal Angker

David Kurniawan
Rabu, 07 September 2022 - 18:37 WIB
Budi Cahyana
Komunitas Ini Menghidupkan Kembali Mata Air di Gunungkidul yang Dikenal Angker Warga di Dusun Ngimbang, Watusigar, Ngawen, Gunungkidul bersama-sama dengan anggota Komunitas Resan Gunungkidul bahu membahu untuk menghidupkan sumber Sampar Angkling yang mati sejak lama, beberapa waktu lalu. - Istimewa/Komunitas Resen Gunungkidul

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Komunitas Resan Gunungkidul adalah organisasi masyarakat yang bergerak di sektor lingkungan. Sejak berdiri di 2018 lalu, komunitas ini tak hanya menanam bibit pohon, terapi juga berupaya menghidupkan kembali sumber-sumber mata air. Seperti apa kegiatan komunitas ini, berikut laporan wartawan Harian Jogja, David Kurniawan.

Puluhan warga bersama dengan anggota komunitas Resan Gunungkidul berkumpul di sebuah pohon besar di Dusun Ngimbang, Watusigar, Ngawen. Ada yang membawa sapu, kapak, pacul, linggis, hingga alat pemecah batu.

Advertisement

Di tempat ini dahulu ada sebuah mata air yang dikenal dengan Sampar Angkling. Namun sejak puluhan tahun lalu, sumber ini tidak dimanfaatkan karena alirannya mati.

Oleh warga, tempat ini juga dikenal angker sehingga jarang didatangi. Meski demikian, hal tersebut tak berlaku bagi komunitas Resan. Komunitas yang bergerak di bidang pelestari lingkungan karena merasa tertantang untuk menghidupkan kembali sumber mata air yang ada.

Prosesnya tidak serta merta karena Komunites Resen harus meminta izin dari tetua desa di wilayah ini. Sebelum pengerukan, juga ada ritual dengan membawa jenang dan kembang sebagai syarat. Setelah ritual meminta izin untuk keselamatan, pembukaan sumber dimulai. Langkah awal dilanjutkan dengan membersihkan lokasi sumber.

BACA JUGA: Ruas Ngalang-Bobung Ditarget Selesai Akhir Tahun

Seorang sukarelawan maju untuk menggali sumber menggunakan cangkul dan linggis. Aktivitas penggalian dilakukan secara bergantian dengan orang-orang yang hadir di Sumber Sampar Angkling.

Penggalian tidaklah mudah karena selain tertimbun tanah, aliran air juga tertutup batu besar. Batu dipecah agar penghalang bisa terangkat.  

Jerih payah yang berlangsung sekitar enam jam ini membuahkan hasil. Sumber yang semula rata dengan tanah, setelah digali menampakkan lubang yang mengeluarkan air. Untuk menjaga kelesatariannya, di sekitar lokasi juga ditanam 15 batang pohon pengeras.

Menghidupkan sumber mata air seperti di Sampar Angkling bukan hal yang baru dilakukan Komunitas Resan. Total hingga sekarang sudah ada 11 sumber yang digali hingga mengeluarkan air.

Sumber-sumber ini meliputi Mrunut; Planangan; Tuk Umbul Komplet di Kalurahan Banaran Playen; Sendang Bandung; Belik Pengilon dan Kepil di Kalurahan Banyusoco, Playen; Sumber Planangan; serta Dawe 1 dan Dawe 2 di Kalurahan Ngawu, Playen.

Pendiri Komunitas Resan Gunungkidul, Edi Padmo mengatakan, komunitasnya ini lahir di 2018 lalu.  Resan Gunungkidul adalah sebuah gerakan swadaya yang fokus pada konservasi berbasis masyarakat. Kesadaran masing-masing personal yang saling bertaut, berjejaring dan kemudian menjadi sebuah gerakan bersama.

“Anggota kami adalah pribadi yang punya kegelisahan sama tentang lingkungan. Kemudian  tergerak untuk menjaga serta melestarikan alam, serta elemen-elemen pendukungnya sebagai ruang hidup bersama,” katanya kepada Harianjogja.com, Rabu (31/8/2022).

Total hingga sekarang ada 30 anggota komunitas yang aktif dalam kegiatan konservasi dan pelestarian lingkungan. “Kerelaan adalah napas dari gerakan kami, gotong royong adalah spirit dan menjadikan tali persaudaraan sebagai pengikatnya,” kata ayah dua anak ini.

Komunitas Resan lahir karena keprihatinan melihat sumber air yang banyak mengering. Upaya penghijauan pun dilakukan karena keberadaan pohon secara tidak langsung juga sebagai penyimpan cadangan air. “Air bukan untuk main-main tetapi butuh penanganan yang serius dari semua pihak,” ucap.

Menurut dia, nama Resan memiliki arti penting. Nama itu dipilih karena pohon-pohon yang selama ini menjadi penjaga air sudah banyak ditebangi. “Tentunya berdampak pada mengeringnya sumber air yang seharusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya,” katanya.

Edi menambahkan banyak kegiatan yang dilakukan mulai dari menanam pohon, merawat sumber-sumber air, membuat pembibitan mandiri. Selain itu, ada juga upaya mengajak masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan masing-masing.

“Adat, budaya dan kearifan lokal menjadi sarana berinteraksi sehingga kami bisa mengenali diri dan berbaur dengan masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang,” katanya.

Sudah ada sekitar 15.000 batang yang ditanam, terdiri dari tanaman keras seperti beringin, trembesi, elo, klumpit, gayam, kunut dan lain sebagainya.  “Kami sudah mengidentifikasi dan ada tiga sumber lainnya yang akan dihidupkan kembali,” katanya.

Salah seorang anggota Komunitas Resan Gunungkidul, Heri Susanto, mengaku senang bisa ikut bergabung dengan kelompok ini. Menurut dia, ada banyak manfaat yang didapatkan karena selain menambah saudara, kegiatan yang dilakukan juga memiliki tujuan mulia untuk melestarikan alam di Gunungkidul.

BACA JUGA: Bansos BBM untuk Warga Jogja Akan Disalurkan Lewat Aplikasi

“Programnya menanam pohon dengan tujuan menjaga kelestarian sumber mata air,” katanya.

Kegiatan komunitas ini juga menimbulkan kontroversi. Salah satunya pelaksanaan ritual sebelum menghidupkan sumber. Meski demikian, Heri menilai proses ini lebih sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Heri mengaku sering mengajak anaknya berpartisipasi dalam penanaman maupun menghidupkan kembali mata air yang mati. Langkah ini sebagai upaya mengenalkan pentingnya pelestarian lingkungan untuk kebutuhan di masa depan serta sarana bersosialisasi serta memberikan pelajaran tentang pentingnya kerja keras guna mencapai cita-cita yang ingin diraihnya.

“Yang jelas gerakan ini bisa menjadi solusi jangka panjang masalah air di Gunungkidul,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Puncak Musim Hujan Diprediksi Terjadi pada November 2024 hingga Februari 2025

News
| Minggu, 24 November 2024, 12:17 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement